Polemik Pemberhentian Brigjen Endar Priantoro, Ombudsman dan KPK Diminta Duduk Bersama

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menggelar jumpa pers terkait, terkait kelanjutan laporan dugaan maladministrasi terhadap pencopotan Brigjen Endar Priantoro oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari jabatan Direktur Penyelidikan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 01 Jun 2023, 09:30 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2023, 09:30 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencabut seluruh akses Brigjen Pol Endar Priantoro di Gedung Merah Putih.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencabut seluruh akses Brigjen Pol Endar Priantoro di Gedung Merah Putih. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menggelar jumpa pers terkait, terkait kelanjutan laporan dugaan maladministrasi terhadap pencopotan Brigjen Endar Priantoro oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari jabatan Direktur Penyelidikan.

Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng menyebut KPK tidak kooperatif karena pemanggilan konfirmasi pemeriksaan terhadap Ketua KPK Firli Bahuri dan Sekjen KPK, Cahya Harefa, belum kunjung dipenuhi bahkan disebut memberi jawaban mengejutkan.

"Intinya adalah KPK secara kelembagaan tidak dapat memenuhi permintaan tersebut dengan sejumlah alasan yang intinya itu mempertanyakan untuk tidak mengatakan menolak kasus ini menjadi bagian dari objek pengaduan Ombudsman," kata Robert kepada awak media, Selasa 30 Mei 2023.

Menanggapi komentar KPK terhadap Ombudsman, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Erfandi menyatakan perdebatan antara KPK, Endar Priantoro dan Ombudsman terjadi karena persoalan tersebut tidak ditempatkan pada posisi yang proporsional.

Dia menjelaskan, pemberhentian Endar dari KPK bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama, terkait pemberhentian Endar secara prinsip menjadi kewenangan kepegawaian termasuk internal KPK, namun jika ada indikasi maladministrasi yang dilakukan oleh KPK terhadap pemberhentian pegawainya maka menjadi hak bagi Endar untuk melapor ke Ombudsman.

Perspektif kedua, lanjut Erfandi, terkait pemberhentian Endar tidaklah tepat jika hanya ditangani oleh Ombudsman.

“Pemberhentian tersebut uraiannya adalah keputusan yang bersifat beschiking (penetapan). Terhadap keputusan tersebut, Ombudsman tidak memilki wewenang karena hal tersebut jika ada sengketa masuk pada kompetensinya PTUN sebagaimana diatur dalam UU 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan,” jelas Erfandi.

Dia menyarankan, Ombudsman dapat masuk pada persoalan maladministrasi dalam proses pemberhentian Endar saja. Sebab keputusan untuk memberhentikan Ombudsman tidak berwenang.

“Karena itu persoalan internal KPK dan hanya dapat digugat oleh Pak Endar ke PTUN,” dia menutup.

 

Ombudsman Akan Jemput Paksa Firli Bahuri Cs Terkait Laporan Brigjen Endar Priantoro

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menyebut pimpinan Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kooperatif terhadap proses pemeriksaan dugaan pelanggaran administrasi dalam pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari jabatan direktur penyelidikan KPK.

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyebut pihaknya bisa menjemput paksa Firli Bahuri cs jika terus-terusan tak kooperatif terhadap proses administrasi. Diketahui, Ombudsman melayangkan surat pemanggilan sebanyak dua kali pada 11 Mei dan 22 Mei 2023. Namun, dua panggilan pemeriksaan itu tak diindahkan oleh KPK.

Opsi pertama, kata Robert, jika pihak KPK tak kooperatif, maka akan dianggap tidak menggunakan hak untuk memberikan jawaban atas pelaporan Brigjen Endar. Meski demikian, Ombudsman menyatakan tetap akan melanjutkan proses pemeriksaan.

"Kita kemudian menganggap yang bersangkutan tidak menggunakan haknya, dan ombudsman melanjutkan proses pemeriksaan tanpa keterangan, informasi, dan klarifikasi dari pihak yang bersangkutan. Ini terjadi di sejumlah kasus," ucap Robert.

Opsi kedua, lanjut Robert, Ombudsman RI melakukan upaya jemput paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU 37 Tahun 2008. Ombudsman bisa menghadirkan pihak KPK secara paksa dengan bantuan Polri.

"Pemanggilan paksa dengan bantuan Polri ini diambil ketika kami menilai ketidakhadiran itu karena unsur kesengajaan, apalagi secara terang benderang menyampaikan argumentasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman," kata Robert.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya