10 Catatan Merah Rapor 4 Tahun Anies Baswedan oleh LBH Jakarta

Buruknya kualitas udara Jakarta, menurut LBH disebabkan abainya Pemprov DKI untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.

oleh Ika Defianti diperbarui 18 Okt 2021, 20:16 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2021, 20:16 WIB
Anies Baswedan Serahkan Tongkat Berkepala Harimau ke KPK
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunjukkan tongkat berkepala harimau di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/8). Tongkat tersebut hadiah dari kepala suku asal Afrika yang baru saja masuk Islam, Toyigbe Zola alias Muhammad Harun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyerahkan catatan rapor merah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan selama empat tahun pemerintahan. Catatan tersebut terdiri dari 10 laporan.

"LBH Jakarta menyoroti 10 permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual warga DKI Jakarta dan refleksi advokasi LBH Jakarta selama empat tahun masa kepemimpinan," kata pengacara LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait dalam keterangan tertulis, Senin (18/10/2021).

Pertama yakni terkait buruknya kualitas udara Jakarta yang melebihi baku mutu udara ambien nasional (BMUAN) yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999.

Menurut Jeanny hal tersebut disebabkan abainya Pemprov DKI untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.

Kedua yaitu sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air. Permasalahan utamanya dapat ditemui pada pinggiran-pinggiran kota, wilayah padat penduduk, dan lingkungan tempat tinggal masyarakat tidak mampu.

Lalu, catatan ketiga terkait penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. Beberapa tipe banjir Jakarta masih disikapi Pemprov DKI sebagai banjir karena luapan sungai. Lalu beberapa Peraturan Kepala Daerah masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah disekitar aliran sungai.

Permasalahan keempat yang disoroti LBH yaitu penataan kampung kota yang belum partisipatif. Salah satu contoh penerapan penataan Kampung Kota dengan menggunakan pendekatan CAP adalah Kampung Akuarium. Namun, dalam penerapannya tidak seutuhnya memberikan kepastian hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga.


Penanganan Pandemi Masih Setengah Hati

Kelima yakni ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum. Hal tersebut dapat dilihat dengan kekosongan aturan mengenai bantuan hukum pada level Peraturan Daerah di DKI Jakarta.

Keenam mengenai sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta. Pada awal masa kepemimpinannya, Anies Baswedan mengeluarkan kebijakan penyelenggaraan rumah uang muka atau DP 0 persen ditargetkan membangun sebanyak 232.214 unit.

Ketujuh, belum ada bentuk intervensi yang signifikan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.

Kedelapan, penanganan pandemi yang masih setengah hati. Sayangnya capaian 3T Pemprov DKI justru masih rendah di masa krisis.

Kesembilan yaitu penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta. Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM.

Kesepuluh, reklamasi yang masih terus berlanjut. Ketidakkonsistenan mengenai penghentian reklamasi dimulai ketika pada 2018. 

Anies menerbitkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya