Liputan6.com, Jakarta Fadillah alias Datuk (37), sopir koas muda berinisial LD, yang juga mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sriwijaya (Unsri), resmi ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.
Datuk menganiaya Chief koas Unsri, Muhammad Lutfi, di tengah diskusi dengan Sri Meilani, ibu LD, koas muda yang tak terima dengan jadwal piket di malam tahun baru 2024. Penganiayaan tersebut terjadi di salah satu kafe di Jalan Demang Lebar Daun, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (11/12/2024) lalu.
Baca Juga
Datuk datang bersama kuasa hukumnya, Titis Rachmawati, untuk memenuhi panggilan di Jatanras Polda Sumsel, Jumat siang (13/11/2024) sekitar pukul 11.00 WIB. Setelah menjalani pemeriksaan, Datuk akhirnya ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan, dengan ancaman hingga lima tahun penjara.
Advertisement
Pada Senin pagi (16/12/2024), tersiar kabar jika Sri Meilani, ibu LD akan diperiksa di Polda Sumsel sebagai saksi penganiayaan yang dilakukan sopir pribadinya. Namun, pemeriksaan dilakukan di tempat berbeda, yakni di Polsek Ilir Timur (IT) II Palembang.
Hingga berita ini ditulis, proses pemeriksaan Sri Meilani sebagai saksi penganiayaan Muhammad Lutfi belum juga rampung.
Video penganiayaan yang awalnya viral di media sosial (medsos), masih terus disoroti oleh warganet. Walau Datuk sudah jadi tersangka, namun warganet masih khawatir dengan sosok ayah LD, yang merupakan pejabat penting di Kementerian PUPR, akan mempengaruhi kinerja kepolisian dalam menangani kasus tersebut.
Kekhawatiran tersebut diredam dengan ucapan dari Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto. Dia memastikan proses hukum yang dibebankan ke tersangka Fadillah alias Datuk, sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Proses penyidikan penganiayaan yang dialami dokter koas Unsri, Muhammad Lutfi, sudah ditangani oleh Subdit 3 Unit 5 Ditreskrimum Polda Sumsel. Sunarto memastikan pengusutan kasus penganiayaan tersebut dilakukan secara profesional dan proporsional yang didasari sesuai fakta.
"Fakta yang dipereleh itu atas dasar penyidik bergerak. Jadi, intervensi tidak berlaku di kami," ujar Sunarto, Senin (16/12/2024).
Sama halnya diungkapkan Direktur Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sumsel Kombes Pol Anwar Reksowidjojo yang memastikan jika jabatan ayah LD tak akan mempengaruhi kinerja timnya dalam menangani kasus penganiayaan tersebut.
"Siapa bapaknya, bukan hubungan kami. Yang jelas, tak ada intervensi atas kasus ini. Kita lurus jalan terus memproses kasus ini," tegas Anwar.
Motif Penganiayaan
Dari hasil interogasi dengan tersangka Fadillah alias Datuk, terungkap motif penganiayaan yang terekam kamera CCTV di kafe. Awalnya Datuk menemani ibu LD bernama Sri Meilani untuk bertemu dengan korban dan rekan-rekannya. Pertemuan tersebut terwujud atas keinginan Sri Meilani, pengusaha butik di Kota Palembang.
Sri Melani merasa keberatan dengan keputusan korban yang memberikan jadwal piket di malam tahun baru di Rumah Sakit (RS) Siti Fatimah Az-Zahra Palembang. Karena menurut saksi Sri Meilani, jadwal tersebut tidak adil untuk anaknya, karena libur tahun baru adalah waktunya berkumpul dengan keluarga.
Istri dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJL) Kalimantan Barat (Kalbar) Dedy Mandarsyah tersebut mengintimidasi korban dengan jadwal piket yang sudah disetujui rekan-rekan dokter muda lainnya dan sudah sesuai prosedur.
"Ibu dari teman korban ini mengintimidasi dengan mengatakan, 'kenapa anaknya dijadwalkan saat hari kumpul keluarga'. Tersangka merasa nada korban tidak sopan (ke ibu LD), sehingga terjadi penganiayaan," katanya.
Penganiayaan yang dilakukan Datuk terekam kamera CCTV kafe, yang membuat status Datuk dari awalnya saksi naik menjadi tersangka. Penetapan status baru tersebut juga diperkuat dengan barang bukti baju dan hasil visum at rapertum setelah penganiayaan serta keterangan dari beberapa saksi.
Terkait beredarnya isu jika CCTV di kafe tidak aktif, Kombes Pol Anwar Reksowidjojo langsung membantahnya. Karena rekaman kamera CCTV itulah yang memperkuat Polda Sumsel menetapkan status tersangka ke Datuk.
Advertisement
Profil Dedy Mandarsyah, Pejabat PUPR yang Diduga Ayah Pelaku Penganiayaan Dokter Koas Unsri
Dedy Mandarsyah menjadi sorotan setelah namanya dikaitkan dengan dugaan kasus penganiayaan yang melibatkan seorang mahasiswa koas Universitas Sriwijaya (Unsri). Kasus ini diduga bermula dari konflik jadwal piket jaga malam saat libur Natal dan Tahun Baru 2025.
Diketahui, Dedy Mandarsyah seorang pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Nama Dedy mencuat setelah netizen menyerbu akun media sosial Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat, tempat ia menjabat sebagai Kepala Balai.
Sorotan tak hanya tertuju pada kasus tersebut, tetapi juga pada rekam jejak dan harta kekayaannya yang terungkap melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Berikut adalah profil lengkap Dedy Mandarsyah, latar belakang kariernya, Sabtu (14/12).
Dilansir dari berbagai sumber, Dedy Mandarsyah diketahui saat ini menjabat sebagai Kepala BPJN Kalimantan Barat, sebuah posisi strategis di bawah Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.
Ia baru menjabat posisi tersebut sejak Oktober 2024, menggantikan Handiyana. Sebelum itu, Dedy memiliki pengalaman panjang di berbagai posisi penting dalam kementerian.
Baca selengkapnya di sini