Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Andi Tumpa ikut buka suara terkait pengabulan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sudjiono Timan. Menurut Harifin, ada sejumlah kesalahan yang dilakukan majelis PK.
Harifin pun berharap Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawas hakim perlu melakukan penelusuran terkait hal tersebut. "Kalau melihat itu (ada yang janggal), KY bisa melakukan kajian," kata Harifin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (26/8/2013).
Menurutnya, KY memang perlu turun tangan guna menelusuri kejanggalan-kejanggalan dalam putusan PK tersebut. Terlebih, bila memang ditemukan bukti adanya pelanggaran yang dilakukan majelis PK, maka KY tak boleh tinggal diam.
"Kalau majelis hakim selama memutuskan perkara itu terbukit ada pesoalan-persoalan lain, misalnya suap, itu jadi ranah KY atau penegak hukum lain," ujar Harifin.
Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sudjiono dinilai telah merugikan negara sebesar US$ 120 juta dan Rp 98,7 juta.
Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas Sudjiono Timan. Jaksa tak terima dengan putusan itu. Karena dalam tuntutannya, jaksa meminta hakim memvonis Sudjiono 8 tahun penjara, denda Rp 30 juta, serta membayar uang pengganti Rp 1 triliun. Jaksa pun mengajukan kasasi.
Di tingkat kasasi, MA mengabulkan permohonan Jaksa. Majelis Kasasi yang diketuai Bagir Manan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 50 juta kepada Sudjiono. Tak hanya itu, Majelis Kasasi juga meminta Sudjiono membayar uang pengganti sebanyak Rp 369 miliar.
Namun, hingga saat ini Kejaksaan belum dapat mengeksekusi Sudjiono. Sebab sejak 7 Desember 2004 keberadaan Sudjiono tidak diketahui rimbanya. Sudjiono juga sudah tidak tinggal di rumahnya lagi di Jalan Diponegoro Nomor 46, Menteng, Jakarta Pusat. (Mut/Sss)
Harifin pun berharap Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawas hakim perlu melakukan penelusuran terkait hal tersebut. "Kalau melihat itu (ada yang janggal), KY bisa melakukan kajian," kata Harifin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (26/8/2013).
Menurutnya, KY memang perlu turun tangan guna menelusuri kejanggalan-kejanggalan dalam putusan PK tersebut. Terlebih, bila memang ditemukan bukti adanya pelanggaran yang dilakukan majelis PK, maka KY tak boleh tinggal diam.
"Kalau majelis hakim selama memutuskan perkara itu terbukit ada pesoalan-persoalan lain, misalnya suap, itu jadi ranah KY atau penegak hukum lain," ujar Harifin.
Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sudjiono dinilai telah merugikan negara sebesar US$ 120 juta dan Rp 98,7 juta.
Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas Sudjiono Timan. Jaksa tak terima dengan putusan itu. Karena dalam tuntutannya, jaksa meminta hakim memvonis Sudjiono 8 tahun penjara, denda Rp 30 juta, serta membayar uang pengganti Rp 1 triliun. Jaksa pun mengajukan kasasi.
Di tingkat kasasi, MA mengabulkan permohonan Jaksa. Majelis Kasasi yang diketuai Bagir Manan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 50 juta kepada Sudjiono. Tak hanya itu, Majelis Kasasi juga meminta Sudjiono membayar uang pengganti sebanyak Rp 369 miliar.
Namun, hingga saat ini Kejaksaan belum dapat mengeksekusi Sudjiono. Sebab sejak 7 Desember 2004 keberadaan Sudjiono tidak diketahui rimbanya. Sudjiono juga sudah tidak tinggal di rumahnya lagi di Jalan Diponegoro Nomor 46, Menteng, Jakarta Pusat. (Mut/Sss)