Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi X DPR RI, Nilam Sari Lawira, berharap agar kualitas pendidikan di Indonesia dapat lebih baik dan inklusif, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Ia menekankan pentingnya peningkatan kompetensi tenaga pendidik di daerah tersebut, karena kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru.
Baca Juga
"Kalau tenaga pendidiknya punya kompetensi yang baik, tentu mutu pendidikan yang didapatkan oleh anak-anak di daerah terpencil juga bisa meningkat dan lebih baik," kata Nilam dalam keterangannya, Selasa (4/3/2025).
Advertisement
Politikus NasDem ini juga mengingatkan pentingnya perhatian pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik, misalnya dengan menyediakan anggaran untuk pelatihan guru di daerah 3T.
"Misalnya daerah menyiapkan anggaran untuk meningkatkan kompetensi guru, khususnya di daerah terpencil. Kualitas pendidikan kita harus bisa merata. Selama ini di daerah-daerah pelosok, terutama yang masuk wilayah 3T itu kan kesulitan tenaga pendidik, nah ini juga harusnya jadi perhatian," jelasnya.
Selain itu, Nilam juga menyoroti masalah fasilitas pendidikan yang masih memprihatinkan di banyak daerah, termasuk di Sulawesi Tengah, yang merupakan daerah asalnya.
Sekolah-sekolah di wilayah tersebut masih membutuhkan perbaikan fasilitas belajar, dan infrastruktur yang buruk sering kali menjadi hambatan bagi anak-anak di daerah terpencil untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
"Jarak yang jauh dari pusat kota, infrastruktur yang tidak memadai, serta keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan harus segera dicarikan solusi, jangan sampai memperparah kondisi pendidikan kita," kata Nilam.
Dia berharap agar pemerintah segera mencari solusi atas masalah-masalah ini agar anak-anak di pedalaman dan wilayah kepulauan dapat mengakses pendidikan yang lebih baik dan meningkatkan literasi, sehingga kualitas SDM di daerah dapat bersaing dengan daerah maju.
PPDB Diubah Jadi SPMB
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi mengumumkan penggantian sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Sistem ini akan diterapkan mulai tahun 2025.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menjelaskan bahwa skema SPMB akan memiliki empat jalur penerimaan: domisili, prestasi, afirmasi, dan mutasi.
"Kami sampaikan bahwa jalur penerimaan murid baru itu ada empat, yang pertama adalah domisili atau tempat tinggal murid, yang kedua prestasi, yang ketiga jalur afirmasi, dan yang keempat jalur mutasi," kata Abdul Mu'ti dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Jalur domisili merupakan penyesuaian dari sistem zonasi yang selama ini diterapkan, dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Jalur prestasi mencakup prestasi akademik dan non-akademik, termasuk olahraga, seni, dan kepemimpinan.
"Non-akademik ada dua, olahraga dan seni, sekarang ditambah kepemimpinan. Mereka yang aktif sebagai pengurus OSIS atau misalnya Pramuka atau yang lain-lain nanti akan menjadi pertimbangan jalur prestasi," ujarnya.
Jalur afirmasi ditujukan bagi penyandang disabilitas dan murid dari keluarga kurang mampu. Sementara itu, jalur mutasi diperuntukkan bagi murid yang orang tuanya mengalami perpindahan tugas, termasuk anak dari guru yang mengajar di sekolah tertentu.
Advertisement
Bukan Sekedar Ganti Nama
Abdul Mu'ti menegaskan bahwa perubahan dari PPDB ke SPMB bukan sekadar pergantian nama, tetapi merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan layanan pendidikan bagi semua kalangan. "Rancangan ini sudah kami sampaikan kepada Bapak Presiden, dan beliau mengatakan setuju dengan substansi dari usulan kami," tuturnya.
Terkait hal itu, Pengamat pendidikan Doni Koesoema menekankan pergantian kebijakan PPDB tidak boleh hanya sekadar mengganti istilah tanpa ada perbedaan substansi yang nyata. Menurutnya, perubahan tersebut harus memberikan dampak agar dapat dirasakan oleh masyarakat.
"Pergantian kebijakan itu kan tentu bukan sekedar ganti ya. Jadi pergantian sebuah kebijakan apalagi nama kebijakannya itu diharapkan oleh masyarakat juga ada perubahan dari sisi substansinya," kata Doni kepada Liputan6.com, Jumat (31/1/2025).
Ia menilai bahwa dalam pengalaman pengambilan kebijakan di Indonesia, setiap pergantian menteri kerap membawa perubahan istilah yang terkadang tidak diiringi dengan perubahan dalam sistemnya. Oleh karenanya, ia mendorong adanya inovasi dalam perubahan kebijakan tersebut agar masyarakat mendapatkan manfaat yang nyata dalam proses PPDB yang baru ini.
"Kalau hanya seperti itu, hanya ganti nama saja tetapi substansinya tidak berubah ya sama saja kan, masyarakat tidak menemukan ada inovasi atau kebaruan di dalam proses PPDB ini," imbuhnya.
Doni memandang bahwa perubahan nama PPDB menjadi SPMB sebenarnya dapat mempermudah dalam pelaksanaan penerimaan murid baru ini. Mengingat, hal ini bisa memberi efek formalitas terhadap lembaga pendidikan.
"Penggantian nama ini memang mempermudah ya, sebenarnya sistem penerimaan murid baru kan sudah ada dulu, Sebelum PPDB ya. Jadi mungkin dari sisi penamaannya saja lebih mengutamakan dimensi relasi sekolah, guru dan siswa di sekolah formal. Karena istilah peserta didik itu untuk semua. Peserta didik itu semua yang belajar di pendidikan formal, non formal, informal. Nah kalau murid itu identiknya sekolah formal," ucapnya.
