KPK Temukan Bukti Baru Kasus Suap Izin Apartemen di Maliboro

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti baru kasus dugaan suap pengurusan perizinan apartemen PT Summarecon Agung di Malioboro, Yogyakarta.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 10 Jun 2022, 21:16 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2022, 21:16 WIB
Ilustrasi KPK. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)
Ilustrasi KPK. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti baru kasus dugaan suap pengurusan perizinan apartemen PT Summarecon Agung di Malioboro, Yogyakarta.

Bukti baru ditemukan tim penyidik KPK usai menggeledah kediaman mantan Wali Kota (Walkot) Yogyakarta Haryadi Suyuti, rumah dinas jabatan Walkot Yogyakarta, kediaman tersangka lain, serta kantor kontraktor.

"Penyidik terus mengumpulkan beberapa bukti tambahan di antaranya ditemukan dan diamankan berbagai bukti berupa berbagai dokumen terkait permohonan perizinan di wilayah Kota Yogyakarta dan alat elektronik yang diduga terkait dengan perkara," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (10/6/2022).

Ali mengatakan, barang bukti baru tersebut nantinya dikonfirmasi lebih lanjut kepada para saksi dan tersangka dalam kasus ini.

"Analisa dan penyitaan masih akan dilakukan untuk melengkapi perkas berkara penyidikan para tersangka," kata Ali.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan memanggil dan memeriksa jajaran direksi di PT Summarecon Agung Tbk. Pemanggilan berkaitan dengan kasus dugaan suap izin apartemen di Maliboro, Yogyakarta yang menjerat bekas Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

"Kalau kemudian dibutuhkan keterangannya, ya, siapapun dari pihak SA (Summarecon Agung) pasti kami panggil," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/6/2022).

Dalam kasus ini selain mantan Walkot Yogyakarta Haryadi Suyuti, KPK juga menetapkan Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono. Oon diduga menyuap Haryadi sebesar USD 27.258 demi memuluskan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedaton di kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Ali menegaskan pemanggilan terhadap saksi menyesuaikan kebutuhan proses penyidikan. Oleh sebab itu, KPK berpeluang memeriksa para saksi yang diduga mengetahui ihwal perbuatan pidana para tersangka.

"Sama dengan perkara yang lain, saya kira pemanggilan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan," kata Ali.

 

Konstruksi Kasus

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.

Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).

Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.

"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).

 

Selanjutnya

Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.

"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," beber Alex.

Dia mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

 

Terima Uang

Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.

“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.

Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.

“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.

 

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya