Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung telah memeriksa 126 saksi terkait kasus dugaan korupsi impor gula di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2023 yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Advertisement
Baca Juga
"Keterangan dari informasi penyidik ada 126 saksi ya, dengan 3 ahli yang sudah diperiksa dalam perkara ini," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harili Siregar, Rabu, (11/12/2024).
Advertisement
Selain itu, Kejaksaan juga tengah menunggu hasil perhitungan kerugian negara. "Nah, nanti kita lihat dan penyidik juga sedang fokus melakukan pemberkasan terhadap perkara ini dan sedang menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari ahli," ujarnya.
Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Dalam keterangannya, Kejagung menuturkan bahwa kasus ini bermula ketika Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, dalam rapat koordinasi (rakor) antarkementerian pada tanggal 12 Mei 2015 disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula sehingga tidak memerlukan impor gula.
Kejagung menyebut persetujuan impor yang dikeluarkan itu juga tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Penetapan Tersangka Tom Lembong Diduga Bermuatan Politis, Komnas HAM Diminta Lakukan Investigasi
Zaid Mushafi selaku Tim Hukum Tom Lembong melaporkan kasus impor gula yang membuat kliennya menjadi tersangka kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Hal itu dilakukan, karena dia meyakini kasus terkait sarat dengan intrik politik.
“Kami masih sangat meyakini bahwasannya ada hal-hal berbau politik dalam proses penangkapan atau penahanan dan penetapan tersangka dari Pak Tom Lembong ini,” kata Zaid kepada insan pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
Zaid menyatakan, jika kasus impor gula adalah benar ulah Tom maka mengapa proses hukum baru dilakukan setelah sembilan tahun. Apalagi, momentumnya pasca Pilpres 2024.
“Kenapa setelah 9 tahun proses ini baru dilaksanakan? kenapa proses ini dilaksanakan setelah pagelaran Pilpres 2024? Itu yang kami minta agar kepada Komnas HAM melakukan penyelidikan-penyelidikan dan investigasi apa yang kami rasakan, Pak Tom merasakan dan keluarga rasakan ini, benar bahwasannya ada pelanggaran HAM terhadap hak-hak Pak Tom yang dilindungi di dalam KUHAP dalam proses penetapan tersangka,” yakin Zaid.
Zaid memastikan, pihaknya memiliki parameter diskriminasi soal aduan yang dilakukan kepada Komnas HAM. Sebab jika melihat rentang waktu, penyidikan dilakukan pada tahun 2015-2023 dan ketika periode tersebut ada 6 menteri perdagangan dan Tom Lembong adalah menteri yang kedua.
Advertisement
Singgung soal Diskriminasi
“Kenapa mulainya dari yang kedua dan berhenti di kedua? Kenapa nggak yang pertama ataupun yang terakhir dulu? Nah ini sebenarnya ada apa? Ini kan pertanyaan yang wajar kalau kayak gini, sepertinya kan (ada diskriminasi). Setelah 9 tahun kita baru diperiksa dan di antara seluruh kebijakan impor di 6 menteri dimulai dari Pak Tom dan hanya berhenti di Pak Tom,” heran Zaid.
Zaid menambahkan, dalam kasus impor gula dirinya belum dengar ada lagi menteri yang dipanggil oleh Kejagung. Namun demikian, bukan berarti pihaknya mendorong agar kembali ada eks menteri yang diperiksa.
“Kita nggak meminta itu kepada Kejaksaan untuk segera manggil. Itu hak dan wewenang kejaksaan. Tapi ketika kami berpikir ini adalah diskriminasi, saya rasa kami berhak menyatakan hal tersebut ,” Zaid menandasi.
Reporter: Nur Habibie/Merdeka