Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah menyatakan, pihaknya terus memantau dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia.
Salah satunya terkait kasus Undang-Undang ITE. Tercatat dari periode 2020 sampai 2024 itu ada 73 aduan terkait dengan kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang ITE.
Baca Juga
"Baik itu yang sifatnya kriminalisasi tuduhan pencemaran nama baik termasuk ada beberapa kasus yang itu adalah dalam konteks kritik dalam sistem perekrutan CPNS di beberapa wilayah di Aceh, Surabaya dan beberapa wilayah yang lain," kata Anis saat hadir di acara Laporan Tahunan Amnesty secara daring pada Rabu (24/4/2024).
Advertisement
Anis mengungkapkan, kasus pelanggaran HAM lain yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM yaitu terkait dengan konflik agraria.
Anis melaporkan dari sekitar 5.300 kasus pelanggaran HAM yang diadukan setidaknya separuh lebih dari kasus itu merupakan letusan konflik agraria yang terjadi sepanjang tahun 2022, tahun 2023 dan tahun 2024.
Menurut dia, jumlahnya cenderung terus meningkat karena dampak dari proyek strategis nasional. Selain itu, Anis mengatakan, kriminalisasi juga diprediksi terus meningkat di beberapa sektor termasuk adalah sektor perkebunan sawit, tambang, dan lain sebagainya.
"Jadi dorongan untuk reforma agraria itu masih jauh sekali untuk diwujudkan pemerintah. Meskipun baru-baru ini pemerintah baru menerbitkan Perpres tentang bisnis dan HAM, tetapi sebenarnya itu juga belum bisa dijadikan jaminan ada pendekatan yang dirubah untuk mendorong pengalihan arus utamanya hak dalam penanganan konflik agraria yang terjadi di Indonesia," ucap dia.
Â
Perlindungan Kelompok Rentan
Disisi lain, Anis membeberkan kasus yang turut menjadi perhatian Komnas HAM yakni perlindungan kelompok rentan dan marjinal. Inj juga salah satu pengaduan kasus yang ditangani Komnas HAM meliputi kelompok disabilitas, perempuan, anak, pekerja migran dan masyarakat adat.
"Mereka rentan karena kebijakan yang tersedia masih diskriminatif atau bahkan karena kelompok rentan belum adanya satu kebijakan yang melindungi mereka misalnya masyarakat adat sampai hari ini RUU belum disahkan olen pemerintah. Termasuk juga RUU PPRT.
"Sehingga penghormatan perlindungan masih mengandalkan perlindungan baik mereka yang memperkerjakan kelompok perempuan," ujar dia.
Advertisement