Pemuda Muhammadiyah Resmi Polisikan Peneliti BRIN, Minta Segera Dipecat

Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah resmi melaporkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) atas nama AP Hasanuddin ke Bareskrim Polri. Hal ini lantaran komentar yang dianggap telah menyinggung warga Muhammadiyah.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 25 Apr 2023, 18:12 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2023, 18:12 WIB
Salah seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang (AP) Hasanuddin mengeluarkan sebuah pesan bernada ancaman bagi Muhammadiyah.
Salah seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang (AP) Hasanuddin mengeluarkan sebuah pesan bernada ancaman bagi Muhammadiyah. (Twitter @HisyamMochtar)

Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah resmi melaporkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) atas nama AP Hasanuddin ke Bareskrim Polri. Hal ini lantaran komentar yang dianggap telah menyinggung warga Muhammadiyah.

"Kita sudah diterima untuk menyampaikan laporan terkait dengan adanya dugaan fitnah pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang diduga dilakukan saudara AP Hasanuddin di akun Facebooknya," kata Ketua Bidang Hukum dan HAM Pemuda Muhammadiyah Nasrullah saat ditemui wartawan, di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (25/4/2023).

Sebagai pelapor, kata dia, laporannya terhadap AP Hasanuddin telah diterima Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dengan nomor laporan polisi, LP/B/76/IV/2023/Bareskrim Polri tertanggal 25 April 2023.

Adapun alasan Nasrullah melaporkan AP Hasanuddin buntut komentar ancaman yang disampaikannya. Atas kalimat 'perlu saya halalkan darahnya' ketika berkomentar terkait penentuan hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah yang dilakukan Muhammadiyah.

"Juga telah dikonfirmasi oleh yang bersangkutan di media. Sehingga kami memutuskan untuk mengambil langkah hukum untuk mengadukan hal tersebut ke Mabes Polri," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Sedek Bahta selaku Sekretaris Bidang Hubungan Antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah turut menanggapi terkait laporan yang hanya ditujukan kepada AP Hasanuddin. Karena, ia yakin dalam laporan itu Thomas Djamaluddin juga akan didalami penyidik.

"Kami yakin sungguh bahwa penyidik akan memanggil juga Thomas Djamaluddin. Karena tanpa status beliau itu tidak akan mungkin ada komentar ini (AP Hasanuddin). Apalagi status beliau itu juga patut diduga agak-agak bertendensi provokatif itu," kata dia.

Sehingga, Sadek mengatakan keterkaitan Thomas Djamaluddin yang awalnya turut berkomentar sehingga mendapat respon oleh AP Hasanuddin, nantinya akan dibuktikan penyidik apakah akan memenuhi unsur dugaan pidana.

"Kenapa kami hari ini hanya melaporkan AP Hasanuddin itu karena kami yakin bahwa sangat memenuhi unsur. Pernyataan atau komentar, saudara AP Hasanuddin di kolom komentar status FB Thomas Djamaluddin," katanya.

Adapun dalam laporan ini, AP Hasanuddin turut dilaporkan dengan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) dan atau pasal 45B jo Pasal 29 UU No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE.

 

 

Minta BRIN Segera Pecat

Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah berharap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memecat peneliti Andi Pangerang (AP) Hasanuddin. Imbas komentar bernada ancaman yang dilontarkannya di media sosial.

"Tidak pantas itu, untuk dipertahankan. Pecat itu jalan paling toleran," ujar Sekretaris Bidang Hubungan antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah Sedek Bahta kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (25/4/2023).

Menurutnya, pemecatan terhadap AP Hasanuddin harus diambil BRIN sebagai sikap tegas lembaga. Sebab AP Hasanuddin yang seorang aparatur sipil negara (ASN) telah mencederai wibawa instansinya.

"Pecatkan tidak lantas hidup diakhiri begitu. Tapi beliau diberhentikan dari pegawai negeri agar masyarakat lain diberikan pelajaran tidak boleh begitu lagi," tuturnya.

Disamping itu, Sadek juga turut membawa persoalan komentar nada ancaman AP Hasanuddin ke jalur hukum. Meski, dirinya tetap membuka peluang permintaan minta maaf kepada warga Muhammadiyah.

"Perdamaian tetap kita utamakan, tapi konteks perdamaian itu kaya gimana, kita maklumkan, tapi proses hukum tetap jalan, proses hukum ini jalan untuk memberikan efek jera," ujarnya.

Efek jera, kata Sadek, perlu diberikan karena persoalan perbedaan penentuan 1 Syawal antar umat beragama tidak seharusnya direspon secara berlebihan. Terlebih, hal itu bukan suatu hal baru di Indonesia ketika ada yang berbeda dalam penetuan tersebut.

"Jadi proses hukum ini hari ini kita datang insyaallah jalan terus jadi kita maafkan, tapi proses hukumnya jalan," jelasnya.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya