Liputan6.com, Jakarta UNESCO Jakarta yang mendapatkan dukungan dari Oriental Cultural Heritage Sites Protection Alliance (OCHSPA) dan bekerja sama dengan Balai Konservasi Borobudur meluncurkan buku "Pemetaan Potensi Kawasan Borobudur" secara daring, Selasa (30/11/2021).
Penyusunan buku ini bertujuan sebagai dukungan pengelolaan pengunjung Candi Borobudur dan upaya untuk meningkatkan geliat ekonomi masyarakat di kawasan Borobudur. Buku ini disusun secara partisipatoris dengan melibatkan 20 desa di kawasan Borobudur serta para pengelola cagar budaya dari Balai Konservasi Borobudur di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Baca Juga
Penyusunan buku ini juga melibatkan serangkaian antropolog dan penulis yang telah dilaksanakan selama 3 tahun terakhir. Buku Pemetaan Potensi Kawasan Borobudur menjadi sangat penting, karena adanya keberadaan Candi Borobudur yang tercatat dalam daftar Warisan Dunia pada tahun 1991.
Advertisement
Dalam sektor pariwisata sendiri, Candi Borobudur dan Prambanan menarik 3 juta dan 1,5 juta wisatawan tiap tahunnya. Dalam perjalanannya, situs-situs Warisan Dunia tersebut telah menjadi bagian penting dari identitas budaya dan khasanah di Indonesia.
"Partisipasi komunitas merupakan sebuah keharusan untuk keberlangsungan dan menjaga keberlanjutan dari situs Warisan Dunia. Tentunya hal ini tidak akan terjadi kalau kita hanya memberikan kuliah mengenai pentingnya Candi Borobudur sebagai monumen nasional atau Situs Warisan Dunia layaknya atasan ke bawahan. Tentunya ada perbedaan yang tipikal tentang apa yang dianggap penting oleh pemerintah dan para ahli dan apa yang dianggap penting oleh masyarakat," ujar Moe Chiba, Kepala Unit Budaya UNESCO Jakarta.
"Jika kita ingin masyarakat mengapresiasi situs Warisan Dunia, maka kita harus memperlihatkan bagaimana ketertarikan dan kepedulian kita terhadap warisan budaya masyarakat. Ketika kita menghargai warisan masyarakat, maka dengan cara itulah masyarakat dapat peduli dengan Borobudur," imbuh dia.
Peranan masyarakat yang tinggal di sekitar zona Warisan Dunia yang populer tentu menjadi sangat penting, namun dalam perjalanannya masyarakat lokal yang tinggal di dalam dan di sekitar zona Warisan Dunia tersebut belum tentu mendapatkan manfaat secara ekonomi secara merata. Keadaan ini menyebabkan kurangnya rasa kepemilikan dari komunitas lokal untuk perlindungan Situs Warisan Dunia.
Selain itu, tingkat kunjungan wisata yang tinggi di monumen utama Warisan Dunia juga menjadi ancaman serius bagi konservasi situs tersebut. Oleh sebab itu, sebagai upaya pelestarian jangka panjang dan berkelanjutan, pengelolaan Warisan Dunia sudah selayaknya semakin melibatkan partisipasi masyarakat di sekitar situs Warisan Dunia.
"Menjadi penghargaan yang besar serta momen yang membahagiakan bagi kami, OCHSPA bisa mendukung program pemetaan yang sudah berjalan selama ini. Tetapi perayaan hari ini bukan menjadi kesimpulan akhir, tetapi menjadi salah satu titik awal untuk mengkaji kembali Borobudur yang memberikan ruang untuk pemetaan kebudayaan berikutnya. OCHSPA akan tetap menemani dalam tahun-tahun selanjutnya dengan titik masuk proteksi warisan budaya, dengan aspek inspirasi, keunikan, dan pembangunan kebudayaan," ungkap Eric Dubois, Perwakilan OCHSPA.
Dalam perkembangannya selama paruh dasawarsa terakhir, desa-desa di sekitar kawasan Borobudur semakin menggeliat. Potensi wisata ke desa semakin mencuat dengan semakin ditemukannya produk lokal yang beragam termasuk di dalamnya berkembangnya kesenian rakyat, kuliner khas lokal, tempat wisata baru yang kekinian dan masih banyak lagi.
Peran lembaga lokal dan masyarakat pun semakin aktif untuk mempromosikan potensi wisatanya. Keberadaan buku Pemetaan Potensi Kawasan Borobudur menjadi usaha untuk merekam perkembangan serta inovasi yang dihadirkan oleh masyarakat, sebagai salah satu acuan dalam perumusan kebijakan yang nantinya akan direncanakan maupun diputuskan di area Borobudur.
"Kehormatan bagi kami juga peluncuran buku ini bertepatan dengan ulang tahun ke-30 dari Balai Konservasi Borobudur. Kami memberikan apresiasi yang besar dalam peluncuran buku ini semoga bermanfaat untuk pelestarian cagar budaya berbasis masyarakat," ujar Wiwit Kasiyati, Kepala Balai Konservasi Borobudur yang hadir mewakili Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Jadi Rujukan Masyarakat
Penulisan buku ini juga tetap dilaksanakan dalam masa pandemi COVID-19 sejak awal 2020 yang telah menyebabkan lesunya perekonomian secara global termasuk di kawasan Borobudur. Pengetatan mobilisasi masyarakat selama beberapa saat demi pengurangan penyebaran wabah pandemi tentu saja menyebabkan berkurangnya pemasukan masyarakat Borobudur terutama yang menggantungkan nasibnya pada geliat wisata.
Sehingga upaya Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menyegerakan vaksin menjadi kunci dalam peninngkatan sektor ekonomi sekaligus pariwisata di Indonesia. Vaksinasi yang gencar, membuat pergerakan masyarakat lebih leluasa dengan menerapkan protokol kesehatan dan memenuhi peraturan yang diterapkan Pemerintah.
"Sejalan dengan penetapan destinasi wisata prioritas nasional, lingkungan di sekitar Borobudur turut berkembang dan bergerak maju. Dengan dua aspek, yaitu anugerah alam yang hijau serta budaya warga yang dekat dan melekat. Potensi alam dan budaya yang dibalut dalam koridor wisata desa sebenarnya sekaligus mendorong keberlanjutan artefak di Borobudur, menjaga kelestarian lingkungan alamnya dan menjaga budaya adiluhung daridesa," ujar Budi Arie Setiadi, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, yang turut meluncurkan buku secara daring.
"Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memastikan turut berpartisipasi dalam proses pelestarian Borobudur ini dengan arah kebijakan pembangunan desa, dengan menjaga kearifan lokal dalam kelembagaan desa yang dinamis dan budaya desa yang adaptif," imbuh dia.
Diharapkan buku pemetaan ini menjadi sebuah rujukan bagi masyarakat untuk mengembangkan kembali potensi pariwisatanya ke depan pada kondisi pascapandemi, serta meningkatkan pengetahuan tentang potensi Kawasan Borobudur berikut desa dan cagar budayanya secara umum.
Selain itu, keberadaan buku ini diharapkan menjadi rujukan potensi desa secara umum untuk pengunjung, pelaku wisata dan pelaku usaha di berbagai sektor, serta meningkatkan kunjungan wisatawan ke desa-desa di sekitar kawasan Candi Borobudur dan membantu mempromosikan produk lokal. Sehingga masyarakat juga dapat meningkatkan peranan serta rasa kepemilikan terhadap situs Warisan Dunia melalui buku ini.
Advertisement