Liputan6.com, Jakarta - Temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin, yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat Komnas HAM bergerak.
Pada Rabu, 26 Januari 2022, Komnas HAM turun langsung mengunjungi kerangkeng manusia tersebut oleh Komisioner Komnas HAM Khairul Anam bersama Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut) Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak.
Rumah Terbit berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Anam, pihaknya sudah bekerja sejak menerima laporan dengan mengecek berbagai hal, baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi. Jika ditanya ada perbedaan yang didapatkan dengan dengan laporan yang diterima, Anam memastikan ada.
"Mulai dari segi informasi lebih kaya, dan pihak yang diminta keterangan juga lebih banyak," ujar Anam saat mengecek lokasi kerangkeng manusia tersebut, Rabu, 26 Januari 2022.
Tak hanya itu, menurut Anam, pihaknya masih terus mendalami dengan mengumpulkan bukti-bukti apakah kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana bisa disebut tempat rehabilitasi atau tempat perbudakan modern.
Berikut 5 fakta terkini usai temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin dihimpun Liputan6.com:
1. Komnas HAM Turun Langsung Cek Kerangkeng Manusia
Komisioner Komnas Hak Azasi Manusia (HAM) turun langsung mengunjungi kerangkeng manusia yang berada di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin, yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kunjungan dilakukan tim dari Komnas HAM, Khairul Anam, bersama Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut) Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak pada Rabu, 26 Januari 2022.
Rumah Terbit berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).
Dikatakan Anam, pihaknya sudah bekerja sejak menerima laporan dengan mengecek berbagai hal, baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi. Jika ditanya ada perbedaan yang didapatkan dengan dengan laporan yang diterima, Anam memastikan ada.
"Mulai dari segi informasi lebih kaya, dan pihak yang diminta keterangan juga lebih banyak," Anam saat mengecek lokasi kerangkeng manusia tersebut, Rabu, 26 Januari 2022.
Advertisement
2. Kumpulkan Bukti-Bukti
Menurut Anam, Tim Komnas HAM masih terus mendalami dengan mengumpulkan bukti-bukti apakah kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana bisa disebut tempat rehabilitasi atau tempat perbudakan modern.
"Kita akan terus bekerja untuk mendapatkan informasi komprehensif soal hubungan pekerja, kesehatan, dan informasi yang diterima relevan atau tidak," kata Anam.
Kunjungan dilakukan Anam bersama Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut) Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak. Anam menyebut, pihaknya sudah bekerja sejak menerima laporan.
"Kita bekerja dengan mengecek berbagai hal, baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi," sebut Anam.
3. Pastikan Proses Hukum Jika Temukan Pelanggaran
Menurut Anam, ada perbedaan yang didapatkan dengan laporan yang diterima saat mengecek langsung. Mulai dari segi informasi lebih kaya, dan pihak yang diminta keterangan juga lebih banyak.
Jika nantinya terdapat pelanggaran hukum, Anam mengatakan harus dihukum dan diproses. Namun jika bukan pelanggaran hukum, harus dihormati.
"Jika ada perlakuan tidak manusiawi, harus diproses. Jika ini pelayanan yang memang sangat minimalis, ya harus diperbaiki," ujar Anam.
Advertisement
4. Belum Bisa Ungkapkan Hasil Temuan
Namun, Anam belum bisa mengungkap hasil tinjauan tersebut ke publik. Dia hanya mengatakan, telah mendapat titik terang terkait simpang siur informasi terkait kasus itu.
"Semakin lama kasus ini semakin terang benderang bagi kami. Tinggal memang mendalami lagi, seberapa jauh kerangkeng tersebut dengan dinamika di masyarakat," terang dia.
Anam mengatakan, Komnas HAM akan melakukan pendalaman seputar seberapa jauh hubungan orang-orang yang dikurung di kerangkeng tersebut dengan perusahaan sawit yang dimiliki bupati yang telah dinonaktifkan tersebut.
Misalnya, kapan Terbit mulai memasukkan orang-orang ini ke sel berukuran 6x6 meter itu.
"Seberapa jauh krangkeng tersebut, dinamika dengan perusahan sawit yang dimiliki oleh Pak Bupati. Berikutnya kami akan melakukan pendalaman kapan dan kenapa kok itu bisa terjadi. Ada orang menyebutnya pusat rehabilitasi ada yang menyebut lain," tutur Anam.
5. Tegaskan Tak Ingin Terjebak Narasi Liar
Anam menegaskan, pihaknya tidak akan terjebak dengan narasi-narasi yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, Komnas HAM memastikan secara langsung kebenaran terkait kerangkeng tersebut.
"Apapun sebutan itu tapi kok bisa terjadi kepada pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab terkait keberadaan itu dan memastikan bahwa itu berjalan dengan baik secara umum," jelas Anam.
(Elza Hayarana Sahira)
Advertisement