Liputan6.com, Jakarta - Wacana People Power sempat dikemukakan sebagai pengandaian apabila Mahkamah Konstitusi (MK) menolak penghapusan Presidential Threshold 20 persen atau tidak mencabut Pasal 222 di dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti pun mengangkat soal isu People Power terkait gugatan Presidential Threshold yang diajukan DPD RI ke Mahkamah Konstitusi.
Advertisement
Baca Juga
Langkah La Nyalla tersebut pun mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnadi. Ia mempertanyakan hubungan menggugat Presidential Threshold ke MK dengan people power untuk menghentikan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Apa hubungannya menggugat Presidential Threshold ke MK dengan people power untuk menghentikan pemerintahan Jokowi? Ketua DPD La Nyalla menarasikan jika gugatan terkait Presidential Threshold ditolak MK kemudian rakyat ingin people power, dirinya tak berhak menghalangi, narasi apakah ini," ucap Teddy melalui keterangan tertulis, Selasa 7 Juni 2022.
Dia menyebut, sebagai WNI dan Pejabat negara, La Nyalla seharusnya memahami bahwa MK itu produk dari konstitusi dan putusannya final mengikat sehingga wajib dipatuhi.
"Putusan MK yang memiliki kekuatan hukum atas kebenaran, bukan La Nyalla atau DPD yang memiliki kekuatan hukum atas kebenaran dalam menilai gugatan," ucap Teddy.
Dia menilai, pernyataan La Nyalla selain merasa pemilik atas kebenaran tafsir di negara ini, juga menarasikan tentang people power terhadap Eksekutif.
"Padahal Pemerintahan Jokowi itu ada di lembaga Eksekutif sedangkan MK adalah Lembaga Yudikatif. Mungkin beliau pikir MK itu berada di bawah kekuasaan Jokowi, di lembaga eksekutif," terang Teddy.
Â
Tak Berhubungan dengan Jokowi
Dengan begitu, Teddy lantas mempertanyakan hubungan putusan MK dengan pemerintahan Presiden Jokowi.
"Jadi apa urusannya putusan MK dengan dengan pemerintahan Jokowi? Sejak kapan Pemerintah Jokowi yang menilai dan memutuskan gugatan? Atau La Nyalla sama sekali tidak mengerti hal mendasar itu?," terang dia.
"Saya terpaksa ajarkan Pak La Nyalla yang seorang ketua DPD RI, bahwa membuat narasi untuk membranding diri, sah-sah saja, itu bukan barang haram. Tapi tentu narasi yang dibuat harus yang sehat, jangan hanya asal bunyi demi mendapatkan sensasi. Itu bukan hal yang patut dicontoh, karena bisa menimbulkan efek negatif di masyarakat," je;as Teddy.
Sebelumnya, Ketua DPD RI LaNyalla menyatakan, pihaknya akan memperjuangkan penghapusan PT 20 persen, lantaran hal itu merupakan ketidakbenaran dan ketidakadilan.
"Kita harus punya satu keyakinan akan menang di MK dan pasal 222 dicabut oleh MK. Saya tidak mau berandai-andai, jika ditolak. Karena artinya dia sengaja menghancurkan Indonesia," ujar LaNyalla, saat menerima audiensi puluhan aktivis yang tergabung dalam Presidium Aksi Selamatkan Indonesia (ASELI) di Gedung B Nusantara III, Jumat 20 Mei 2022.
"Kalau ditolak itu menjadi trigger munculnya people power. Tugas rakyat memperjuangkan semua ini," sambung dia.
Advertisement