Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan status tersangka kepada lima korporasi dalam kasus korupsi tata niaga komoditi timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015-2022. Kelima korporasi tersebut adalah PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB dan CV VIP.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Pidana Chairul Huda menilai, hal itu keliru atau tidak dibenarkan secara hukum. Alasannya, status tersangka tidak dapat dibenarkan secara hukum positif lantaran kelima perusahaan belum terbukti melakukan kerusakan lingkungan yang dihitung sebagai kerugian keuangan negara.
Advertisement
Baca Juga
“Kalau soal bisa sih, bisa saja (penetapan tersangka), dia (Kejagung) punya kewenangan untuk itu, tapi kan secara normatif tidak benar dong,” kata Huda.
Advertisement
Huda juga menilai, nilai kerugian negara akibat kasus ini yang diklaim mencapai Rp300 triliun belum bisa dibuktikan. Maka dari itu, nilai kerugian yang dibagi kepada 5 tersangka korporasi tersebut juga menjadi pertanyaan.
“Saya kira Rp300 triliun, mana Rp300 triliun? Yang namanya Rp300 triliun itu kan tidak terbukti. Karena tidak terbukti itulah sementara dia sudah gembar-gembor dan bagaimana untuk menutupi tersangka dari perusahaan-perusahaan itu,” tutur Huda.
“Jadi ini merupakan wujud dari kegagalan Kejagung yang mereka (belum) membuktikan berapa nilai kerugian yang digembar-gemborkan selama ini, di kasus sepertinya Rp300 triliun,” imbuh Huda.
Dampak Buruk
Huda pun mewanti, status tersangka yang disematkan Kejagung kepada lima korporasi terkait bisa memberi dampak buruk bagi pendapatan negara. Sebab, pajak yang biasanya diterima negara dari lima perusahaan akan berkurang karena tidak beroperasi atau menurunnya produktivitas.
“Jangan sampai menegakkan hukum terhadap korporasi itu menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar,” dia menandasi.
Advertisement
Kerugian Negara
Diberitakan sebelumnya, menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah, pihaknya membebankan uang atas kerugian negara terhadap lima tersangka korporasi tersebut.
Adapun rinciannya yakni kerugian lingkungan hidup dari kasus timah ditanggung oleh PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun.