Cak Imin : Kalah di WTO, Indonesia Perlu Buat Aliansi Berbasis Komoditi

Indonesia kalah melawan Uni Eropa dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel (nikel ore) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO).

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 05 Des 2022, 13:25 WIB
Diterbitkan 05 Des 2022, 13:25 WIB
Muhaimin Iskandar alias Cak Imin
Muhaimin Iskandar alias Cak Imin saat peluncuran buku di Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2022). (Dok. Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia kalah melawan Uni Eropa dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel (nikel ore) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO).

Terkait hal tersebut, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin menyatakan kekalahan Indonesia menunjukkan bahwa ada kekuatan global yang terus memaksa Indonesia untuk melakukan ekspor bahan mentah.

"Pembatasan/pelarangan ekspor bahan mentah merupakan policy nasional kita untuk mendorong kepentingan hilirisasi industri dalam negeri. Namun pemaksaan ekspor ini malah akan menguntungkan negara-negara lain, khususnya Barat," kata dia dalam keterangannya, Senin (5/12/2022).

Cak Imin menyebut negara barat kini membalas dendam dengan membatasi harga minyak Rusia.

"Sekarang kita lihat juga bagaimana negara-negara barat sepakat membatasi harga minyak Rusia menjadi 60 dollar/barrel. Sebagai " balasan" atas policy OPEC+ yang mengurangi produksi minyak mereka sebanyak 2 juta barrel/hari," lanjut Cak Imin

Cak Imin mneyebut, model persekutuan dagang berbasis produsen komoditi seperti OPEC itu terus mendesak Indonesia.

“Semacam aliansi antarnegara berbasis komoditi. Misalnya untuk batubara, kita bisa membangun persekutuan dengan Afrika Selatan, Rusia, Australia sebagai sesama produsen. Untuk nikel bisa dengan Caledonia, Filipina. Untuk gas bisa dengan Qatar, UEA, Kazakhstan, Rusia. Agar stabilitas harga dan pasokan terjamin. Juga lebih mandiri menentukan kuantitas ekspor," tambahnya.

Cak Imin menegaskan Indonesia ini produsen nikel dan sawit terbesar dunia, penghasil timah nomor 2 dunia, nomor 4 di batubara dunia, pemilik cadangan gas terbesar se Asia Pasifik serta produsen karet nomor 6.

"Kalau kita tidak bersekutu dengan sesama produsen, maka kita akan terus jadi sasaran pemaksaan dan blackmail dari negara-negara barat. Lha wong barangnya punya kita kok mereka yang maksa-maksa," kata dia.

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Akan Banding

Diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyatakan, Pemerintah akan mengajukan banding setelah kalah melawan Uni Eropa dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel (nikel ore) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO).

"Ini kan sebetulnya enggak boleh dibicarakan dahulu, tapi kan sudah banyak berita. Langkah pertama kita tentu banding," kata Zulkifli Hasan saat ditemui di Jakarta, Senin (5/12/2022).

Sebelumnya, Indonesia menghadapi gugatan Uni Eropa soal kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Larangan ekspor nikel mentah memang menjadi perhatian serius pemerintah, tujuannya melipatgandakan nilai tambah ke dalam negeri.

Adapun , Presiden Joko Widodo memprediksi bahwa ada kemungkinan Indonesia kalah dalam gugatan di WTO. Namun, ia menegaskan kalau hilirisasi dan industrialisasi nikel sudah berjalan.

Adapun substansi gugatan yang dilayangkan Uni Eropa di WTO adalah pemakaian diksi 'melarang'. Artinya, bukan pada kegiatan ekspor sesuai dengan syarat sesuai ketentuan hilirisasi yang digadang di Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya