Ketum Projo soal Isu Jokowi Akan ke Golkar: Bahasanya Jangan Tidak Tertarik

Ketua Umun DPP Projo Budi Arie Setiadi mengaku, belum mendengar Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bergabung dengan Partai Golkar.

oleh Tim News diperbarui 19 Mar 2024, 18:31 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2024, 18:31 WIB
Jokowi Prabowo Hadiri HUT Partai Golkar
Dalam sambutannya, Jokowi mengingatkan semua peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak jemawa atau angkuh apabila menang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umun DPP Projo Budi Arie Setiadi mengaku, belum mendengar Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bergabung dengan Partai Golkar.

"Enggak ada, Enggak, enggak, enggak (gabung Golkar)," kata Budi Arie, saat diwawancarai di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2024).

Lebih lanjut, saat ditanya apakah Presiden Jokowi tak tertarik untuk bergabung dengan Partai Golkar, Budi Arie tak menjelaskan secara rinci.

"Bahasanya jangan tidak tertarik tapi bahasanya lebih baik seperti sekarang ini bahasanya kan lebih enak ya. Kalau tidak tertarik nanti enggak enak," imbuh dia.

Diberitakan sebelumnya, Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyebut kalau partainya dan Presiden Jokowi memang memiliki hubungan yang sangat dekat.

"Pak Jokowi dan Partai Golkar memang sudah rapat," kata Airlangga di DPP Golkar, Jakarta Barat, Minggu (10/3/2024).

Airlangga mengatakan Presiden Jokowi sudah dekat dengan Partai Golkar, contohnya soal iklan Golkar. Tak hanya itu, Airlangga pun menilai Presiden Jokowi nyaman dengan partainya tersebut.

"Jadi karena sudah rapat sudah beriringan lihat saja iklan-iklan Partai Golkar bersama Pak Jokowi. Sehingga tentu itu menunjukkan bahwa kedekatan Pak Jokowi dan kenyamanan Pak Jokowi dengan Partai Golkar," pungkasnya.

 

Disindir

Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mengakui Presiden Joko Widodo sudah menjadi kader partai sejak tahun 1997. Hal ini mencuat seiring nama Jokowi diwacanakan akan duduk sebagai ketum partai tersebut.

Ketua Badan Pemenang Pemilu (Bappilu) Golkar Maman Abdurrahman menyindir pernyataan Ridwan, yang dianggapnya sebagai ahli nujum.

"Di Partai Golkar itu ada macam-macam ahli. Ada ahli Ilmu Astronomi, ahli ilmu Dokter, ahli ilmu alam dan bahkan ada ahli ilmu nujum," kata Maman, saat dihubungi merdeka.com, Selasa (19/3/2024).

"Nah Kanda Ridwan Hisyam ini masuk dalam kategori kader Partai yang ahli ilmu nujum, saya belum sanggup mengikuti cara berpikir beliau karena terlalu diatas rata-rata," sambung dia.

Kendati demikian, Maman mengatakan, Partai Golkar sangat menghargai pernyataan Ridwan Hisjam soal Presiden Jokowi. Sebab, partainya terbuka untuk siapapun untuk bergabung.

"Pada prinsipnya Partai Golkar adalah Partai terbuka untuk siapapun mereka yang ingin membangun bangun bangsa apalagi Pak Joko Widodo," kata dia.

Namun, dia menegaskan Partai Golkar solid mendukung Airlangga Hartarto utntuk duduk sebagai Ketua Umum Golkar untuk kali kedua.

"Sangat solid karena seluruh Ketua DPD 1 Golkar propinsi diseluruh Indonesia menginginkan Pak Airlangga jadi ketua umum kembali," imbuh Maman.

 

Masuk Bursa Ketum

Diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diisukan masuk dalam bursa calon Ketua Umum (Ketum) Golkar.

Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mengakui Jokowi sudah menjadi kader partai sejak tahun 1997. Kala itu, Jokowi juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo) Solo Raya di periode 1997 sampai 2002.

"Makanya dia bisa jadi Ketua (Asmindo), karena dia Golkar," kata Ridwan saat dihubungi merdeka.com, Senin (18/3/2024).

Dia bercerita, di zaman orde baru mayoritas penguasa adalah kader Golkar. Dari hal ini, Golkar seolah menjadi syarat mutlak bagi siapapun pengusaha yang ingin bergabung ke dalam sebuah asosiasi.

"Kalau yang jadi pengurus, pengurus-pengurus asosiasi itu kalau dia tidak kader Golkar tidak bisa duduk di asosiasi," tuturnya.

Ridwan juga mencontohkan perjalanan karirnya. Kala itu, dia masuk ke dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Ridwan memulai sebagai pengurus Hipmi Jawa Timur, hingga akhirnya menduduki kursi ketua Umum.

"Nah itu zaman-zaman Jokowi juga di Solo Raya. Jadi Jokowi itu Ketua Asmindo namanya, Asosiasi Mabel Indonesia tahun 1997-2002. Nah 1997 itu kan masih zaman orde baru, makanya dia bisa jadi Ketua, karena dia Golkar," terangnya.

Ketika Jokowi jadi anggota, Asmindo diketuai oleh Bob Hasan. Seorang pengusaha terkenal yang diberi julukan raja hutan di era Soeharto.

"Di Pusat pada waktu itu Asmindo itu Mabel, Ketua Umumnya itu namanya Bob Hasan. Bob Hasan itu pengurus DPP Partai Golkar, orang kaya zaman ini yang punya pabrik kertas, yang dipegang Prabowo. Itu sekarang jadi IKN itu loh, di Kalimantan Timur tanahnya, itu tanahnya Bob Hasan," beber Ridwan.

Ridwan melanjutkan, dengan kondisi seperti ini, tidak mungkin pengurus DPP Golkar mengangkat pejabat struktural organisasi jika bukan berasal dari partai yang sama.

 

 

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya