Liputan6.com, Jakarta - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar menyatakan perempuan merupakan kunci keberhasilan pencapaian SDGs Desa.
Peran penting perempuan desa untuk mencapai SDGs Desa kini semakin diakui dunia. Perempuan desa diakui sebagai kontributor penting dalam produksi pertanian, ketahanan pangan dan nutrisi, pengelolaan lahan, sumber daya alam, dan ketahanan iklim.
UN Women (2021) memberi kesempatan yang sama pada perempuan dan laki-laki, dapat meningkatkan produksi pertanian 2,5-4 persen. Keterlibatan perempuan dalam ranah ekonomi juga dapat mengatasi kekurangan gizi sebesar 12-17 persen.
Advertisement
"Kepeloporan perempuan desa, akan menentukan pencapaian tujuan SDGs Desa. Kepahlawanan perempuan desa adalah solusi bagi ancaman pangan, bukan hanya bagi desa, tapi juga untuk kedaulatan pangan nasional, serta untuk ketahanan pangan global," kata Gus Halim, sapaan akrab Abdul Halim Iskandar saat Peringatan Hari Perempuan Desa Sedunia 2022 di Jakarta, Sabtu (15/10/2022).
Baca Juga
Dengan demikian, partisipasi perempuan dalam pembangunan desa, kepeloporan perempuan untuk ketahanan pangan, keterlibatan perempuan desa dalam pencapaian tujuan-tujuan SDGs Desa tetaplah harus berada dalam ruang budaya desa, menghormati hasil cipta warga desa, yang telah diwarisankan turun temurun.
Gus Halim mengungkapkan, berbagai problem yang dihadapi perempuan desa di bidang sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga kesempatan kerja sebagian besar bermula dari ketidakadilan, peminggiran, dan marjinalisasi.
"Semestinya hal itu tidak boleh terjadi karena perempuan adalah bagian kembar laki-laki. Yang sebenarnya adalah, perempuan adalah penolong laki-laki. Pun begitu, laki-laki adalah penolong bagi perempuan. Laki-laki dan perempuan adalah dua sisi mata uang. Keduanya, berbeda tapi memiliki nilai yang sama," ujar Gus Halim.
Keterlibatan Perempuan Meningkat
Namun saat ini, keterlibatan perempuan desa telah meningkat. Hal itu ditunjukkan dengan kepesertaan perempuan dalam musyawarah desa, maupun pemanfaat program hingga terlibat dalam kepemimpinan desa.
"Perempuan desa kini, terlibat secara langsung dan signifikan, mengatur arah pembangunan desa, sekaligus memantau perkembangan desa," tandasnya.
Gus Halim memaparkan, tercatat sebanyak 4.120 perempuan desa menjadi kepala desa. Jumlah ini mencapai 5,5 persen dari total 74.961 kepala desa seluruh Indonesia.
Perempuan desa juga terlibat sebagai perangkat desa, yakni sebanyak 149.891 perangkat desa perempuan desa, dari total 677.335 perangkat desa seluruh Indonesia atau 22,1 persen.
Selain itu, sebanyak 83.698 perempuan desa terlibat sebagai ketua maupun anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD). Jumlah ini, mencapai 17,7 persen dari 472.825 anggota BPD seluruh nusantara.
"Ini menunjukkan bahwa perempuan desa telah berada dalam setiap ruang penyusunan kebijakan desa. Perempuan ada dalam semua tempat dibuatnya keputusan desa. Karenanya, tidak ada celah sedikitpun, untuk memarjinalkan perempuan, tidak ada jalan bagi peminggiran perempuan desa," urainya.
Gus Halim menegaskan, keterlibatan perempuan desa bukan sekedar pelengkap penderita, atau sekedar pajangan pemenuhan berbagai aturan yang ada.
"Keterlibatan perempuan desa, sungguh nyata dalam semua tahapan pembangunan desa, mulai dari perencanaan hingga evaluasi pembangunan desa. Ini membuktikan bahwa, perempuan desa memainkan peran utama dalam pembangunan desa. Perempuan desa menentukan masa depan desa," tegasnya.
