Liputan6.com, Jakarta Hacker Bjorka mengklaim telah membocorkan dokumen-dokumen kepresidenan, termasuk surat-surat rahasia dari Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini pun menimbulkan polemik karena Bjorka berhasil membobol data pribadi sejumlah pejabat negara. Bjorka mengunggah sejumlah dokumen yang diklaim milik Presiden Jokowi pada periode 2019- 2021.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menyebut, bahwa dokumen yang beredar adalah data-data lama.
Advertisement
"Di rapat dibicarakan bahwa memang ada data-data yang beredar oleh ya salah satunya oleh Bjorka tetapi data-data itu setelah ditelaah sementara adalah data-data umum," kata Johnny usai rapat dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin 12 September 2022.
"Bukan data-data spesifik dan data-data yang terupdate sekarang. Sebagian data-data yang lama," sambungnya.
Johnny menyebut, tim lintas dari kementerian lembaga seperti BSSN, Kominfo, Polri dan BIN sudah berkoordinasi untuk menelaah secara dalam terkait kebocoran dokumen itu.
"Perlu ada emergency response untuk menjaga tata kelola data yang baik di Indonesia untuk menjaga kepercayaan publik," ucapnya.
"Jadi akan ada emergency response team dari BSSN, Kominfo, Polri dan BIN untuk melakukan asesmen-asesmen berikutnya," sambungnya.
Johnny mengajak membangun kekuatan nasional untuk menghadapi semua bahaya di ruang digital. Dia berkata, bahaya di ruang digital itu berbentuk tindak kriminal digital.
"Ini yang harus kita jaga bersama-sama, bangun kerja bersama," tukas Sekjen NasDem ini.
Berdasarkan informasi Hacker Brjorka pada Jumat 9 September 2022 mengklaim telah membocorkan dokumen-dokumen kepresidenan, termasuk surat-surat rahasia dari BIN.
Bjorka mengatakan data berukuran 40 MB itu berisi 679.180 dokumen. Data-data tersebut dirampas per September 2022. Di situsbreached.to, Bjorka mengunggah sejumlah dokumen yang diklaim milik Presiden Jokowi pada periode 2019- 2021.
"Berisi transaksi surat tahun 2019 - 2021 serta dokumen yang dikirimkan kepada Presiden termasuk kumpulan surat yang dikirim oleh Badan Intelijen Negara yang diberi label rahasia," tulisnya di situs tersebut.
Dalam sampel tersebut tampak beberapa judul surat seperti "Surat rahasia kepada Presiden dalam amplop tertutup," "Permohonan Dukungan Sarana dan Prasana," dan "Gladi Bersih dan Pelaksanaan Upacara Bendera pada Peringatan HUT Ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 2019.
Data Pribadi Pejabat Negara Jadi Korban Bjorka
Awalnya menjadi musuh bersama, tapi kini digandrungi. Aksi peretas atau hacker Bjorka bikin pemerintah Indonesia gerah.
Nama Bjorka mulai jadi buah bibir ketika menjual 1,3 miliar data registrasi SIM prabayar yang berisi nomor handphone warga Indonesia di forum breached.to, pada 31 Agustus 2022. Sontak aksinya itu bikin geram warganet Indonesia yang khawatir menjadi korban kebocoran data.
Dalam unggahannya, Bjorka mengklaim data yang dimilikinya tersebut berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Namun, pihak Kominfo membantahnya.
Hacker Bjorka pun terus melancarkan aksinya dengan menyerang pemerintah Indonesia. Meski akun Twitter dan saluran Telegram-nya telah hilang dari platform, ia tak berhenti. Bahkan Bjorka memperluas jaringannya dengan membuka saluran Telegram private dan akun Twitter baru.
Sejauh ini, Bjorka terpantau telah membocorkan data pengguna IndiHome, KPU, registrasi SIM prabayar, dan dokumen rahasia Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kini, ia juga rajin melakukan doxing (mengungkap data pribadi ke publik) terhadap sejumlah pejabat Indonesia melalui saluran Telegramnya.
Pejabat publik yang menjadi korbannya adalah Menkominfo Johnny G. Plate, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan. Lalu, Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwoprandjono, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Mendagri Tito Karnavian, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Data pribadi yang disebar Bjorka antara lain NIK, nama lengkap, nomor ponsel, nomor Kartu Keluarga, alamat rumah, pendidikan, golongan darah hingga nomor vaksin. Ulah Bjorka tentu membuat pemerintah Indonesia gerah, namun tak sedikit warganet yang kini mendukung aksinya menguliti para pejabat.
Pihak Istana Kepresidenan telah menegaskan tidak ada data apapun yang berhasil diretas pihak-pihak tidak bertanggung jawab. "Tidak ada data isi surat apapun yang kena hack," ujar Kepala Sekretariat Kepresidenan Heru Budi Hartono.
Namun, Menko Polhukam Mahfud Md tidak menampik adanya sejumlah informasi milik negara yang diretas Bjorka. Meski begitu ia tak ambil pusing, sebab hal tersebut bukan informasi rahasia.
"Saya pastikan itu (peretasan) memang terjadi, tapi tidak ada rahasia negara," kata Mahfud saat jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Senin 12 September 2022.
Mahfud menambahkan, laporan peretasan didapatnya dari Badan Siber Sandi Negara (BSSN) dan Deputi VIII Kemenko Polhukam. Menurut dia, data yang diretas adalah dokumen biasa dan terbuka.
"Itu bukan data rahasia karena bisa diambil dari sani-sini, cuma dokumen biasa dan terbuka, tapi itu (bocor) emang terjadi," Mahfud menegaskan.
Advertisement
Pemerintah Dinilai Sepelekan Perlindungan Data Pribadi
Pemerintah dinilai menyepelekan kasus kebocoran data pribadi yang marak terjadi di Indonesia selama beberapa pekan terakhir. Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan dugaan kebocoran 1,3 miliar data registrasi SIM Card yang terjadi baru-baru ini membuat Indonesia memiliki kasus kebocoran data terbesar di Asia.
"Tentu ini jadi sebuah pertanyaan yang langsung muncul dimana-mana, siapa sebetulnya pihak harus bertanggung jawab terhadap kebocoran ini," tutur Damar dalam konferensi pers virtual baru-baru ini.
Ia mengungkapkan, menurut seorang Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam hal registrasi ini ada tiga pihak yang harus bertanggung jawab. Mereka adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) itu sendiri sebagai pihak yang mewajibkan registrasi kartu SIM, operator seluler, dan Dukcapil.
Namun, Damar melihat dalam kasus kebocoran data registrasi SIM Card beberapa waktu lalu, pihak-pihak yang terlibat dinilai saling melempar tanggung jawab. "Ini menjadi wajar kalau sebagian warga marah. Dan saya rasa kita semua di sini geram, karena kebocoran ini bukan kebocoran yang pertama. Tahun ini saja ada tujuh kebocoran," kata Damar.
Menurutnya, kebocoran tahun ini belum ditambah kasus kebocoran data yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, seperti yang dicatat oleh SAFEnet. "Ini yang menyulitkan posisi Indonesia karena Indonesia kelihatan sekali menyepelekan soal perlindungan data warga yang dikumpulkan lewat berbagai mekanisme," ungkap Damar.
Di sisi lain, merespon kebocoran data yang marak terjadi, Koalisi Peduli Data Pribadi akhirnya meluncurkan Posko Aduan Kebocoran Data Pribadi. Mereka mengatakan, dengan berulangnya kasus kebocoran data di Indonesia, negara dinilai lalai melindungi warganya.
"Suatu peristiwa yang berulang, tetapi tidak ada antisipasinya, tidak ada perbaikan," kata Bayu Wardhana dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Menurut Bayu, bagi masyarakat, dampak dari kebocoran data adalah "tidak ada rahasia di antara kita."
Salah satunya seperti nama yang disangkut-pautkan dengan pinjaman online, serta pada jurnalis, identitas menjadi terbuka dan membuat mereka tidak aman dalam melaksanakan tugasnya, salah satunya ancaman doxing. "Dalam kesempatan kali ini, kita mencoba untuk menawarkan sebuah cara bagaimana kita bisa menyalurkan kemarahan ini dengan suatu bentuk yang konstruktif."
Inisiatif yang dilakukan koalisi ini juga bertujuan untuk mencari pihak-pihak yang dirugikan oleh adanya kasus kebocoran data, untuk kemudian dikumpulkan. Posko Aduan Kebocoran Data Pribadi oleh Koalisi Peduli Data Pribadi bisa diakses melalui tautan https://s.id/kebocorandata
Setelah aduan masuk, tim akan menganalisa dan mengontak pengadu untuk diperdalam lebih lanjut. Langkah strategis kemudian akan didiskusikan lebih lanjut.
Koalisi menegaskan bahwa data-data pengadu akan dijamin terlindungi dan dirahasiakan berdasarkan kesepakan bersama. Selain itu, data yang diminta untuk aduan adalah nama dan email yang ditujukan untuk berkomunikasi.
Data yang didapatkan dari aduan, nantinya akan diverifikasi dan diklasifikasi oleh koalisi, untuk mengetahui dan dilakukan klasterisasi, darimana suatu data bisa bocor. Koalisi Peduli Data Pribadi sendiri terdiri dari SAFEnet, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, AJI, LBH Pers, dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI).
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com