Liputan6.com, Jakarta - Teguh Samudera selaku Kuasa Hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna menilai jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) arogan dalam mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Jaya Kurnia Saleh.
Dalam dakwaan disebutkan bila Agus Supriatna menerima Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,73 miliar dalam pembelian Heli AW 101.
"JPU KPK telah mendakwa terdakwa JIK (John Irfan Kenway) bersama-sama dengan para saksi yang tunduk pada Peradilan Militer, termasuk membangun narasi secara bombastis seolah-olah klien kami menerima uang dari JIK sebesar kurang lebih Rp 17 miliar rupiah," kata Teguh Samudera dalam keterangannya, Jumat, (14/10/2022).
Advertisement
Teguh juga menyesali pernyataan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri atas pernyataan yang menurutnya belum jelas. Apalagi pernyataan itu menurut Teguh tidak mempertimbangkan perasaan para saksi yang tunduk pada Peradilan Militer atau institusi negara yang sah.
Baca Juga
Menurutnya, KPK seharusnya paham dan mengerti etika tentang rasa saling hormat menghormati sesama lembaga negara, pejabat, atau pun mantan pejabatnya.
“Akan tetapi faktanya dalam dakwaan terdakwa JIK, JPU KPK langsung menjastifikasi klien kami Agus Supriatna menerima uang sebesar Rp 17 miliar lebih untuk Dana Komando dengan dari Terdakwa JIK,” tuturnya.
Teguh juga menyayangkan sikap Ali Fikri yang menyampaikan penilaian subjektif atas keberatan yang disampaikannya. Menurut Teguh, KPK seolah menyampaikan pembenaran dengan memberi kesempatan dan memanggil kilennya sebanyak dua kali namun tidak kooperatif.
“Sungguh sangat tidak etis di ruang publik sesukanya mendiskreditkan dan merendahkan harga diri, derajat harkat martabat pribadi Mantan Kasau dan Institusi TNI," ungkap Teguh.
Tidak Boleh Sesukanya
Sebagai lembaga negata, lanjut Teguh, KPK tidak patut menyatakan persepsi subyektifnya ke publik yang merusak citra kliennya. Apalagi, menilai bantahan penasihat hukum sebagai hal yang tidak bermakna sebagai pembuktian.
“Publik sangat cerdas, sehingga paham apapun yang dikatakan jubir KPK hanya sebagai upaya menutupi lemahnya diri sendiri yang tidak percaya diri dalam melaksanakan tugasnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Teguh menjelaskan bahwa pengadaan Helikopter AW-101 dilaksanakan sewaktu Agus Supriatna menjabat sebagai KSAU. Maka, pemanggilan terhadap Agus Suprianta harus melalui atasannya.
“Tidak boleh sesukanya langsung memanggil kepada dan dialamatkan kediaman pribadi yang bersangkutan,” tegasnya.
Akan tetapi, menurut Teguh, KPK justru tidak mau mengerti dan menghormati ketentuan khusus yang berlaku di TNI sebagai lex specialis. Dia melihat KPK cenderung sesukanya dengan alasan mendasarkan pada wewenangnya lalu mendegradasi harkat martabat pejabat TNI.
“Sungguh sangat tidak terpuji, bahkan dapat dimaknai sesukanya sendiri.Harusnya kini saatnya penegakan hukum KPK murni pro justitia untuk dibuktikan dipersidangan atas hasil kerjanya, tidak perlu diruang publik via medsos menjustifikasi merendahkan harga diri harkat martabat manusia dan Institusi TNI,” ungkapnya.
Karena, kata Teguh, siapa pun yang di KPK nantinya bakal pensiun dan kembali menjadi warga biasa. "Jangan sampai karena rendah atau buruk capaian kerja KPK mengorbankan pribadi mantan Kasau dengan cara yang tidak manusiawi,” pungkas Teguh.
Advertisement
Disebut Terima Rp 17 M
Diberitakan, Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna disebut menerima keuntungan sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,73 miliar dalam pembelian Helikopter Agusta Westland (AW)-101. Uang itu disebut sebagai dana komando.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).
Dalam dakwaan disebutkan bila Irfan memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi. Disebutkan Irfan turut memperkaya Agus sebesar Rp 17,73 miliar dalam pembelian helikopter AW-101 yang rencananya akan ditampilkan saat peringatan HUT TNI AU ke-70 pada 9 April 2016.
"Serta memberikan uang sebesar Rp 17.733.600.000 sebagai Dana Komando (DK/Dako) untuk Agus Supriatna selaku KSAU dan KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yang diambilkan dari pembayaran kontrak termin ke-1," ujar jaksa KPK Arif Suhermanto dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Rabu (12/10/2022).
Irfan sendiri didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 738.900.000 atau Rp 738,9 miliar terkait pembelian Helikopter Augusta Westland (AW)-101 di TNI AU.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 738.900.000.000 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," ujar jaksa KPK Arif Suhermanto.