MA Terbitkan Surat Edaran Larangan Pengadilan Catat Pernikahan Beda Agama

Sobandi memastikan, penerbitan SEMA ini telah melibatkan para stakeholder di antaranya MUI, tokoh agama dan pemuka agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha untuk menyerap aspirasi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 29 Agu 2023, 23:11 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2023, 23:11 WIB
Gedung MA
Gedung Mahkamah Agung di Jakarta. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 02 tahun 2023 yang melarang pengadilan mencacat pernikahan beda agama. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi menyatakan SEMA Nomor 02 tahun 2023 ini sudah berlaku dan harus dijalankan setiap pengadilan.

"Terkait permohonan penetapan perkawinan antar-umat yang berbeda agama, MA telah menerbitkan pedoman sebagaimana termuat dalam SEMA Nomor 02 Tahun 2023 yang pada pokoknya melarang Pengadilan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama," ujar Sobandi dalam keterangannya, Selasa (29/8/2023).

Sobandi memastikan, penerbitan SEMA ini telah melibatkan para stakeholder di antaranya MUI, tokoh agama dan pemuka agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha untuk menyerap aspirasi dengan tetap memedomani ketentuan Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sobandi menyebut SEMA ini juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XX/2022 tanggal 31 Januari 2023 yang pada pokoknya dalam pertimbangan hukum putusan tersebut menyatakan norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dalam pertimbanganngnya, MK menyatakan norma tersebut tidak bertentangan dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

"Terkait isu pelanggaran HAM terhadap pelarangan perkawinan antar-umat yang berbeda agama, dapat diterangkan bahwa implementasi HAM di Indonesia berbeda dengan HAM di negara-negara sekuler, dimana HAM di Indonesia tetap mengacu kepada Pancasila sebagai norma dasar pembentukan hukum yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Sobandi.

 

Pegangan Para Hakim MA

Dikutip dari website MA, SEMA Nomor 02 tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan itu para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:

1. Perkawinan yang sah adalah perkawjnan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.

SEMA ini ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin.

Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia
Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya