Jaksa Agung Basrief Arief telah memerintahkan kepada Jaksa Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) agar menindaklanjuti upaya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) perkara Yayasan Supersemar.
"Sudah teruskan ke Jamdatun untuk ditindaklanjuti, minggu kemarin, kalau tidak salah, yang pasti secara formal sudah diajukan," kata Basrief di Kejagung, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Sementara terpisah, Jamdatun ST Burhanuddin mengaku belum mengajukan PK atas perkara Yayasan Supersemar itu lantaran tertunda surat keterangan saksi ahli. Padahal rencana upaya PK itu akan didaftarkan akhir Juli lalu
"Kita masih tunggu saksi satu profesor dari Universitas Sumatera Utara, baru mau tambah itu," kata Burhanuddin di Kejagung, Jakarta, Jumat (23/8).
Alasan menunggu surat tersebut, lantaran akan digunakan untuk melengkapai berkas PK yang akan diajukan. Namun semua tergantung MA.
"Mau jadi saksi ahli atau mau buat pernyataannya tertulis. Jadi nanti profesor itu membuat pendapat," ujar Burhanuddin.
Saat ditanya kapan selesai melengkapi berkas tersebut, Burhanuddin belum bisa memastikan. "Kalau waktunya belum tahu, tapi secepatnya," ujarnya.
Pengajuan PK itu penting dilakukan lantaran terdapat salah ketik jumlah nominal dalam putusan kasasi oleh Mahkamah Agung. Apalagi, Kejaksaan selaku jaksa pengacara negara telah menerima Surat Kuasa Khusus (SKK) dari presiden untuk mengajukan pendaftaran PK ke MA.
Burhanuddin mengungkapkan dalam putusan kasasi tertulis nilai gugatan yang dibayarkan seharusnya senilai Rp 185 miliar, namun di amar putusan tertulis Rp 185 juta. Adanya kesalahan nominal dalam amar putusan tersebut membuat Kejagung tidak bisa melakukan eksekusi.
Dalam gugatan yang diajukan oleh pemerintah yang diwakili Jaksa Agung akhirnya Yayasan Supersemar dihukum membayar ganti kerugian ke negara dengan total Rp 3,7 triliun.
Melalui putusan Mahkamah Agung no 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II dinyatakan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. (Ein)
"Sudah teruskan ke Jamdatun untuk ditindaklanjuti, minggu kemarin, kalau tidak salah, yang pasti secara formal sudah diajukan," kata Basrief di Kejagung, Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Sementara terpisah, Jamdatun ST Burhanuddin mengaku belum mengajukan PK atas perkara Yayasan Supersemar itu lantaran tertunda surat keterangan saksi ahli. Padahal rencana upaya PK itu akan didaftarkan akhir Juli lalu
"Kita masih tunggu saksi satu profesor dari Universitas Sumatera Utara, baru mau tambah itu," kata Burhanuddin di Kejagung, Jakarta, Jumat (23/8).
Alasan menunggu surat tersebut, lantaran akan digunakan untuk melengkapai berkas PK yang akan diajukan. Namun semua tergantung MA.
"Mau jadi saksi ahli atau mau buat pernyataannya tertulis. Jadi nanti profesor itu membuat pendapat," ujar Burhanuddin.
Saat ditanya kapan selesai melengkapi berkas tersebut, Burhanuddin belum bisa memastikan. "Kalau waktunya belum tahu, tapi secepatnya," ujarnya.
Pengajuan PK itu penting dilakukan lantaran terdapat salah ketik jumlah nominal dalam putusan kasasi oleh Mahkamah Agung. Apalagi, Kejaksaan selaku jaksa pengacara negara telah menerima Surat Kuasa Khusus (SKK) dari presiden untuk mengajukan pendaftaran PK ke MA.
Burhanuddin mengungkapkan dalam putusan kasasi tertulis nilai gugatan yang dibayarkan seharusnya senilai Rp 185 miliar, namun di amar putusan tertulis Rp 185 juta. Adanya kesalahan nominal dalam amar putusan tersebut membuat Kejagung tidak bisa melakukan eksekusi.
Dalam gugatan yang diajukan oleh pemerintah yang diwakili Jaksa Agung akhirnya Yayasan Supersemar dihukum membayar ganti kerugian ke negara dengan total Rp 3,7 triliun.
Melalui putusan Mahkamah Agung no 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II dinyatakan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. (Ein)