Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang menerapkan restoratif justice atau keadilan restoratif pada kasus penganiayaan akibat utang piutang, dengan terangka berinisial HS dan RS.
Kasi Pidana Umum Kejari Kota Tangerang Dapot Dariarma menjelaskan, penghentian penuntutan dalam kasus tersebut berdasarkan Peraturan Jaksa Agung No 15/2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca Juga
"Ya, penerapan restoratif justice ini yang pertama pada tahun 2022. Jadi, total kami sudah terapkan tiga kasus yang dilakukan restoratif justice," ujarnya, Rabu (29/6/2022).
Advertisement
Dapot juga menjelaskan, kasus penganiayaan tersebut terjadi pada Rabu 2 Maret 2022, sekitar pukul 16.00 WIB, di Kampung Rawa Kucing, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari. Adapun kasus ini bermula saat korban berinisial RJP terlibat cekcok dengan HS terkait masalah penagihan utang senilai Rp2,4 juta.
Lalu dari cekcok tersebut, tersangka HS mendorong dan memukul korban. Sedangkan RS yang menyaksikan kejadian itu turut memukuli korban.
Setelah kejadian itu, korban yang mengalami luka lecet pada tangan kanannya akibat kekerasan tumpul pun membuat laporan ke Polsek Neglasari. Kedua tersangka kemudian disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Setelah menerima perkara ini, kata Dapot, dalam menindaklanjuti kasus ini pihaknya memanggil para tersangka, korban, para pendamping kedua belah pihak, serta tokoh masyarakat dan pengurus RT/RW untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
"Akhirnya kita temukan kedua belah pihak. Di situ mereka saling memaafkan dan membuat pernyataan. Jadi, mereka sepakat perkara ini tidak dilanjutkan, karena sudah musyawarah juga," jelas Dapot.
Â
Syarat Terpenuhi
Pertemuan tersebut pun dilakukan di Rumah Restoratif Justice di Kantor Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, pada Kamis 16 Juni 2022. Dapot menuturkan, syarat-syarat penerapan keadilan restoratif telah dipenuhi dalam kasus ini.
"Alasannya itu karena tersangka ini baru pertama kali dan bukan residivis. Lalu, kerugian tidak lebih dari Rp2,5 juta. Ancaman hukumannya juga di bawah lima tahun. Kemudian visum hanya lecet di jari, atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Dan ada kesepakatan perdamaian," jelas Dapot.
Dapot menambahkan, prinsip diterapkannya keadilan restoratif bahwa pihaknya mengedepankan sisi kemanusiaan dalam bermusyawarah dan bermufakat, sehingga tidak semua kasus diselesaikan di meja persidangan.
"Tentu kami berharap, pada tahun ini minimal ada lima kasus yang diterapkan dalam restoratif justice. Kami juga memfungsikan Rumah Restoratif Justice sebagai tempat musyawarah untuk masyarakat," jelasnya.
Advertisement