Anggota Baleg DPR Pastikan RUU PPRT Junjung Tinggi Nilai-Nilai Budaya

Sturman Panjaitan memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut akan mengedepankan nilai-nilai budaya.

oleh Fachri pada 05 Mei 2023, 09:40 WIB
Diperbarui 05 Mei 2023, 09:32 WIB
Sturman Panjaitan.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Sturman Panjaitan. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT (RUU PPRT) kini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Sturman Panjaitan pun memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut akan mengedepankan nilai-nilai budaya.

“Beberapa waktu lalu saya sendiri telah bertemu dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak, Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Pada kesempatan itu kami saling memberi masukan terkait pengaturan yang akan dinormakan dalam RUU ini,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima, Kamis (4/5/2023).

Sturman mengatakan bahwa hal itu dilakukan agar UU PPRT dapat betul-betul dirasakan dampaknya oleh masyarakat secara umum tanpa ada yang merasa dirugikan, baik penyedia lapangan kerja, pemberi kerja, dan pekerja rumah tangga.

“Serta menjunjung tinggi nilai-nilai budaya serta adat istiadat di masyarakat,” katanya.

Sturman menegaskan komitmennya untuk mengawal rancangan undang-undang tersebut dengan penuh prinsip kehati-hatian dalam pembahasannya.

Hapus Diskriminasi

Menko PMK
Menko PMK Muhadjir Effendy meninta Pemda melakukan konvergensi program untuk mencegah stunting dan menghapus kemiskinan ekstrem. (Ist)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) bertujuan menghapuskan diskriminasi terhadap pekerja rumah tangga, baik secara sosial, maupun ekonomi.

"RUU PPRT juga mendorong pemenuhan hak dan kewajiban yang diberikan kepada PRT dan pemberi kerja," ucapnya.

Muhadjir menyebutkan bahwa ada lima hal yang harus menjadi perhatian bersama dalam penyusunan RUU PPRT. Kelima hal tersebut meliputi bias (gender, kelas sosial, feodalisme, dan ras), diskriminasi terkait tidak adanya pengakuan identitas sebagai pekerja untuk mengakses pekerjaan yang layak, identitas, jaminan dan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban, serta terbatasnya akses informasi, pendidikan, dan ekonomi.

Ia juga menjelaskan bahwa RUU PPRT ini menjadi legitimasi terhadap prinsip resiprokal bagi Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri sebagai pekerja domestik.

"Sehingga, dapat menjadi upaya dalam menuntut negara lain dalam memberikan perlindungan PMI pekerja domestik," imbuh Muhadjir.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya