Infografis Desakan Pembatalan Permenkominfo PSE Lingkup Privat

Sejumlah pihak menyoroti penerapan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat. Permenkominfo yang diamendemen pada 21 Mei 2021 itu dinilai berpotensi mempersempit ruang ekspresi digital, bahkan mengancam kebebasan pers maupun berpendapat.

oleh Anri SyaifulTriyasni diperbarui 23 Jul 2022, 09:02 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2022, 09:02 WIB
Banner Infografis Desakan Pembatalan Permenkominfo PSE Lingkup Privat. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Desakan Pembatalan Permenkominfo PSE Lingkup Privat. (Liputan6.com/Trieyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak menyoroti penerapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika atau Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik atau PSE Lingkup Privat. Permenkominfo yang diamendemen pada 21 Mei 2021 itu dinilai berpotensi mempersempit ruang ekspresi digital, bahkan mengancam kebebasan pers maupun berpendapat.

"Memang banyak sekali catatan di dalam permenkominfo ini, yang ujung-ujungnya adalah pengawasan yang berlebih. Potensi sensor sangat besar, sehingga ruang-ruang demokrasi digital itu semakin menyempit atau bahkan semakin tidak ada," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers Ade Wahyudin, Kamis 21 Juli 2022.

Hal itu dikemukakan Ade dalam media briefing bertajuk "Permenkominfo 5/2020 dan Dampaknya Bagi Kebebasan Berekspresi, Kebebasan Pers dan Hak Atas Privasi" yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Indonesia.

Merujuk pada definisi PSE Lingkup Privat pada pasal 2 ayat (2) Permenkominfo tersebut, Ade menjelaskan setidaknya ada enam poin kriteria mengenai siapa saja yang masuk sebagai PSE Lingkup Privat. Menurut dia secara spesifik definisi itu mencakup secara luas termasuk media baik pers, komunitas, hingga platform nonprofit.

Ketentuan PSE Lingkup Privat tak hanya untuk platform media sosial besar seperti Google, Meta Group, Tiktok, hingga Instagram, Namun, termasuk pula untuk situs berita, komunitas, hingga platform nonprofit.

Adapun AJI Indonesia mendesak Kemkominfo membatalkan aturan tersebut. Sebab, Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 dinilai menjadi ancaman baru bagi kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Bahkan, sejak regulasi itu terbit pada 2020, Koalisi Advokasi Permenkominfo 5/2020 telah meminta Kemkominfo membatalkan aturan tersebut.

Di lain pihak, Kemkominfo melalui Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengeklaim tidak ada pasal karet di dalam Permenkominfo mengenai PSE Lingkup Privat. Semuel menuturkan, dalam pasal yang mengatur mengenai konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum harus memenuhi dua unsur lebih dulu, yakni benar-benar merasakan dan benar-benar mengganggu.

Seperti apa bantahan Kemkominfo terkait tudingan adanya sejumlah pasal karet dalam aturan tersebut? Apa saja 4 pasal yang dinilai krusial di Permenkominfo 5/2020? Simak dalam rangkaian Infografis berikut ini:

Infografis Desakan Pembatalan Permenkominfo PSE Lingkup Privat

Infografis Desakan Pembatalan Permenkominfo PSE Lingkup Privat. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Desakan Pembatalan Permenkominfo PSE Lingkup Privat. (Liputan6.com/Trieyasni)

Infografis Bantahan Adanya Pasal Karet di Permenkominfo PSE Lingkup Privat

Infografis Bantahan Adanya Pasal Karet di Permenkominfo PSE Lingkup Privat. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Bantahan Adanya Pasal Karet di Permenkominfo PSE Lingkup Privat. (Liputan6.com/Trieyasni)

Infografis 4 Pasal Dinilai Krusial di Permenkominfo 5/2020

Infografis 4 Pasal Dinilai Krusial di Permenkominfo 5/2020. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 4 Pasal Dinilai Krusial di Permenkominfo 5/2020. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya