Peradi: RUU Advokat Ibarat `Lonceng Kematian`

"RUU Advokat jauh dari harapan, merupakan lonceng kematian bagi profesi advokat jika sampai disahkan," kata Ketum DPN Peradi Otto Hasibuan.

oleh Edward Panggabean diperbarui 26 Nov 2013, 09:52 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2013, 09:52 WIB
dpr-janji-ruu-perusakah-hutan-130401b.jp
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) menilai, RUU Advokat yang bergulir di Pansus Advokat DPR merupakan 'lonceng kematian' bagi independensi profesi advokat. Alasannya, RUU yang diklaim inisiatif DPR ini akan mengembalikan advokat dalam kendali pemerintah seperti masa lalu.

"RUU Advokat ini jauh dari harapan dan merupakan lonceng kematian bagi profesi advokat jika sampai disahkan pemerintah dan DPR," kata Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan dalam keterangan, Senin (25/11/2013).

Karena menurut Otto, dalam RUU tersebut dibentuk Dewan Advokat Nasional (DAN) yang anggotanya terdiri dari 9 orang, yang seleksinya dilakukan DPR. Nama-nama itu nantinya disetujui dan ditetapkan Presiden.

Menurutnya, jika pemerintah menginginkan organisasi profesi advokat independen maka Peradi ingin lepas dari kekuasaan negara. Seperti diamanatkan Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, dengan melakukan ujian advokat yang ketat dan beberapa amanat lainnya.

"Kami siap pertanggungjawabkan, karena keuangan kami diaudit akuntan publik. Kinerja kami diawasi semua konsultan, semua tidak ada yang kami tutupi," terang dia.

Otto melihat, bagian awal dalam draf RUU Advokat tidak ada istilah pembentukan DAN. Namun dalam perjalannya muncul. Karena itu Peradi menolak tegas RUU yang diinisiasi DPR tersebut.

Penolakan juga datang dari Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Sekjen Ikadin Adardam Achyar menilai, naskah akademik RUU Advokat tidak memuat kajian dan observasi mendalam terhadap 9 putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang berkaitan dengan permohonan uji materil terhadap UU Nomor 18 Tahun 2003.

"Seharusnya, penyusunan naskah akademik menginventarisir materi muatan, pasal, dan atau bagian mana saja dari UU itu yang pengajuan permohonan materilnya dinyatakan tidak diterima atau ditolak MK, untuk tetap dipertahankan keberadaanya dalam RUU advokat," paparnya.

Penolakan senada datang dari Ketum Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI) Suhardi Somomoeljono. Suhardi menilai, pembentukan Dewan Advokat Nasional yang akan disumpah presiden akan mematikan profesi advokat. Itu juga dinilai tidak sesuai dengan demokrasi saat ini.

Bagi anggota Panja RUU Advokat dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan menilai, munculnya RUU Advokat karena ada sejumlah calon advokat yang tidak lulus ujian Peradi. Tapi mereka ingin mencari jalan yang mudah.

"Tingginya passing grade Peradi, banyak kawan-kawan yang anaknya, keponakannya, bahkan istrinya yang tidak bisa jadi advokat. Ini jadi ganjalan, kecewa, dan malu," jelas Trimedya.

Trimedya menegaskan, siapapun tidak bisa menitipkan keponakan, saudara, atau istrinya agar diluluskan menjadi advokat, meski nilainya tidak sesuai yang ditentukan. Sebab seleksi yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi kebanggaan Peradi. (Rmn/Ism)

[Baca juga: Asosiasi Advokat Sinyalir Ada `Pendana` di RUU Advokat]

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya