Melihat Isi Permendikbud No 30 Tahun 2021 yang Tuai Pro-Kontra

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 menuai pro kontra.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 15 Nov 2021, 16:50 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2021, 16:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi kekerasan seksual. (dok. Pexels/Josie Stephens)

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 menuai pro-kontra.

Aturan yang belum lama ini dikeluarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tersebut, berisi tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi atau Kampus.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meneken aturan tersebut pada 31 Agustus 2021.

Dalam Permendikbudristek 30/2021, Nadiem mengamanatkan perguruan tinggi untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual.

Pada Pasal 6 aturan dimaksud disebutkan, perguruan tinggi wajib melakukan pencegahan kekerasan seksual melalui pembelajaran, penguatan tata kelola, dan penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.

"Pencegahan melalui pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Pemimpin Perguruan Tinggi dengan mewajibkan Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan untuk mempelajari modul Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ditetapkan oleh Kementerian," tulis Pasal 6 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Berikut melihat isi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang menuai pro kontra dihimpun Liputan6.com:

 

Pasal 5

Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi kekerasan pada anak. Sumber: Istimewa

Isi lengkap Pasal 5:

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban; d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman; e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban; f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/ataupada ruang yang bersifat pribadi;j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban; k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban; m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban; n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual; p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi; q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin; r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi; s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil; t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

(3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:

a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur; e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/ataug. mengalami kondisi terguncang.

 

Pasal 6

Kekerasan Seksual
Ilustrasi kekerasan seksual/copyright shutterstock

Isi lengkap Pasal 6:

(1) Perguruan Tinggi wajib melakukan Pencegahan Kekerasan Seksual melalui:a. pembelajaran;b. penguatan tata kelola; dan c. penguatan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan.

(2) Pencegahan melalui pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Pemimpin Perguruan Tinggi dengan mewajibkan Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan untuk mempelajari modul Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ditetapkan oleh Kementerian.

(3) Pencegahan melalui penguatan tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas:

a. merumuskan kebijakan yang mendukung Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual diPerguruan Tinggi; b. membentuk Satuan Tugas; c. menyusun pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual;d. membatasi pertemuan antara Mahasiswa dengan Pendidik dan/atau Tenaga Kependidikan di luar jamoperasional kampus dan/atau luar area kampus; e. menyediakan layanan pelaporan Kekerasan Seksual;f. melatih Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus terkait upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual;g. melakukan sosialisasi secara berkala terkait pedoman Pencegahan dan Penanganan KekerasanSeksual kepada Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus;h. memasang tanda informasi yang berisi:1. pencantuman layanan aduan Kekerasan Seksual; dan2. peringatan bahwa kampus Perguruan Tinggi tidak menoleransi Kekerasan Seksual;i. menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual; dan j. melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

(4) Pencegahan melalui penguatan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual paling sedikit pada kegiatan:

a. pengenalan kehidupan kampus bagi Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan;b. organisasi kemahasiswaan; dan/atauc. jaringan komunikasi informal Mahasiswa, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya