Liputan6.com, Jakarta Kehidupan Ketua Umum Partai Amanat Nasional atau PAN, Zulkifli Hasan yang lebih kerap disapa Zulhas, di dunia politik seolah perjalanan bolak-balik di antara lembaga legislatif dan eksekutif. Terakhir, dia menjabat sebagai Menteri Perdagangan di Kabinet Indonesia Maju sejak Juni 2022, setelah sebelumnya menduduki posisi Wakil Ketua MPR.
Lahir 17 Mei 1962, Zulhas mengawali karier di dunia politik sebagai Ketua Lembaga Buruh Tani dan Nelayan PAN DKI Jakarta pada tahun 2000 sampai 2005. Dalam perkembangannya, ia menduduki sejumlah posisi struktural di PAN, seperti Ketua Departemen Logistik DPP PAN periode 2000-2005.
Posisi itu yang akhirnya mengantar Zulhas menjadi Wakil Ketua Fraksi PAN di Dewan Perwakilan Rakyat RI. Tak lama kemudian, dia diamanahkan menjadi Ketua Fraksi PAN DPR RI periode 2004-2009. Langkahnya di PAN terus menanjak dan pada 11 April 2005 Zulhas ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal mendampingi Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir.
Advertisement
Karier Zulhas makin moncer ketika dia terpilih sebagai Menteri Kehutanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dilantik bersama dengan 33 orang menteri lainnya dan 2 orang pejabat setingkat menteri di Ruang Credential, Istana Merdeka pada Kamis 22 Oktober 2009.
Usai menjabat sebagai Menhut, posisi lain pun menanti, yaitu Ketua MPR periode 2014-2019. Enam bulan kemudian, yaitu pada 1 Maret 2015, Zulhas terpilih sebagai Ketua Umum PAN periode 2015-2020, menggantikan Hatta Rajasa dalam Kongres PAN yang diadakan di Bali.
Cukup lama Zulhas di parlemen, ketika dia harus melepas posisi sebagai Wakil Ketua MPR yang dia jabat sejak 2019 karena Presiden Joko Widodo meminta dia masuk ke Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Perdagangan sejak 15 Juni 2022.
Yang menarik, sebulan sebelumnya, atau pada 12 Mei 2022, Zulhas bersama Ketua Umum Golkar dan Ketua Umum PPP mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menuju Pilpres 2024. Banyak yang menilai bahwa KIB merupakan koalisi bentukan Istana karena semua ketua umum koalisi adalah menteri Jokowi.
Kepada Liputan6.com yang mewawancarainya awal Oktober lalu, Zulhas bercerita banyak soal KIB, Jokowi, Pemilu 2024 dan sosok capres yang akan diusung.
Berikut petikan wawancara Zulhas dengan Ratu Annisaa dari Liputan6.com:
Tentang PAN dan Amien Rais
Ketika banyak pihak menyoal politik identitas menjelang Pilpres 2024, bagaimana Partai Amanat Nasional atau PAN melihatnya?
PAN itu filosofinya matahari. Logo kami itu matahari, logonya ya. Matahari itu apa sih filosofinya? Matahari itu salah satu ciptaan Tuhan yang paling sempurna kasih sayangnya. Matahari itu tidak membeda-bedakan orang, tidak membeda-bedakan makhluk Tuhan lain, dapatnya sama. Oh ini ada Ratu, matahari terus gelap, enggak kan? Gitu. Wah ada yang pakai peci itu jadi terang, enggak. Jadi matahari itu tidak membeda-bedakan suku, tidak membeda-bedakan agama, tidak membeda-bedakan latar belakang. Itulah PAN filosofinya.
PAN itu kita semua manusia punya kesempatan yang sama. Semua orang punya kesempatan yang sama. Apa pun sukunya, apa pun agamanya, apa pun latar belakangnya, enggak ada masalah buat kita. Makanya inklusif dan terbuka. Yang penting bagi kita punya satu visi, satu misi yang sama, agar Indonesia menjadi negara merdeka yang berdaulat dan maju. Kokoh persatuannya, itu.
Kalau sama visinya sudah, dengan berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 45 dan Pancasila, gitu. Kalau sama itu sudah, oleh karena itu di PAN itu beraneka ragam, ya semua ada di situ.
Kemudian, apa target PAN untuk menyongsong Pemilu 2024?
Ya tentu kita kerja keras agar kita bisa membuat karya ya, saya juga dipercaya sebagai Menteri Perdagangan agar ada karya, juga kader-kader PAN, ada DPRD, ada bupati, lalu berkarya, punya karya, punya legacy untuk masyarakat. Tentu masyarakat nanti akan ingat pada waktu pemilu, kan gitu. Enggak bisa sekonyong-konyong pemilu minta dipilih, kan nggak bisa begitu ya. Kita bekerja dulu melayani dengan baik, oleh karena itu nanti kepercayaan akan datang, ya.
Betul, rakyat pasti bisa menilai...
Saya dipercaya sebagai Menteri Perdagangan, ya harus siang malam dan ini menyangkut orang banyak. Nanti akan dinilai, kalau baik ya rakyat akan empati, simpati, tentu akan memilih kita, gitu.
Apakah menurut Bapak kehadiran Partai Ummat pada Pemilu 2024 nanti akan menggerus suara PAN?
Justru bagus, bagus. Karena begini, PAN ini kan partai terbuka, logonya matahari, filosofinya inklusif dan terbuka, ya. Oleh karenanya Partai Ummat sekarang bikin ya partai Islam. Jadi yang mau negara Islam, yang mau Islam, apa namanya itu, syariat Islam, silakan. Kalau kita yang moderasi, jalan tengah, Islam tengah, moderat ya, rasional, waras, yang terbuka, yang ingin membawa Indonesia menjadi negara yang maju. Kita final NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila.
Nah, oleh karena itu yang ingin jadi negara Islam, silakan. Kami kembali kepada jati dirinya, platform waktu didirikan PAN terbuka, inklusif, moderasi, moderat, wasathiyah, jalan tengah, rasional yang ingin membawa Indonesia maju sekali dengan NKRI dan Pancasilanya.
Memang ada yang berkurang, ada, tapi yang masuk lebih banyak, ya. Karena yang sekarang ada yang artis, ada macam-macam orang, ada teman-teman dari berbagai suku juga masuk. Jadi mungkin satu yang pergi, tapi yang nambah bisa 10, gitu. Dan tidak bertentangan karena ideologinya beda, beda-beda ya.
Kalau hubungan Bapak sendiri dengan Amien Rais saat ini seperti apa?
Oh baik sekali alhamdulillah, enggak ada masalah apa pun, komunikasi lancar. Bahkan saya Lebaran datang, kemarin cucu saya sunatan, Pak Amien juga datang sama Bu Amien. Bu Zul beberapa kali juga ke Jogja, gitu. Jadi alhamdulilah.
Dari kalangan internal PAN sendiri sudah mendorong Bapak untuk maju di Pilpres mendatang. Bagaimana tanggapannya?
Ya pasti. Kalau kader partai itu kan mau ketua umumnya jadi presiden, wakil presiden. Setiap kader begitu, provinsi ingin kadernya jadi gubernur, jadi bupati ya silakan. Itu kehormatan, ya. Itu cita-cita kita, cita-cita kader. Nanti kita lihat realitanya. Ada keinginan, ada dorongan, tapi nanti kita lihat ada realita. Politik begitu kan?
Advertisement
Kasihan Presiden Jokowi Selalu Disalahkan
Ada yang mengatakan terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu ada campur tangan dari Istana. Menurut Bapak bagaimana?
Saya heran tuh ya, dikit-dikit yang disalahin Pak Jokowi. Kasihan juga ya Pak Presiden itu? Apa-apa kalau anu presiden, apa-apa presiden. Presiden itu lihat saja kerjanya kan luar biasa. Saya saja kalah lho, walaupun saya merasa sudah rajin, saya enggak kuat ikut Pak Jokowi. Pak Presiden itu kerjanya, masya Allah, ya. Itu yang saya merasa paling rajin aja enggak, kadang-kadang enggak sanggup juga tuh.
Jadi ya ini urusan partai politik ya, partai politik. Ada orang (bilang) mau jadi wapres, saya tahu enggak mau kok Pak Jokowi jadi wapres. Wah ini arahan Pak Jokowi pengen jadi wapres, enggak, nggak ada tuh pingin jadi wapres. Betul itu. Tapi ini kan orang banyak, demokrasi kan orang ngomong macam-macam, tapi salah presiden lagi gitu. Saya kadang-kadang kasihan juga gitu. Ya risiko jadi presiden ya.
Kalau jadi presiden itu memang harus banyak bersabar ya, Pak?
Ya dikit-dikit ya. Misalnya jauh di sana di satu daerah, harga cabai naik presiden salah juga. Telur naik presiden juga salah, kan ada bupati ada wali kota, ada gubernur. Saya bilang, Pak ini bukan urusan kita semua, ada juga wali kota, ada gubernur. Saya pikir iya juga, jadi presiden itu susah ternyata ya.
Atau itu karena Presiden Jokowi memang begitu lekat di pikiran rakyat, sehingga kalau ada masalah apa pun ingatnya Pak Jokowi?
Iya, tapi jangan disalahkan semua, apa-apa Pak Jokowi. Kalau urusan partai ya partai.
Nah terkait Pilpres 2024, bagaimana KIB melihat nama-nama capres yang muncul saat ini? Adakah yang memenuhi kriteria capres KIB?
Ini dunia berubah cepat ya, saya baru pulang dari Amerika. Amerika itu sudah melarang islamophobia, oleh karena itu dialog Islam, Kristen, Yahudi biasa. Isu-isu Amerika sekarang bukan Timur Tengah, melainkan HAM, climate change, demokrasi, ya itu. Karena Amerika tahu sekarang kompetitornya Tiongkok.
Di Arab Saudi berubah juga nih, bukan 180, 360 derajat. Jeddah separuh hampir dibongkar. Sudah kaya Dubai nanti Arab Saudi. Sangat moderat gitu. Nah itu berubah cepat kan? Barat ada perang lagi nih ya. Boikot gas lah ini macam-macam terjadi ya, suku bunga tinggi sekarang. Waduh, kita kena dampaknya.
Nah sekarang kita ini mau apa? Masa cebong-kampret terus, apa enggak bosen? Enek ah. Kadrun apa lagi tuh lawannya itu ya, bosen. Orang sudah mikirnya beda, kita kok telat mikir gitu. Nah, oleh karena itu KIB ini ingin mengajak, jangan dong bertengkar, kamu ini suku apa? Kamu ini agama apa? Capek.
Dulu bapak saya, dulu kakek saya, dulu engkong saya, dulu adik saya, dulu tante saya, kamu lebih jelek, kami lebih bagus, ini lebih bagus, sana lebih jelek. Emang nggak ada pikiran lagi gitu? Kita boleh bertengkar dong, bagaimana nih ya, kedelai ini produksinya dua juta, nah gitu dong.
Bukan Capres, Tapi Gagasan
Jadi sosok capres seperti apa yang diinginkan KIB?
Demokrasi kita ini kan harusnya menghasilkan keadilan, kesetaraan, harmoni kan, makmur. Kok ada kesenjangan, kok disharmoni, kan gitu? Kita bicara demokrasi substansi, boleh bertengkar, tapi bertengkar pikiran agar Indonesia ini baik, maju ke depan.
Bagaimana kita menjadi negara maju tahun 2045, bertengkar ayo, pikiran. Kalau suku agama ini kan given, ya itu lakum dinukum lah. Masing-masing saling menghormati. Capek lho kalau saling ngatain terus. Saya lebih bagus, kamu lebih jelek, kamu lebih jelek. Repot kita kalau begitu terus. Enggak produktif, pengap. Padahal dunia berubah cepat.
Jadi KIB mengajak kita adu konsep gagasan berpikir, Indonesia ini mau dibawa kemana ya? Esok, lusa, sampai tahun 2045. Kita mau ngapain? Mengimpor kedelai terus tambah banyak, gitu ya kan? Mau ribut terus, gitu? Kapan kita maju kalau begitu? Jadi kita ngajak sekali lagi memikirkan bertengkarnya tidak suku, asal usul, tidak dulu sekarang, dulu sekarang.
Ya Bung Karno banyak hebatnya, salahnya ada namanya manusia. Pak Harto banyak hebatnya, ada salah, ada, karena manusia. Ibu Mega banyak baiknya, banyak, ada salah? Ada, manusia. Gusdur juga begitu, Pak SBY juga gitu, Pak Jokowi juga gitu, Pak Habibie juga gitu. Kita hormati dong pemimpin-pemimpin kita. Jangan saling mencerca, buat apa?
Jadi konsep dulu yang dilihat?
Nah, KIB ini mengajak kita geser nih pertengkaran, pertempurannya, pikiran, konsep, gagasan agar Indonesia jadi negara maju. Kita ini kompak hebat, itu dulu. Capres nanti chapter terakhir. Nanti kalau sudah bagus kita maunya yang harus dijalankan apa, baru kita cari capresnya?
Pak Airlangga layak nggak? Layak. Pak Harso layak nggak? Layak. Pak Mardiono layak nggak? Layak. Zulkifli Hasan layak nggak? Layak. Nanti kita lihat realitanya kayak apa.
Gagasan dulu yang dibentuk baru cari orangnya?
Ya, mau apa kita ini? Masa jualannya apa, ini teroris, ini cebong, ini kampret, ini lebih jelek. Tiap hari kan orang juga juga pengap itu, ya betul kan? Jadi kita ini keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia, saudara. Kok saling menyakiti terus? Kami begitu di KIB.
Advertisement
Tak Cukup Hanya Pintar
Sekarang kita beralih ke sosok Baapak sendiri yang sejak kecil sudah ditempa dengan sangat keras, bahkan pernah menjadi tukang cuci taksi dan sales panci door to door...
Yang susah banyak, enggak cuma kita ya. Dulu kan zaman-zamannya susah, makan aja kan telur dibelah delapan, zaman dulu susah. Tidak hanya saya, rata-rata. Zaman saya juga sekolah masih nyeker ya, sekolahnya juga tanah, bocor gitu. Itu memang masa-masa tahun 60-an sekian itu lagi susah ya.
Nah, Bapak memaknai itu semua sekarang ini seperti apa?
Ya begitulah kehidupan, akan terus berganti kan? Lama-lama milenial, lama-lama tua, lama-lama hilang ganti, gitu. Nah, oleh karena itu saya juga sampaikan kepada teman-teman anak-anak kita yang anak muda milenial, Gerenasi Z ya, hari ini dan akan datang milik mereka. Tidak ada jalan mudah untuk mencapai satu legacy, satu apa namanya, prestasi. Pasti jalan itu menanjak dan berliku.
Oleh karena itu saya memang selalu berpesan, saya juga melaksanakan, harus menyiapkan diri dengan baik. Tentu satu ilmunya, intelektualnya ya. Tapi ini kan enggak cukup, banyak juga orang pintar, tapi juga kepintaran enggak cukup ya. Dia harus menyiapkan juga jiwa, kekuatan jiwanya, spiritualnya, harus. Ketiga emosionalnya. Nah, jadi kalau ada satu lagi itu, apa itu inisiatif ya, keberanian gitu.
Gabungan itu kalau jiwanya kokoh, spiritualnya kokoh, ilmunya ada ya, dia akan ambil inisiatif, maka dia bisa sukses. Tapi pintar, enggak berani ya di rumah saja, gitu, ya kan repot juga. Maka penting untuk melatih diri. Kuncinya itu melatih diri, ilmu tinggi, pinter, kalau jiwanya rapuh ya, bertarung dikit, takut, apa apa takut. Cobaan berat dikit, terus ngeluh, ya enggak bisa.
Tidak cukup hanya dengan kepintaran menyongsong masa depan?
Jadi, sekali lagi ilmu iya tapi jiwa juga mesti kokoh dan tangguh sehingga menghadapi rintangan cobaan apa pun dia bisa survive. Nah, itulah saya kira yang akan berhasil. Dan itu saya melatih diri sampai sekarang. Melatih diri agar kita itu tiap saat itu bisa memperbaiki diri. Dalam Islam itu, konsepnya Jepang itu namanya continuous improvement, memperbaiki.
Jadi kalau dia ada manajemen terus diperbaiki, saya belajar dulu, manajemen kan? Di Islam itu kita belajar enggak cuma setahun sekali memperbaiki diri, tiap hari.
Subuh saya harus memperbaiki diri. Dzuhur saya harus memperbaiki, setelah Dzuhur lebih baik, nanti ada salat Ashar lagi saya harus lebih baik. Nanti salat Maghrib lagi harus lebih baik, nanti salat Isya harus lebih baik, mau tidur saya harus evaluasi lebih baik lagi dari hari kemarin. Terus saja. Jadi hidup itu ya belajar dan memperbaiki diri, terus menerus.
Memilih Mundur dari PNS
Bapak juga pernah menjadi PNS, namun Bapak melepas status PNS itu dan akhirnya memulai usaha sendiri, kenapa?
PNS itu gini. PNS itu dulu saya kan lulus SMA, cuma delapan hari, enggak lama. Karena PNS itu capeg (calon pegawai) tuh Rp 30 ribu gajinya. Saya mau punya dan mau beli mobil, mau punya rumah, gimana caranya? Jadi delapan hari (jadi PNS) saya berhenti. Itu bukan jalan saya, gitu.
Saya cari jalan yang bisa memenuhi cita-cita saya. Oleh karena itu, hidup itu harus direncanakan. Harus produktif. Kita punya roadmap dong, saya ini mau apa gitu. Kemudian dengan mau apa itu kita bekerja keras, maka produktif. Hasilnya itu bisa diukur secara kuantitas ya.
Makanya ada yang jadi presiden, jadi bupati, yang jadi pengusaha, ada di DPR, ada yang nganggur kan, ada yang enggak bekerja, ada yang minta pulsa gitu ya, macam-macam. Itu tergantung produktivitas dan road map kehidupannya, gitu.
Nah, saya punya road map tahun ini, tahun depan, tahun ketiga, tahun keempat ya, sehingga saya akan produktif bekerja. Saya mulai kerja kadang-kadang mulai jam 3 pagi. Ya memang harus begitu. Dan itu dievaluasi, diperbaiki terus menerus, mana yang kurang.
Jadi Bapak sejak usia muda memang sudah membiasakan diri untuk selalu nge-set goals?
Iya, saya waktu lulus SMA masih kos ya, tempat tidur saya bale gitu. Itu saya kalau tidur ngadep tembok, di tembok sudah saya tulis pakai pensil. Saya tiga bulan ini kerjain apa? Hasilnya apa? Itu kalau saya di tempat tidur tuh. Nah tiga bulan depan apa? Tiga bulan berikutnya apa? Tiga bulan berikutnya, setahun apa, gitu. Dan diukur secara kuantitas.
Saya juga dulu belajar kenapa ada orang kaya, orang miskin? Saya dulu di sini, ini rumah saya ini, saya sekolah lewat sini. Ntar saya lulus sekolah saya mau punya rumah di sini, gitu. Empat tahun saya beli rumah sini, lulus SMA. Empat tahun setelah lulus SMA saya bisa beli (rumah) di sini.
Saya sudah bayangin waktu saya sekolah, mimpi itu penting. Waktu sekolah saya bilang, waktu lewat sini, ntar saya kalau sudah lulus sekolah saya mau beli rumah di sini, dapat kesampaian.
Kelar beli rumah di sini, saya ketemu teman-teman di sini, saya bilang waktu itu, tahun 86, di sini kumpul sama teman-teman, tetangga. Entar suatu saat saya mau di Istana, itu tahun 86. Saya juga enggak tahu kaya apa itu jalannya ya, begitu reformasi ya bisa jadi menteri. Saya juga heran tuh.
Ada saja jalannya, meski itu berawal dari mimpi...
Memang harus mimpi, kan harus punya harapan kan? Kan enggak bisa hidup itu cuma mengalir sekadar hidup aja kan? Orang kuliah ikut kuliah, ya kan? Orang jalan ikut jalan, orang nongkrong ikut nongkrong, orang main ikut main, nggak dong. Kita punya road map ya, agar kita produktif.
Nah, sekarang apa yang Bapak rasakan sebagai tantangan?
Saya kalau bisa menyelesaikan tugas di Kemendag dengan baik saya sudah alhamdulillah. Karena ini menyangkut orang banyak, masyarakat banyak, menyangkut pangan ya. Kan kita ini harus berguna, kalau nggak ada gunanya juga buat apa jadi menteri kan?
Saya ingin ada manfaat, ada gunanya lah. Maka kami juga dengan dibantu oleh para dirjen, para direktur itu terus saja berbuat sesuatu sekuat tenaga yang kita bisa. Selama hidup akan tetap ada tantangan, ada cobaan. Nah, tergantung kita bagaimana menghadapinya.***
Advertisement