Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerima, surat presiden (supres) terkait penunjukan wakil pemerintah dalam pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Â
Hal itu disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani saat pidato penutupan Sidang Paripurna ke-16 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (25/3).
Advertisement
Baca Juga
"Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan dewan telah menerima surat dari presiden republik Indonesia yaitu R-19/pres/03/2025 hal penunjukan wakil pemerintah untuk membahas rancangan undang-undang tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana," kata Puan.Â
Advertisement
Puan mengatakan surat tersebut akan ditindaklanjuti dengan mekanisme yang berlaku. Yakni, sesuai peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2020 tentang tata tertib. Dia menjelaskan, pembahasan Revisi KUHAP menjadi tupoksi Komisi III DPR RI. Namun, akan diputuskan setelah pembukaan masa sidang yang akan datang.
"Mekanisme yang berlaku ini merupakan domain atau tupoksi komisi III. Namun baru akan kami putuskan setelah pembukaan sidang yang akan datang," imbuh Puan.
Diketahui, revisi KUHAP masih dibahas di Komisi III DPR.
Para anggota masih mendalami sejumlah muatan yang layak dipertimbangkan untuk dimasukan ke beleid tersebut.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah mempercepat pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan target penyelesaian pada tahun 2025.
Langkah ini diambil agar KUHAP yang baru dapat diterapkan secara selaras dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dijadwalkan berlaku mulai Januari 2026.Â
Â
Pentingnya Pembaruan KUHAP
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menekankan pentingnya pembaruan KUHAP untuk lebih menjamin hak asasi manusia, keadilan, dan kepastian hukum. Salah satu isu krusial yang dibahas adalah penetapan batas waktu maksimal dua tahun bagi status tersangka. Hal ini bertujuan untuk menghindari penetapan status tersangka yang berkepanjangan tanpa kejelasan hukum.Â
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan bahwa pembahasan KUHAP ditargetkan rampung dalam dua masa sidang ke depan. KUHAP yang baru diharapkan menganut nilai-nilai restoratif, restitutif, dan rehabilitatif, sesuai dengan semangat KUHP yang baru. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada perubahan terhadap wewenang polisi sebagai penyidik utama dan jaksa sebagai penuntut tunggal.Â
Namun, beberapa pihak mengkritisi draf RUU KUHAP yang dianggap mundur dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Misalnya, dalam draf tersebut, penuntut umum diberikan kewenangan untuk menawarkan penyelesaian perkara kepada tersangka atau terdakwa dengan peran paling ringan, yang dinilai dapat membuka peluang penyalahgunaan wewenang.Â
Â
Advertisement
Soal Koordinasi Antara Penyidik dan Penuntutan Umum
Selain itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, menyoroti perlunya perbaikan mekanisme prapenuntutan dalam revisi KUHAP. Ia menekankan pentingnya pengaturan yang lebih jelas mengenai koordinasi antara penyidik dan penuntut umum untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan memastikan penanganan perkara yang lebih efektif.Â
Dengan berbagai masukan dan kritik dari berbagai pihak, diharapkan revisi KUHAP yang sedang dibahas dapat menghasilkan sistem hukum acara pidana yang lebih adil, transparan, dan sesuai dengan perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat Indonesia.
Â
Reporter: Alma FikhasariÂ
Sumber: Merdeka.comÂ
