Liputan6.com, Jakarta - Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi membantah anggaran untuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkena efisiensi anggaran sebesar 50 persen. Dia pun meminta agar detail soal jumlah anggaran yang dipangkas.
"Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Silahkan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru," kata Hasan kepada wartawan,
Advertisement
Baca Juga
Dia menyampaikan bahwa efisiensi anggaran yang diminta Presiden Prabowo Subianto yakni, kementerian/lembaga menghilangkan biaya-biaya yang tidak penting. Hasan memastikan tenaga dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena efisiensi anggaran.
Advertisement
"Efisiensi yang sesuai arahan presiden Prabowo adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN kita, tapi tidak mengurangi otot. Tenaga pemerintah dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena pengurangan lemak ini," tuturnya.
Hasan menjelaskan ada empat kriteria yang tak terdampak efisiensi anggaran yakni, gaji pegawai, layanan dasar prioritas pegawai, layanan publik, dan bantuan sosial. Dia menyampaikan mitigasi bencana akan tetap berjalan optimal, meski ada efisiensi anggaran.
"Jadi mitigasi bencana merupakan layanan publik yang dipastikan optimal," jelas Hasan.
Sebelumnya, Komisi V DPR RI mengesahkan pagu indikatif anggaran 2025 untuk sejumlah kementerian dan lembaga negara, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dengan nilai hasil yang diefisiensikan hingga 50 persen.
Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi V DPR RI yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis, Ketua Komisi V DPR Lasarus mengumumkan bahwa pagu indikatif APBN 2025 hasil efisiensi yang disahkan untuk BMKG adalah senilai Rp1,403 triliun dari sebelumnya senilai Rp2,826 triliun, kemudian untuk Basarnas Rp1,011 triliun dari sebelumnya Rp1,497 triliun.
Ketua Komisi V DPR RI yang juga Politikus PDIP Lasarus berdalih, pagu indikatif ini harus dilakukan karena sudah diatur dalam tata tertib dan juga sudah ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan diperkuat Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
"Pagu indikatif itu kewenangan penuh pemerintah, ya, itu sudah pakem, makanya ada Inpresnya dan turun surat dari Menteri Keuangan. Setelah disahkan pagu indikatifnya kita akan rapat khusus dengan kementerian dan lembaga terkait, yang kemudian diperdalam lagi programnya dengan eselon 1-3," jelas dia.
Berdampak pada Belanja Barang dan Pemeliharaan
Sementara, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin mengatakan, pihaknya secara prinsip mendukung dan mengikuti arahan efisiensi anggaran sebagaimana Instruksi Presiden Prabowo.
Namun, kata dia, pemotongan anggaran tersebut berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Dia menjelaskan bahwa terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, serta modifikasi cuaca yang andal bagi masyarakat serta mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.
BMKG menilai efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen, sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.
Advertisement
Alat Sensor Gempa yang Sudah Tua
Adapun diketahui hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan salah satu Aloptama yang dimiliki oleh BMKG dan mayoritas kondisinya saat ini sudah melampaui usia kelayakan.
"Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70 persen," kata dia seperti dilansir ari Antara.
Selain itu, kajian dinamika iklim dan tektonik jangka menengah dan panjang di Indonesia sulit terlaksana, sementara modernisasi sistem dan peralatan BMKG terhenti termasuk keselamatan transportasi udara yang membutuhkan akurasi 100 persen tidak terwujud, dan keselamatan transportasi laut terganggu.
Dampak lainnya, layanan untuk ketahanan pangan, energi, air, serta pembangunan berketahanan iklim dan bencana terganggu, termasuk peran BMKG dalam peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan ASEAN.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)