Mahfud Ungkap Proyek Satelit Kemhan Rugikan Negara hingga Ratusan Miliar

Hal ini, kata dia, membuat negara diharuskan membayar kerugian dengan jumlah lebih dari Rp 800 milar.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 13 Jan 2022, 14:27 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2022, 14:14 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD saat konferensi pers.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI Mahfud Md.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan penyelewengan dalam pengelolaan satelit yang merupakan proyek Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Hal ini, kata dia, membuat negara diharuskan membayar kerugian dengan jumlah lebih dari Rp 800 milar.

"Kementerian Pertahanan pada tahun 2015, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu. Padahal, anggarannya belum ada. Anggarannya belum ada, dia (Kemhan) sudah kontrak," kata Mahfud dalam konferensi pers virtual, Kamis (13/1/2022).

Adapun kontrak tersebut mencakup PT Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Level, dan Telesat dalam kurun 2015 sampai 2016. Mahfud menyebut kontrak tersebut dilakukan Kemhan untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Menurut dia, nilai kontrak untuk membangun proyek tersebut sangat besar dan belum masuk di APBN 2015 saat itu. Kemudian, PT Avanti menggugat pemerintah Indonesia melalui London Court Internasional Arbitration karena Kemhan tak kunjung membayar sewa satelit sesuai nilai kontrak yang sudah diteken.

Selanjutnya, pengadilan arbitrase Inggris memutuskan bahwa pemerintah harus menbayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit. Total yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp 515 miliar.

"Jadi, negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," ujar Mahfud.

Tak hanya itu, pemerintah juga diharuskan membayar USD 20.901.2019 atau sekitar Rp 304 miliar kepada pihak Navayo. Sebab, pihak Navayo yang telah menandatangani kontrak dengan Kemhan menyerahkan barang yang tak sesuai dengan Certificate of Performance, namun tetap diterima dan ditandatangani oleh pejabat Kemhan pada 2016-2017.

Pihak Navayo kemudian mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kementerian Pertahanan. Namun, pemerintah menolak membayar sehingga Navayo mengajukan gugatan ke arbitrase Singapura dan pemerintah diharuskan membayar USD 20 juta sesuai keputusan pengadilan.

"Selain kita dijatuhi putusan arbitrase di London dan di Singapura tadi, negara itu berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogal Level, dan Telesat sehingga banyak sekali beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," tutur Mahfud.

 

Kejagung Naikkan Perkara

Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin siap menaikkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan. Dia menyampaikan pihaknya sudah memiliki cukup bukti untuk menaikkan perkara yang merugikan negara ini dari tahap penyelidikan ke penyidikan.

"InsyaAllah dalam waktu dekat kami akan perkara ini naik ke penyidikan. Kemarin masih penyelidikan dan naik ke penyidikan dalam waktu 1-2 hari kami akan tindak lanjuti dan memang hasil dari penyelidikan cukup bukti untuk kami tingkatkan ke penyidikan," jelas Burhanuddin.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya