Kematian aktivis HAM Munir hingga kini masih menyimpan sejumlah pertanyaan. Meski sudah ada terpidana dalam kasus ini, yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto, tetap saja ada segumpal tanya yang masih tersisa.
Dalam buku Indonesia X-Files: Menungkap Fakta dari Kematian Bung Karno Sampai Kematian Munir, ahli forensik Abdul Mun'im Idries menulis panjang lebar perihal kasus pembunuhan ini. Bagi Mun'im, penyebab kematian Munir pada September 2004 sudah jelas: diracun dengan zat arsenik. Namun bagaimana arsenik itu bisa masuk ke tubuh pria bernama lengkap Munir Said Thalib itu, sempat menjadi perdebatan.
Dalam buku itu, Mun'im menyatakan tidak sepakat dengan laporan tim yang dibentuk pemerintah untuk mengusut kasus Munir. Salah satunya soal cara arsenik itu masuk ke tubuh Munir. Tim itu melaporkan arsenik masuk ke tubuh Munir melalui jus. Sementara menurut Mun'im, arsenik sulit larut di air dingin.
"Arsenik akan mengendap, kelihatan. Jadi kalau ingin larut harus di air panas atau hangat," kata Mun'im.
Tim pemerintah yang dibentuk tahun 2004 itu juga membuat skenario bahwa sifat kerja arsenik itu 90 menit. "Dalam analisis saya, dalam waktu 30 menit sebenarnya sudah keluar gejala keracunan," tutur dia.
Berdasar asumsi cara kerja arsenik 90 menit sebagaimana dilaporkan tim pemerintah itu, Mun'im menarik mundur waktu penerbangan GA 947 yang ditumpangi Munir dan Pollycarpus itu. Pesawat itu tinggal landas dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 22.02 WIB.
Di atas pesawat itu, Munir menyantap mie goreng yang ditawarkan pramugari. Setelah itu, Munir memilih jus jeruk. Pesawat mendarat di Bandara Changi, Singapura pukul 00.40 waktu setempat atau 23.30 WIB.
Di Changi, penumpang diberi waktu 45 menit untuk jalan-jalan. Munir singgah ke Coffee Bean. Di tempat inilah dia diduga bertemu dengan Pollycarpus. Kemudian pesawat tinggal landas dari Changi pada pukul 01.53 waktu setempat atau sekitar pukul 00.53 WIB. Munir ke Belanda, sementara Pollycarpus tetap tinggal di Singapura.
Sebelum pesawat mengudara, Munir meminta obat maag kepada pramugari. Munir diminta menunggu karena pesawat akan tinggal landas. Kira-kira 15 menit kemudian, pramugari membangunkan Munir yang saat itu tidur.
Saat itu, Munir yang ditanya soal obat maag yang diminta menjawab belum menerima. Pramugari malah menawari makanan dan ditolak Munir yang justru meminta teh hangat. "Dari situ Munir sering ke toilet. Dia merasa menderita muntaber," tulis Mun'im.
Kemudian sekitar 2 jam sebelum pesawat mendarat di Amsterdam atau sekitar pukul 12.10 WIB, Munir tidur dalam kondisi miring menghadap kursi, mulut mengeluarkan liur tidak berbusa dan telapak tangannya membiru. Munir sudah tewas.
Jika menggunakan asumsi cara kerja arsenik 90 menit, maka tempat Munir keracunan ada dalam pesawat saat perjalanan dari Indonesia menuju Singapura. "Dalam pandangan saya, gejala awal keracunan merujuk ke pesawat, tempat kejadian perkara eksekusi. Fakta inilah yang muncul pada pengadilan pertama pertama yang berakhir pada bebasnya Pollycarpus," tutur Mun'im.
Pollycarpus bebas. Mun'im kemudian diminta bantuan analisa untuk mencari TKP. Mun'im pun bersedia. Namun, dia menggunakan asumsi sifat kerja arsenik 30 menit, bukan 90 menit seperti yang digunakan oleh tim sebelumnya.
"Saya tandaskan, kita hanya mengurut di mana kira-kira ada satu tempat minuman-minuman yang menyediakan kopi atau teh hangat," katanya.
Lalu, ketemulah nama Coffee Bean. "Saya yakin di situlah TKP-nya. Setelah ditetapkan TKP-nya, tinggal mencari saksi mata. Ada beberapa pelajar yang melihat Munir mampir ke Coffee Bean bersama Pollycarpus," tutur Mun'im.
Nah, dari situ Mun'im yakin bahwa waktu 30 menit itu bisa merupakan gejala awal Munir keracunan. Saat Munir mengeluh sakit maag, lalu minta obat. "Saya yakin bahwa yang dialami Munir bukan sakit maag, tetapi gejala awal keracunan arsenik. Kita tarik jam sekian dan di situ mengarah ke Coffee Bean," tulis pria yang telah wafat pada Jumat 27 September kemarin itu.
Dalam buku itu, Mun'im juga menyajikan kejanggalan surat tugas Pollycarpus dan beberapa kali tertundanya pesawat Garuda di Bandara Soekarno-Hatta yang ternyata menunggu Pollycarpus.
Namun, kematian Munir memang masih menjadi tanda tanya bagi publik. "Punya urusan apa Pollycarpus menghabisi Munir? Kalau memang dia 'ditugaskan', oleh siapa?" tanya Mun'im.
"Jawabannya masih tersembunyi di balik halimun misteri yang masih saja menggelayut di awang-awang negeri ini. Hingga kini," demikian Mun'im mengakhiri paparannya tentang kasus pembunuhan Munir. (Eks/Sss)
Dalam buku Indonesia X-Files: Menungkap Fakta dari Kematian Bung Karno Sampai Kematian Munir, ahli forensik Abdul Mun'im Idries menulis panjang lebar perihal kasus pembunuhan ini. Bagi Mun'im, penyebab kematian Munir pada September 2004 sudah jelas: diracun dengan zat arsenik. Namun bagaimana arsenik itu bisa masuk ke tubuh pria bernama lengkap Munir Said Thalib itu, sempat menjadi perdebatan.
Dalam buku itu, Mun'im menyatakan tidak sepakat dengan laporan tim yang dibentuk pemerintah untuk mengusut kasus Munir. Salah satunya soal cara arsenik itu masuk ke tubuh Munir. Tim itu melaporkan arsenik masuk ke tubuh Munir melalui jus. Sementara menurut Mun'im, arsenik sulit larut di air dingin.
"Arsenik akan mengendap, kelihatan. Jadi kalau ingin larut harus di air panas atau hangat," kata Mun'im.
Tim pemerintah yang dibentuk tahun 2004 itu juga membuat skenario bahwa sifat kerja arsenik itu 90 menit. "Dalam analisis saya, dalam waktu 30 menit sebenarnya sudah keluar gejala keracunan," tutur dia.
Berdasar asumsi cara kerja arsenik 90 menit sebagaimana dilaporkan tim pemerintah itu, Mun'im menarik mundur waktu penerbangan GA 947 yang ditumpangi Munir dan Pollycarpus itu. Pesawat itu tinggal landas dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 22.02 WIB.
Di atas pesawat itu, Munir menyantap mie goreng yang ditawarkan pramugari. Setelah itu, Munir memilih jus jeruk. Pesawat mendarat di Bandara Changi, Singapura pukul 00.40 waktu setempat atau 23.30 WIB.
Di Changi, penumpang diberi waktu 45 menit untuk jalan-jalan. Munir singgah ke Coffee Bean. Di tempat inilah dia diduga bertemu dengan Pollycarpus. Kemudian pesawat tinggal landas dari Changi pada pukul 01.53 waktu setempat atau sekitar pukul 00.53 WIB. Munir ke Belanda, sementara Pollycarpus tetap tinggal di Singapura.
Sebelum pesawat mengudara, Munir meminta obat maag kepada pramugari. Munir diminta menunggu karena pesawat akan tinggal landas. Kira-kira 15 menit kemudian, pramugari membangunkan Munir yang saat itu tidur.
Saat itu, Munir yang ditanya soal obat maag yang diminta menjawab belum menerima. Pramugari malah menawari makanan dan ditolak Munir yang justru meminta teh hangat. "Dari situ Munir sering ke toilet. Dia merasa menderita muntaber," tulis Mun'im.
Kemudian sekitar 2 jam sebelum pesawat mendarat di Amsterdam atau sekitar pukul 12.10 WIB, Munir tidur dalam kondisi miring menghadap kursi, mulut mengeluarkan liur tidak berbusa dan telapak tangannya membiru. Munir sudah tewas.
Jika menggunakan asumsi cara kerja arsenik 90 menit, maka tempat Munir keracunan ada dalam pesawat saat perjalanan dari Indonesia menuju Singapura. "Dalam pandangan saya, gejala awal keracunan merujuk ke pesawat, tempat kejadian perkara eksekusi. Fakta inilah yang muncul pada pengadilan pertama pertama yang berakhir pada bebasnya Pollycarpus," tutur Mun'im.
Pollycarpus bebas. Mun'im kemudian diminta bantuan analisa untuk mencari TKP. Mun'im pun bersedia. Namun, dia menggunakan asumsi sifat kerja arsenik 30 menit, bukan 90 menit seperti yang digunakan oleh tim sebelumnya.
"Saya tandaskan, kita hanya mengurut di mana kira-kira ada satu tempat minuman-minuman yang menyediakan kopi atau teh hangat," katanya.
Lalu, ketemulah nama Coffee Bean. "Saya yakin di situlah TKP-nya. Setelah ditetapkan TKP-nya, tinggal mencari saksi mata. Ada beberapa pelajar yang melihat Munir mampir ke Coffee Bean bersama Pollycarpus," tutur Mun'im.
Nah, dari situ Mun'im yakin bahwa waktu 30 menit itu bisa merupakan gejala awal Munir keracunan. Saat Munir mengeluh sakit maag, lalu minta obat. "Saya yakin bahwa yang dialami Munir bukan sakit maag, tetapi gejala awal keracunan arsenik. Kita tarik jam sekian dan di situ mengarah ke Coffee Bean," tulis pria yang telah wafat pada Jumat 27 September kemarin itu.
Dalam buku itu, Mun'im juga menyajikan kejanggalan surat tugas Pollycarpus dan beberapa kali tertundanya pesawat Garuda di Bandara Soekarno-Hatta yang ternyata menunggu Pollycarpus.
Namun, kematian Munir memang masih menjadi tanda tanya bagi publik. "Punya urusan apa Pollycarpus menghabisi Munir? Kalau memang dia 'ditugaskan', oleh siapa?" tanya Mun'im.
"Jawabannya masih tersembunyi di balik halimun misteri yang masih saja menggelayut di awang-awang negeri ini. Hingga kini," demikian Mun'im mengakhiri paparannya tentang kasus pembunuhan Munir. (Eks/Sss)