Sebagai bukti, dari 4.120 desa yang dipimpin kepala desa perempuan, maka 408 desa, atau 10 persen di antaranya telah terindeks Desa Mandiri. Proporsi ini lebih tinggi daripada proporsi keseluruhan desa mandiri, terhadap total jumlah desa di Indonesia, yang baru mencapai 8 persen.
Selanjutnya 1.284 atau 31 persen desa yang dipimpin Kepala Desa Perempuan telah terindeks Desa Maju. Padahal, proporsi keseluruhan Desa Maju baru mencapai 27 persen, atas total jumlah desa di Indonesia.
Sebanyak 1.909 atau 46 persen desa yang dipimpin Kepala Desa Perempuan, telah terindeks Desa Berkembang. Padahal, proporsi Desa Berkembang nasional baru mencapai 45 persen.
Sementara itu, hanya 395 atau 10 persen desa yang dipimpin Kepala Desa Perempuan, yang masih terindeks Desa Tertinggal. Sedangkan Desa Tertinggal secara nasional proporsinya mencapai 13 persen.
Hanya 124 atau 3 persen desa, yang dipimpin Kepala Desa Perempuan, yang masih terindesk Sangat Tertinggal. Sementara proporsi Desa Sangat Tertinggal secara nasional adalah 7 persen.
"Fakta ini membuka mata kita semua bahwa kepemimpinan perempuan desa, telah membawa desa pada jalan kebangkitan desa, berjalan pada arah kemandirian desa. Kepemimpinan perempuan desa, membawa desa berkembang lebih pesat, maju lebih kilat, mandiri lebih cepat," tandasnya.
Gus Halim menambahkan, International Day of Rural Women untuk pertama kalinya, diperingati pada 15 Oktober 2008. Ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi 62/136 tanggal 18 Desember 2007.
"Resolusi ini mengakui peran dan konstribusi penting perempuan desa, termasuk perempuan adat, dalam meningkatkan pembangunan pertanian dan pedesaan, meningkatkan ketahanan pangan dan memberantas kemiskinan pedesaan,” lanjutnya.
Advertisement
Kewenangan Desa
Bagi Desa, resolusi ini bermakna penting, sebagai pengingat publik atas sumbangsih perempuan desa. Sehingga, resolusi ini harus menjadi momentum pembebasan perempuan desa, setidaknya dari dua tingkat marjinalisasi.
"Karena itulah, untuk pertama kalinya, demi menghormati perempuan desa sang mentor generasi, napas pembangunan desa maka dengan ini kami lokalkan International Day of Rural Women. Sehingga tanggal 15 Oktober diperingati sebagai Hari Perempuan Desa Se-Dunia," kata Gus Halim.
Menurut Gus Halim, Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, berkehendak memutus marjinalisasi desa, melalui asas rekognisi dan subsidiaritas.
Rekognisi negara diterjemahkan menjadi pemberian kode wilayah desa secara resmi, dan menjadi basis penyaluran dana desa. Saat ini terdapat 74.961 desa, dan sepanjang tahun 2015-2022 telah disalurkan Rp468 triliun dana desa. Efeknya, APBDes Se-Indonesia meningkat dari Rp52 triliun menjadi Rp118 triliun.
Pemanfaatan dana desa, kebijakan alokasi APBDes diatur sendiri oleh desa. Undang-Undang Desa, secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan, memberikan kewenangan sangat besar bagi desa, untuk mengurus urusan masyarakat yang kita kenal self governing community.
Undang-Undang Desa, menegaskan prinsip kesetaraan dan keadilan, sehingga pembangunan desa mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat.
"Tidak boleh ada yang terlewatkan dalam pembangunan desa. Tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan gender warga desa, tidak bole ada marjinalisasi perempuan di desa," pungkasnya.
Secara khusus, Undang-Undang Desa menegaskan pentingnya peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan desa. Undang-Undang Desa, memberi tempat dan atensi khusus untuk pelibatan perempuan desa.