Buntut Kasus ACT, Muhammadiyah Nilai Perlu Lembaga Pengawas Filantropi

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai perlu dibuatkan lembaga khusus untuk mengawasi organisasi atau yayasan filantropi agar tidak terjadi penyelewengan dana donasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2022, 14:45 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2022, 14:45 WIB
Jelang Pilkada Serentak PP Muhammadiyah Keluarkan Pernyataan-Jakarta- Helmi Fithriansyah-20170213
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti (kanan) membacakan pernyataan sikap PP Muhammadiyah terhadap Pilkada Serentak 15 Februari di Jakarta, Senin (13/2). Ada tujuh butir pernyataan sikap PP Muhammadiyah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai perlu dibuatkan lembaga khusus untuk mengawasi organisasi atau yayasan filantropi agar tidak terjadi penyelewengan dana donasi. Agar kasus penyelewengan dana seperti yang terjadi pada Aksi Cepat Tanggap (ACT) tak terulang kembali.

"Pengawasan oleh lembaga apakah itu independen atau lembaga khusus sangat diperlukan agar hal serupa tidak akan terjadi di masa yang akan datang," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).

Lebih lanjut, Abdul mengatakan, bahwa pengawasan yang diterapkan saat ini belum berjalan maksimal. Selama ini lembaga filantropi sebagaian berada di bawah pengawasan Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Sosial (Kemensos).

Ia menyebut, lingkup filantropi juga harus punya untuk pengawasan berlapis, seperti pada lingkup perbankan dan keuangan yang mempunyai lembaga khusus untuk pengawasannya, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Itu kan ada pengawasan yang belapis lapis misalnya ada OJK, sebagai lembaga yang tidak hanya mengawasi government dari dunia perbankan, tetapi juga berbagai hal yang secara government dianggap patut atau tidak patut dalam hal penyelenggaraan," jelasnya.

Abdul berkata penyelewengan dana rentan di lembaga filantropi. Selain karena kurangnya pengawasan, ia menyebut ada pergeseran orientasi lembaga.

"Menurut saya ketidakpatutan itu terjadi karena memang ada perosalan pergeseran orientasi dan mungkin penurunan moralitas dari sebagian kecil mereka yang menjadi penyelenggara atau pengelola lembaga filantropi," ucapnya.

Ia juga berharap, meski izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) sudah dicabut oleh Kemensos, namun, integritas pengawasan terhadap lembaga filantropi tetap harus diperkuat.

"Mudah-mudahan setelah ini persoalannya tidak berhenti dengan lembaga itu dibekukan, tapi kemudian bagaimana integritas mereka yang menjadi pengelola lembaga-lembaga filantropi itu memang harus diperkuat," imbuhnya.

Penyelewengan Dana Umat

penyerahan bantuan pangan dari ACT Palu untuk para penggali makam
Petugas penggali makam jenazah pasien Covid-19 menerima bantuan pangan dari ACT Palu, Minggu (22/8/2021). (Foto: ACT Palu).

Sebelumnya, terkuat kasus penyelewengan dana umat yang diduga dilakukan oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang dilakukan oleh sejumlah petinggi ACT.

Uang donasi yang disalurkan ACT tidak sesuai dengan jumlah yang digalang. Uang itu mengalir ke segala arus, termasuk ke dompet para petinggi.

PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan negara juga mengatakan ada masalah keuangan di lembaga itu. Beberapa diantaranya bahkan diduga terkait masalah terorisme.

Terkait hal ini, ACT mengakui pihaknya mengambil lebih dari 13,7 persen donasi sebagai dana operasional lembaga.

Sementara jika merujuk pada, Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan menyatakan bahwa sumbangan dari publik yang boleh diambil maksimal 10 persen.

Infografis Pencabutan Izin Pengumpulan Uang dan Bantuan ACT. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Pencabutan Izin Pengumpulan Uang dan Bantuan ACT. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya