Cerita Merapi, Paling Aktif dan Berselimut Mistik

Buat Mbah Maridjan, tak mau dievakuasi merupakan salah satu wujud sebagai juru kunci Merapi. Surakhargo bermakna "menjaga gunung."

oleh Liputan6 diperbarui 18 Feb 2014, 09:13 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2014, 09:13 WIB
merapi130518c.jpg
Merapi menjadi penting lantaran terbilang sangat kerap "batuk." Bahkan, menjadi salah satu gunung berapi paling aktif di dunia. Celakanya, gunung ini dikelilingi kawasan padat penduduk.

Sejak 1548, gunung ini telah meletus 68 kali. Magelang dan Yogyakarta adalah 2 kota besar terdekat, berjarak 30 km dari puncaknya. Di lereng Merapi, masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1.700 m dan hanya berjarak 4 kilometer dari kawah.

Terkait fakta-fakta itu, Merapi tercakup dalam proyek Decade Volcanoes. Yaitu, sebutan yang diberikan Asosiasi Internasional Vulkanologi dan Kimia Interior Bumi untuk 16 gunung berapi yang dianggap bernilai untuk diteliti berdasarkan pertimbangan sejarah erupsi berskala besar dan destruktif, serta lokasinya yang dekat dengan permukiman penduduk.

Merapi terakhir meletus pada 2010. Sejak 25 Oktober 2010 pukul 06.00 WIB, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Merapi menjadi Awas. Semua penduduk dalam radius 10 km dari puncak mesti dievakuasi.

Erupsi pertama terjadi 26 Oktober sekitar pukul 17.02 WIB. Sedikitnya terjadi hingga 3 kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik kurang-lebih 1,5 km, dan diiringi keluarnya awan panas. 43 orang tewas di beberapa desa di Kecamatan Umbulharjo, DI Yogyakarta.

Letusan Merapi pada 2010 diyakini lebih dahsyat dibanding letusan pada 1872. Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan indeks letusan adalah material vulkanik yang dilontarkan.



Pada letusan 1872, jumlah material vulkanik yang dilontarkan Merapi selama proses erupsi mencapai 100 juta meter kubik. Sementara, jumlah material vulkanik yang dimuntahkan Merapi sejak erupsi pada 26 Oktober diperkirakan sekitar 150 juta meter kubik.

Total jumlah korban meninggal dalam erupsi Merapi 2010 mencapai 277 orang--baik yang menjadi korban langsung atau pun tidak langsung.

Ada fakta menarik lain yang dikemukakan pakar geologi Rovicky Dwi Putrohari. "Gunung Merapi memang bukan tipe Gunung yang meletus DUER!!, bukan tipe gunung api yang galak. Sepertinya Gunung Merapi ini seperti orang Jawa yang lemah gemulai," tulis Rovicky di blognya, rovicky.wordpress.com.

Bahaya utama dari Merapi bukanlah batu-batuan, melainkan awan panas yang dapat menjangkau  6-7 km. Ancaman Merapi juga muncul saat musim hujan.

Pada saat musim hujan sering terjadi aliran lahar berupa pasir serta batu-batuan bercampur air hujan. "Aliran lahar ini yang dulu diduga sebagai penimbun beberapa candi," jelas Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia itu.

Merapi menjadi lebih dramatis karena kehadiran R. Ng. Suroksohargo atau Mbah Maridjan. Ketika Merapi meletus pada 2006, ia menolak untuk dievakuasi. Padahal yang memerintahkannya adalah Sri Sultan Hamengkuwono X, penguasa tertinggi Yogya.

Penghuni Dukuh Kinahrejo, Umbulharjo, lain telah mengungsi. Termasuk, istri dan anak-anak Mbah Maridjan. Letak Kinahrejo hanya 4 km dari kawah Merapi.



Ia selamat. Sejak itu, namanya tenar ke seluruh Indonesia. Bahkan menjadi semacam sosok "pahlawan." Ketenaran itu membawanya sebagai model iklan.

Menurut budayawan Damarjati Supadjar, masyarakat Jawa percaya kehidupan dunia adalah sebuah harmoni antara mikrokosmos dan makrokosmos, jagat alit atau kecil, dan jagat ageng atau besar.

Merapi dan Laut Selatan dipercaya sebagai pusat kedudukan jagat cilik. Sementara keraton menjadi pusat jagad gede. Keduanya tidak boleh timpang. Harus terus seimbang.

Buat Mbah Maridjan, tak mau dievakuasi merupakan salah satu wujudnya sebagai juru kunci Merapi. Surakhargo, secara harafiah, bermakna "menjaga gunung."

"Bagi Mbah Maridjan, Merapi adalah makhluk gaib yang bernafas, berpikir, dan berperasaan. Jangan mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatinya," tulis FX Rudi Gunawan dalam buku Mbah Maridjan: Sang Presiden Gunung Merapi.

Dari almarhum ayahnya, Mas Penewu Suraksohargo, ia mewarisi jabatan juru kunci Merapi. Jabatan tersebut diterimanya dari Kraton Yogya.

Sejak status Merapi ditingkatkan menjadi Awas, sehari-hari Mbah Maridjan menjalankan puasa mutih sebagai laku prihatin. Hanya makan sekepal nasi dan menenggak air putih, selain mengisap rokok putih kegemarannya.

Pada 2010, tragedi itu akhirnya terjadi. Mbah Maridjan tetap tak mau mengungsi. Pada Selasa 26 Oktober petang tersebut, Kinahrejo porak-poranda. Desa itu diterjang awan panas Merapi. 20 warga desa ditemukan tewas. Termasuk, Mbah Maridjan. (dari berbagai sumber/Yus)


Baca juga:

Kinahrejo Rata dengan Tanah
Merapi dan Kosmologi Jawa
Rumah Mbah Maridjan Lokasi Favorit Wisatawan
Kisah Galunggung, Nyaris Mencelakakan Pesawat British Airways




Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya