Prabowo Diminta Bangun Sinergi dengan Masyarakat Sipil dan Intelektual Kritis

Menghadapi situasi dan tekanan yang pelik ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan Prabowo adalah memposisikan pemerintahannya untuk lebih terbuka dan inklusif.

oleh Muhammad Ali Diperbarui 27 Mar 2025, 00:08 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2025, 23:49 WIB
Prabowo Bantah SBY dan Jokowi Cawe-Cawe ke Pemreintahannya
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato di acara Kongres VI Partai Demokrat. (Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto dinilai perlu mempertimbangkan keterlibatan kelompok masyarakat sipil kritis dalam kabinet pemerintahannya.

Hal ini menurut Akademisi Universitas Paramadina, Shiskha Prabawaningtyas menjadi penting setelah melihat berbagai gejolak yang terjadi paska 100 hari jalannya pemerintahan Kabinet Merah Putih.

“Paska 100 hari pemerintahan berjalan, beberapa kontraksi terjadi, seperti terkuaknya judol dan kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan pejabat namun nihil tindak lanjut penuntasannya, ketidakjelasan implementasi program Makan Bergizi Gratis, problem efisiensi anggaran, melemahnya perekonomian dan penurunan harga saham, sampai gelombang demonstrasi mahasiswa terhadap UU TNI yang berujung ricuh dengan aksi kekerasan. Menurut saya situasi ini harus diantisipasi Presiden Prabowo secara cermat dengan formula politik yang baik,” kata Shiskha, dikutip Rabu (26/3/2025).

Menurut doktor politik internasional lulusan Jerman ini, menghadapi situasi dan tekanan yang pelik ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan Prabowo adalah memposisikan pemerintahannya untuk lebih terbuka dan inklusif. Hal itu dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan keterlibatan berbagai kelompok masyarakat sipil seperi teknokrat dan intelektual kritis yang memiliki kepedulian dan kepakaran di dalam pemerintahan.

“Secara alamiah, mereka justru lebih mampu menangkap suasana kebatinan rakyat, sekaligus membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat,” katanya.

Shiskha mencontohkan dalam setiap fase kepemimpinan, para presiden Indonesia selalu menempatkan kelompok intelektual bergabung dan menjadi motor pemerintahan. Awal Indonesia merdeka adalah era pemerintahan yang dijalankan sosok-sosok intelektual kritis, ditandai oleh Soekarno, Hatta, sampai Jenderal Nasution.

Awal Orde Baru, desain ekonomi yang kokoh dilakukan kelompok intelektual kritis termasuk ayah dari Presiden Prabowo sendiri, Soemitro Djojohadikusumo. Begitupun  era Gus Dur, Megawati, SBY sampai Jokowi. Kelompok masyarakat sipil berkarakter dan intelektual independen diajak bergabung menjalankan pemerintahan.

“Apalagi dalam konteks pergeseran geopolitik dan geoekonomi global, sangat dibutuhkan sinergi seluruh kekuatan politik domestik dalam membangun fungsi negara yang kokoh dan resilient terhadap perubahan. Kelompok masyarakat sipil yang independen, kritis, justru dibutuhkan negara untuk memberikan pemikiran alternatif sekaligus merumuskan kebijakan yang tepat," kata dia.

"Publik cenderung menerima dan mendukung kehadiran kelompok akademisi, masyarakat sipil dan intelektual yang kritis dalam pemerintahan,” Shiskha menambahkan.

 

Promosi 1

Gotong Royong Kunci Membangun Indonesia

Prabowo Gelar Buka Puasa Bersama Kabinet Merah Putih di Istana, Dihadiri UAH
Presiden Prabowo Subianto menggelar acara buka puasa bersama Kabinet Merah Putih di Istana, Jakarta, Jumat (21/3/2025). Ustaz Adi Hidayat alias UAH hadir untuk mengisi kultum dalam acara tersebut. (Liputan6.com/Lizsa Egeham)... Selengkapnya

Ia menilai kerja sama dan gotong royong adalah kunci membangun Indonesia, baik dalam konteks state building (fungsi negara dan proses bernegara) dan nation building (konsolidasi kekuatan politik nasional). Ia menyarankan agar Presiden Prabowo bisa mendengar dan merangkul intelektual publik dan kalangan masyarakat sipil kritis untuk terlibat kelanjutan membangun nation-state building ini.

“Mungkin kerja sama dan gotong-royong dalam sistem demokrasi harus diartikan sebagai sinergi dan empati dalam menemukan kepentingan bersama, bukan sentimen rivalitas politik, eksklusivisme, atau sebatas persaingan ekonomi-politik kepentingan sempit individu atau kelompok. Harus ada moralitas politik dan konsensus sosial yang dibangun atas nilai-nilai idealisme, keadilan dan integritas,” tutup Shiskha.

Infografis

Infografis Prabowo Bidik Pertumbuhan Ekonomi Tembus 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Prabowo Bidik Pertumbuhan Ekonomi Tembus 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya