Temui Jaksa Agung, Erick Thohir Laporkan Dugaan Korupsi Pembelian Pesawat di Garuda

Erick Thohir mengatakan, pihaknya datang ke Kejaksaan Agung (Kejagung) membawa sejumlah data dan temuan terkait dugaan korupsi pembelian pesawat oleh PT Garuda Indonesia.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 11 Jan 2022, 13:28 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2022, 13:26 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir menemui Jaksa Agung ST Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa (11/1/2022).
Menteri BUMN Erick Thohir menemui Jaksa Agung ST Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa (11/1/2022). (Liputan6.com/ Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin menerima kedatangan Menteri BUMN Erick Thohir dalam rangka laporan langsung dugaan korupsi pembelian pesawat jenis ATR 72-600 oleh PT Garuda Indonesia.

"Pelaporan Garuda untuk pembelian ATR 72-600," tutur Burhanuddin di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2022).

Menurut Jaksa Agung, ini menjadi salah satu upaya Kejagung dalam mendukung program bersih-bersih di tubuh Kementerian BUMN. Termasuk dalam penanganan kasus korupsi yang sebelumnya seperti Jiwasraya dan Asabri.

"Tentunya ini juga saya harapkan dukungan dari media juga bahwa BUMN yang bersih akan lebih baik. Dan tentunya di bawah kepemimpinan Pak Menteri Erick kita akan lakukan dan Kejaksaan akan support terus," kata Burhanuddin.

Menteri BUMN Erick Thohir menambahkan, pihaknya datang membawa sejumlah data dan temuan terkait dugaan korupsi pembelian pesawat oleh PT Garuda Indonesia.

"Garuda ini sedang dalam tahap restrukturisasi, tetapi yang sudah kita ketahui juga secara data-data valid memang dalam proses pengadaan pesawat terbangnya leasingnya ada indikasi korupsi dengan merek yang berbeda-beda. Nah khususnya hari ini memang yang disampaikan Pak Jaksa Agung adalah ATR 72-600," kata Erick.

Serahkan Barang Bukti

 

Erick mengatakan, pihaknya menyerahkan barang bukti berupa audit investigasi. Termasuk temuan dari institusi lain yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Jadi bukan tuduhan, karena kita sudah bukan eranya saling menuduh, tetapi masih ada fakta yang diberikan," Erick menandaskan.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan kerugian yang terjadi pada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) karena bisnis model yang salah sejak lama.

Industri penerbangan di Indonesia sebenarnya memiliki pasar yang cukup besar. Namun Garuda Indonesia justru melakukan ekspansi yang tidak tepat.

"Kita punya domestic market yang cukup kuat tetapi kita tergoda untuk pergi keluar terus karena enak kalau keluar dilayani," jelas Erick Thohir dalam Orasi Ilmiah di Universitas Brawijaya seperti ditulis, Senin (29/11/2021).

Erick Thohir melanjutkan, tidak hanya soal pembukaan jalur penerbangan saja. Ekspansi yang tidak tepat juga terjadi pada pembelian atau sewa pesawat dan bahkan sampai dikorupsi.

"Kita biaya leasing pesawat itu 28 persen. Rata-rata leasing pesawat Etihad Airways, Qatar Airways dan Singapura Airlines hanya 8 persen" tutur Erick Thohir.

Oleh sebab itu, Erick mengatakan bahwa sejak lama ia ingin menekankan transformasi sumber daya manusia (SDM). Namun transformasi SDM tersebut harus melibatkan hati. Jika SDM di BUMN bekerja tidak bekerja dengan hati dan memiliki Akhlak maka sulit untuk maju.

Garuda Digugat

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) digugat atas tindakan melawan hukum yang dilayangkan oleh perusahaan alih daya, PT Prima Raya Solusindo (PRS). Atas gugatan tersebut, Garuda Indonesia diminta membayar ganti rugi materiil dan immateriil senilai total Rp 4,46 miliar.

Gugatan PT Prima Raya Solusindo telah didaftarkan di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat per 19 November 2021. Jadwal pengadilan pertama perkara itu ditetapkan pada 2 Desember 2021.

Dalam pokok perkara, perbuatan melanggar hukum yang dimaksud PRS, yakni pencairan bank garansi oleh Garuda Indonesia pada BTN pada 17 Oktober 2018. Dengan demikian, PRS meminta pihak pengadilan untuk menetapkan pencairan bank garansi itu batal demi hukum.

Merujuk SIPP PN Jakarta Pusat, Senin (22/11/2021), PRS meminta pengadilan mengabulkan permohonan provisi Penggugat seluruhnya. Provisi tersebut antara lain menyatakan Tergugat belum berwenang untuk mengajukan klaim dan pencairan bank garansi milik penggugat.

Kemudian, memerintahkan tergugat dan penggugat untuk terlebih dahulu melakukan audit investigasi dalam menentukan nilai kerugian yang diderita oleh tergugat.

Memerintahkan turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk tidak mencairkan bank garansi milik Penggugat sebelum diperoleh nilai kerugian yang pasti dari hasil audit investigasi.

Adapun dalam hal ini turut tergugat yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero)Tbk. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya