Ketum PITI Minta MA Tinjau Kembali Putusan Pengadilan Terkait Sengketa Merek

Ipong pun meminta kepada MA untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan-putusan terkait merek PITI.

oleh Tim News diperbarui 13 Jan 2025, 16:24 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2025, 13:01 WIB
Gedung MA
Gedung Mahkamah Agung di Jakarta (Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ipong Hembing Putra, mengaku kaget mendengar adanya putusan pengadilan yang memenangkan pihak lain dalam sengketa merek PITI.

Padahal, Ipong mengungkapkan, pihaknya sudah dimenangkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 2023 lalu.

“Saya sampaikan keberatan saya, tanpa ada sidang, tanpa saya hadir, ada keputusan, padahal kasus tersebut tentang merek, saya sudah dimenangkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 24 Agustus 2023,” ungkapnya.

Bahkan di tingkat Kasasi pun, menurut Ipong, pihaknya telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung.

“Kemudian, penggugat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung, tetap saya dimenangkan oleh Mahkamah Agung, dengan hal tersebut saya dua kali menang, tapi tiba-tiba tanpa sidang, tanpa kehadiran ada putusan yang mengagetkan,” ujarnya.

Ipong pun meminta kepada MA untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan-putusan terkait merek PITI.

“Saya minta Ketua Mahkamah Agung agar meninjau kembali, buktikan, karena saya tidak hadir di pengadilan, tanpa saya sidang, tanpa saya hadir, tapi bisa ada putusan,” ungkapnya.

Selain meminta MA melakukan peninjauan kembali, Ipong pun meminta perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial (KY), bahkan kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

 

Respons Persatuan Islam Tionghoa Indonesia

Tim hukum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Ricky Firmansyah Djong SH menanggapi pengakuan Ketua Umum Persaudaraan Islam Tiongha Indonesia Ipong Hembing bahwa dirinya tidak diundang dalam persidangan terkait merek logo PITI di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

“Mengenai tidak adanya undangan dan atau panggilan sidang dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kepada Saudara Ipong dalam proses persidangan Nomor 82/Pdt.Sus-HKI-Merek/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst, itu tidak benar. Pak Ipong telah dipanggil secara patut sebanyak 3 (tiga) kali, akan tetapi tetap tidak mau menghadiri persidangan dan atau mengirimkan kuasa hukumnya. Padahal menurut kesaksian dari beberapa orang anggota Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), yang hadir pada sidang pertama, telah melihat Pak Ipong ada di Pengadilan sehingga mengira Pak Ipong akan bersidang. Akan tetapi dia pulang lagi dan tidak menghadiri sidang pertama maupun sidang-sidang selanjutnya,” kata Ricky.

Lebih lanjut, Ricky menegaskan masalah Ipong hadir atau tidak hadir dalam persidangan tidak menjadi sesuatu hal yang wajib. Selama surat pemberitahuan panggilan sidang (Relass) itu sampai pada Ipong dan atau penggilan terhadap para pihak telah dilakukan secara patut, maka Panggilan tersebut dianggap sah.

Menurut Ricky, kalau panggilan tidak sampai kepada para pihak, biasanya juru sita sudah menyampaikan pada panitera untuk disampaikan kepada para pihak untuk dilakukan panggilan melalui media massa (koran).

“Kalau pihak yang dipanggil tidak hadir juga maka perkara bisa diputus secara verstek (putusan tanpa ada kehadiran tergugat), tetapi karena dari pihak kantor merek sebagai turut tergugat hadir pada sidang di Pengadilan Niaga maka sidang tetap berlanjut seperti biasanya,” ujar Ricky.

Dia juga mengingatkan Putusan dari gugatan perkara PITI No.32/Pdt.Sus-HKI/Merek/2023/PN.Niaga Jkt.Pst yang pertama itu adalah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Artinya gugatan ditolak/tidak dapat diterima karena cacat formil, dalam hal perkara tersebut dikarenakan gugatan dianggap kurang jelas.

"Jadi, materi pokoknya belum diperiksa dan juga belum diadili. Meskipun pada proses kasasi Mahkamah Agung, kasasi tersebut juga ditolak, tetapi pokok perkara tetap dianggap belum diputus siapa yang menang dan siapa yang kalah. Sehingga perkara baru yang diajukan oleh PITI Persatuan tidak masuk kategori nebis in idem (perkara yang sama dilakukan gugatan berulang) dan di Gugatan yang baru tersebut (perkara nomor 82/Pdt.Sus-HKI-Merek/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst) seluruh syarat formil dan materill telah kami perbaiki,” ujar Ricky.

Berbeda dengan hasil putusan perkara sebelumnya, dikatakan Ricky, bahwa pada perkara nomor 82/Pdt.Sus-HKI-Merek/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, setelah memeriksa seluruh dokumen perkara, memeriksa bukti-bukti, mendengarkan keterangan saksi-saksi dan, keterangan ahli, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat secara tegas memutuskan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

“Pengadilan juga memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk dan taat serta melaksanakan Putusan Pengadilan Niaga, mencoret pendaftaran merek PERSAUDARAAN ISLAM TIONGHA INDONESIA (PITI) + Lukisan, Nomor Pendaftaran IDM000657831, tertanggal 08 Januari 2018 di kelas 45 dari Daftar Umum Merek," Ricky menambahkan.

Lebih jauh Ricky juga menyinggung soal adanya tuduhan tentang dugaan adanya mafia peradilan, yang juga dinilainya sangat tidak benar.

“Ini adalah sesuatu hal yang biasa disampaikan oleh pihak yang kalah, dan silakan pihak Ipong membuktikan tuduhannya tersebut. Jika hal tersebut disampaikan tanpa adanya bukti yang mendasar, maka hal itu merupakan perbuatan fitnah dan bentuk dari upaya penggiringan opini. Jadi, hal ini sungguh tidak pantas diucapkan oleh seseorang yang mengaku sebagai ketua dari suatu perkumpulan ormas,” tegas Ricky.

Infografis Prabowo Beri Kesempatan Koruptor Tobat
Infografis Prabowo Beri Kesempatan Koruptor Tobat. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya