Jokowi: Indonesia Ingin G20 Pimpin Kerja Sama Atasi Perubahan Iklim

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup, hanya bisa dilakukan dengan bekerja sama dalam tindakan nyata, bukan saling menyalahkan.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 31 Okt 2021, 20:19 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2021, 20:19 WIB
Presiden Jokowi menghadiri KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup, Roma, 31 Oktober 2021
Presiden Jokowi menghadiri KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup, Roma, 31 Oktober 2021. (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup, hanya bisa dilakukan dengan bekerja sama dalam tindakan nyata, bukan saling menyalahkan. Oleh sebab itu, kata Jokowi, Indonesia ingin G20 memimpin dunia untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim.

"Indonesia ingin G20 memberikan contoh, Indonesia ingin G20 memimpin dunia, dalam bekerja sama mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dengan tindakan nyata," kata Jokowi saat berbicara dalam KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup di La Nuvola Roma Italia, Minggu, (31/10/2021).

Menurut dia, G20 harus menjadi katalisator pemulihan hijau dan memastikan tidak ada satu pihak pun yang tertinggal. Jokowi mengatakan bahwa penanganan perubahan iklim harus diletakkan dalam kerangka besar pembangunan berkelanjutan.

Bahkan, dia menyampaikan penanganan perubahan iklim harus bergerak maju seiring dengan penanganan berbagai tantangan global lainnya. Misalnya, pengentasan kemiskinan dan pencapaian target SDGs.

"Saya paham, sebagai salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia, Indonesia memiliki arti strategis dalam menangani perubahan iklim. Posisi strategis tersebut kami gunakan untuk berkontribusi," ujarnya.

"Deforestasi di Indonesia dapat ditekan ke titik terendah dalam 20 tahun terakhir. Indonesia telah melakukan rehabilitasi 3 juta hektar _critical land_ pada 2010-2019,” sambung Jokowi.

Pada kesempatan itu, Jokowi menuturkan Indonesia telah menargetkan _Net Sink Carbon_ untuk sektor lahan dan hutan selambat-lambatnya tahun 2030 dan “Net Zero” di tahun 2060 atau lebih cepat.

Kawasan _Net Zero_ mulai dikembangkan termasuk pembangunan _Green Industrial Park_ di Kalimantan Utara seluas 13.200 hektar, yang menggunakan energi baru terbarukan dan menghasilkan _green product_.

“Tata kelola yang baik di tingkat global untuk penerapan _carbon pricing_ perlu segera agar sesuai dengan tujuan Persetujuan Paris dan memberikan insentif bagi partisipasi swasta dengan memperhatikan kapabilitas dan kondisi tiap negara," tuturnya.

Adapun saat ini Indonesia sedang dalam tahap akhir penyelesaian regulasi mengenai _carbon pricing_. Hal ini sebagai upaya untuk mendukung pemenuhan komitmen target NDCs.

 

Pentingnya Transisi Energi

Dalam pidato di depan Sidang Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu, Jokowi mengingatkan pentingnya pemberdayaan negara berkembang untuk melakukan transisi energi. Selain itu, juga mendorong inovasi teknologi untuk membangun ekonomi dunia yang berkelanjutan.

"Saya ingin berikan perhatian besar terhadap teknologi-teknologi yang dapat ditawarkan negara G20 bagi negara berkembang dalam transisi energi," jelas Jokowi

Dia berharap hadirnya sebuah platform yang dapat kita tawarkan melalui kemitraan global dan dukungan pendanaan internasional bagi transisi energi saat presidensi Indonesia di forum G20 2022.

"Kita perlu pastikan bahwa transisi ke energi baru terbarukan berjalan seiringan dengan prinsip _energy security, accessibility, and affordability_," ucap Jokowi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya