Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta kepada penegak hukum lebih memerhatikan pengeluaran uang dalam menangani suatu perkara. Menurutnya, ada beberapa perkara korupsi dengan nilai kecil namun menghabiskan banyak uang dalam menanganinya.
"Nah ini harus diperhatikan juga, jangan sampai kita juga buang-buang duit juga dalam penanganan perkara," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/12/2021).
Baca Juga
Salah satu yang menurut Alex memakan biaya besar dalam menangani suatu kasus adalah perkara yang melibatkan kepala daerah. Perkara korupsi kepala daerah menurut Alex lebih besar biaya penanganannya dibanding uang yang dikorupsi.
Advertisement
Biaya besar dalam menangani perkara yakni ketika hendak memanggil para saksi dengan menggunakan pesawat.
"Ketika biaya mendatangkan tersangka berikut saksi-saksinya yang jauh tempatnya dan menggunakan pesawat itu luar biasa besarnya biaya yang dikeluarkan," kata Alex.
Atas dasar itu Alex meminta penegak hukum bijak menindaklanjuti kasus korupsi yang menyeret kepala desa. Penegak hukum disarankan memaksa kepala desa mengembalikan uang jika sudah terlanjur korupsi.
"Suruh balikan, pecat orang itu, selesai," tutur Alex.
Lalu Sanksi Apa untuk Kepala Daerah yang Korup?
Menurut Alex, dalam menangani suatu perkara korupsi itu harus memegang prinsip efektifitas dan efisiensi.
"Nyolongnya Rp 5 juta, biaya memprosesnya Rp 100 juta, kan enggak mungkin juga. Untuk perkara-perkara di Maluku misalnya, ingat Pengadilan Tipikor itu hanya ada di ibu kota provinsi," kata dia.
Namun Alex menegaskan bukan tidak ada sanksi yang diberikan kepada mereka yang melakukan korupsi dengan nilai kecil. Banyak sanksi yang bisa diberikan kepada mereka.
"Ada rekanan yang nakal black list, dua tahun enggak boleh ikut lelang. Pejabat yang melakukan penyinpangan nonjob, itu kan bentuk sanksi juga," kata dia.
Advertisement