Liputan6.com, Jakarta Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam perkara Pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta 300 ayat Alquran dihapus. Penyidik pun meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan.
"(Kasus Saifuddin Ibrahim) Sudah naik sidik," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Asep Edi Suheri saat dikonfirmasi, Rabu (23/3/2022).
Sementara, Asep menyampaikan kepolisian masih berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan tindakan selanjutnya. Lantaran, Saifuddin diduga berada di Amerika Serikat.
Advertisement
Oleh karena itu, dia belum dapat menetapkan waktu pemeriksaan Saifuddin.
"Kami masih koordinasi secara intens dengan pihak-pihak terkait," jelasnya.
Koordinasi dengan Imigrasi dan FBI
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dari hasil penyelidikan, petugas memperoleh informasi bahwa Saifuddin Ibrahim berada di Amerika Serikat. Polri melakukan koordinasi dengan Ditjen Imigrasi untuk melacak keberadaan Saifuddin.
"Melakukan koordinasi dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham terkait dugaan keberadaan SI di Amerika Serikat," ujarnya.
Selain dengan Ditjen Imigrasi, polisi juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk memastikan posisi Saifuddin.
"Melakukan koordinasi dengan Kemenlu terkait dugaan keberadaan SI di Amerika Serikat. Melakukan koordinasi dengan Legal Attache FBI," jelasnya.
Sebagai informasi, Saifuddin menjadi viral usai menyampaikan sejumlah hal soal situasi kehidupan keagamaan di Indonesia kepada Menag Yaqut Cholil Qoumas. Bahkan dia sempat menyinggung masalah kurikulum pesantren dan mengaitkannya dengan radikalisme, serta usulan menghapus 300 ayat Alquran.
Advertisement
Dilaporkan
Sebelumnya, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama melaporkan Saifuddin Ibrahim ke polisi. Saifuddin dilaporkan terkait pernyataannya yang meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat di Alquran di akun YouTube.
"Laporan telah diterima dengan nomor LP/B/0138/III/2022/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 22 Maret 2022 dengan pelapor Ketua GNPF Ulama, Yusuf Muhammad Martak," kata Tim Advokasi GNPF Ulama, M. Ichwanuddin Tuankotta dalam keterangannya, Selasa (22/3).
Tuankotta mengatakan, laporan dilakukan karena unggahan video Saifuddin dianggap menodai agama dan diduga melanggar tindak pidana ujaran kebencian dan/atau penodaan agama.
"Pelaporan ini bentuk langkah hukum konstitusional, langkah ini juga merupakan cara preventif untuk mencegah aksi massa atau umat yang marah terhadap pernyataan Saifuddin Ibrahim yang mengandung ujaran kebencian," ujar dia.
Tuankotta berharap Polri dapat menindaklanjuti laporan tersebut. Tujuannya agar membuat jera para pelaku kasus penodaan agama di Indonesia.
"Kami mendukung penegak hukum khususnya pihak kepolisian untuk segera menindak tegas para pelaku penodaan agama yang dapat merusak kehidupan beragama di Republik Indonesia dan memecah belah NKRI serta menimbulkan gejolak hebat di masyarakat,” Tuankotta menandasi.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka