Liputan6.com, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja atau Menaker, Ida Fauziyah, ternyata tidak pernah berkonsultasi dengan Komisi IX DPR RI ketika akan mengeluarkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 soal aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua.
Permenaker Nomor 2 tahun 2022 mengatur pencairan Jaminan Hari Tua pada usia 56 tahun. Sontak, aturan tersebut dinilai kontroversial dan ramai mendapat penolakan dari kalangan pekerja.
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Daulay, mengungkapkan, pihaknya mendengar soal Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 setelah ramai mendapat protes dari publik. "Ketika Permaneker ini dilahirkan memang kita tidak dikonsultasikan dulu, minimal diberitahu dulu ini akan ada Permenaker, belum ada," ujar Saleh dalam diskusi daring, Sabtu (19/2/2022).
Advertisement
Menaker Ida juga tidak pernah menyampaikan rencana mengeluarkan Permenaker tersebut dalam rapat kerja dengan DPR. Jika rencana Permenaker soal aturan JHT itu disampaikan ke DPR lebih dulu, Saleh yakin juga akan ramai sebelum aturan itu ditandatangani.
"Karena kalau itu ada, pasti sudah rame dulu bahasa saya begitu. Karena kita rapat-rapat dengan Kementerian Tenaga Kerja kan terbuka karena itu pasti akan didengar di publik. Kan belum ada waktu itu," katanya.
"Ini munculnya ketegangan dalam tanda petik setelah Permenaker ditandatangani. Barulah berarti hampir semua kita yang mendengarnya setelah ditandatangani Permenaker ini," ucapnya.
Saleh juga mendengar bahwa para pekerja yang bergabung dalam tripartit bersama pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja juga tidak dilibatkan. Saleh menekankan, seharusnya kebijakan menyangkut pengupahan dan kesejahteraan buruh dibahas dalam tripartit ini.
"Tapi saya dengar, menurut pengakuan mereka (pekerja) belum dilibatkan. Jangankan DPR para pekerja yang memang harus masuk dalam tripartit menurut pengakuan mereka itu belum masuk di dalam pembicaraan," jelas Saleh.
Atas Rekomendasi Stakeholder
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menegaskan bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dibentuk atas dasar rekomendasi dan aspirasi berbagai stakeholder yang mendorong pemerintah menetapkan kebijakan yang mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Menurut Menaker, rekomendasi tersebut antara lain berdasarkan rapat dengar pendapat Kemnaker dengan Komisi IX DPR RI pada 28 September 2021. Raker tersebut dihadiri oleh perwakilan institusi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Direksi BPJS Ketenagakerjaan, Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dan Pengurus Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
"Dalam rapat tersebut, Komisi IX mendesak Kemnaker untuk meningkatkan manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja informal serta mengharmonisasikan regulasi jaminan sosial terutama regulasi antara klaim program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Program Jaminan Pensiun (JP)," ucap Menaker saat menjadi narasumber pada program Satu Meja Kompas TV pada Rabu (16/2/2022).
Advertisement
Program JHT Jangka Panjang
Menaker juga mengatakan bahwa Permenaker 2/2022 merupakan hasil pokok-pokok pikiran Badan Pekerja Lembaga Tripartit Nasional pada 18 November 2021, dengan agenda pembahasan mengenai perubahan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
"Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari forum itu adalah mengembalikan filosofi penyelenggaraan Program JHT sebagai program jangka panjang untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat yang bersangkutan tidak produktif lagi, yaitu ketika memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia," katanya.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com