Toni Tamsil Divonis 3 Tahun Penjara di Kasus Menghalangi Penyidikan Korupsi Timah

Putusan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tuntutan JPU yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara terhadap Toni Tamsil.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 02 Sep 2024, 22:20 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2024, 22:20 WIB
Ilustrasi Penangkapan
Ilustrasi penahanan tersangka korupsi. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Pangkal Pinang menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap terdakwa Toni Tamsil alias Akhi terkait kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan tahun 2022.

Majelis hakim menyatakan, terdakwa Toni Tamsil terbukti secara sah melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa [Toni] oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun," tulis putusan yang tertera dalam SIPP PN Pangkalpinang yang dikutip Senin (2/9/2024).

Adapun persidangan digelar pada Kamis, 29 Agustus 2024. Diketahui, putusan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara.

Selain itu, JPU juga menuntut agar Toni Tamsil dikenakan denda sebesar Rp200 juta, yang apabila tidak bisa dibayarkan maka diganti dengan pidana pengganti atau subsider tiga bulan penjara.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kejagung Respons Muncul Nama Brigjen Mukti di Sidang

Dirtipnarkoba Bareskrim, Brigjen Mukti Juharsa saat ditemui awak media.
Dirtipnarkoba Bareskrim, Brigjen Mukti Juharsa saat ditemui awak media. (Merdeka.com/Bachtiarudin Alam)

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi munculnya nama Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipid Narkoba) Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa dalam persidangan kasus korupsi komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moeis. 

Mukti diduga menjadi admin dari grup WhatsApp (WA) dengan nama New Smelter yang dibuat untuk memuluskan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, kepentingan pemanggilan seseorang ke persidangan memungkinkan dilakukan oleh majelis hakim.

"Dalam sistem peradilan pidana kita hakim memimpin, memeriksa dan mengadili perkaranya sehingga semua berdasarkan kewenangan majelis hakim,” tutur Harli saat dikonfirmasi, Senin (26/8/2024).

Menurutnya, proses persidangan kasus korupsi komoditas timah masih berjalan. Hakim nantinya dapat menentukan seberapa penting menghadirkan Brigjen Mukti Juharsa di persidangan.

"Persidangan ini masih berproses, tentu majelis hakim yang menentukan sejauh mana urgensinya," kata Harli.

 


Muncul di Sidang Harvey Moeis

Penampilan Harvey Moeis Saat Jalani Sidang Dakwaan Kasus Korupsi Timah
Kerugian negara tersebut timbul dari pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nama Mukti Juharsa muncul dalam sidang kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Di hadapan majelis hakim, General Manager PT Timah Tbk Ahmad Samhadi hadir sebagai saksi dan mengulas dugaan keterlibatan Mukti. Dia menyebut, sosok jenderal itu pada 2016 masih berpangkat Kombes saat menjadi admin grup WA New Smelter.

Grup WA yang dibuat oleh mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bangka Belitung itu disebut Samhadi untuk memudahkan PT Timah Tbk dalam berkoordinasi dengan perusahaan smelter swasta yang terafiliasi. Adapun yang tergabung di dalamnya ada dua anggota kepolisian, pihak PT Timah, dan sejumlah smelter swasta.

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya