OPINI: Inovasi Digital yang Tak Terelakkan

Jika software adalah senjata baru, maka para pengembang adalah seniman model bisnis abad ke-21 dan staf TI menjadi rekan kerja terbaik.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Jun 2016, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2016, 18:00 WIB
Red Hat
Rully Moulany, Country Manager Red Hat Indonesia (Liputan6.com/ Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Software merupakan senjata bisnis baru. Tapi ini bukan hal yang benar-benar baru karena dalam 5-10 tahun terakhir, software telah menggemparkan pasar dengan kecepatan dan cara yang bahkan tidak disangka-sangka oleh banyak perusahaan software sendiri.

Jika software adalah senjata baru, maka para pengembang adalah seniman model bisnis abad ke-21 dan staf TI menjadi rekan kerja terbaik bagi para pengembang.

Pertanyaan yang dihadapi para CEO dan CIO adalah bagaimana menjadi perusahaan yang dikendalikan oleh software dan mampu memikat serta mempertahankan talenta-talenta terbaik di sektor ini? 

Di banyak perusahaan, TI tidak lagi dilihat sebagai departemen untuk menghemat anggaran, tetapi telah menjadi pusat pengembangan inovasi di era transformasi digital.

Informasi menjadi barang berharga dan software menjadi mekanismenya. Hal ini memberi jalan bagi perubahan yang cepat, dalam hal tipe arsitektur infrastruktur TI yang terbaik untuk menjalankan software. 

Munculnya sesuatu disebut oleh IDC sebagai "empat pilar" platform komputasi ketiga (cloud, data sosial, data mobile, dan big data) tidak hanya akan memberikan kesempatan dan kemampuan baru bagi perusahan skala enterprise, tetapi juga menciptakan banyak kompleksitas baru.

Banyak perusahaan sektor swasta dan pemerintah kini mengevaluasi cara terbaik untuk menghadapi dampak dari teknologi-teknologi ini--dalam proses pengambilan keputusan, operasional, peluncuran produk, dan yang terpenting, dalam cara mereka memanfaatkan informasi--yang dikendalikan software untuk berinteraksi dengan para pelanggan.

Pendatang baru yang disruptif tersebut kini menggoncangkan industri yang mapan dan matang. Lihatlah Amazon di industri ritel, Uber di layanan taksi, dan Airbnb di sektor akomodasi dan travel di tingkat global; atau Go-Jek, Grab di sektor transportasi Indonesia. 

Seiring dengan value chain tradisional di sektor swasta dan pemerintahan yang dibongkar serta dipasang-ulang oleh platform digital, para pengusaha yang berpikiran maju melihat keuntungan dengan terus menjadi yang terunggul. Bagi perusahaan tradisional, prioritasnya kini adalah menjadi kreatif dan mencegah kegagalan inovasi.

Bagaimana caranya? Kuncinya terletak pada open source software, arsitektur aplikasi Internet of Things, infrastruktur yang dapat diprogram (infrastruktur sebagai kode), DevOps, analisis real-time, serta solusi mobile yang canggih dan menarik.

Dengan kebangkitan teknologi platform ketiga, transformasi digital telah menjadi prioritas kunci untuk berbagai perusahaan di seluruh dunia. 

IDC memprediksikan bahwa dalam dua tahun ke depan, dua pertiga dari CEO perusahaan dalam daftar Global 2000 akan menempatkan transformasi digital pada pusat strategi perusahaan mereka. 

Menurut IDC, prosentase perusahaan dengan strategi dan implementasi transformasi digital terdepan akan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun ke depan. Hasilnya, pengembangan strategi bisnis digital ini akan menarik investasi di bidang TI enterprise dengan porsi yang signifikan.

Apapun kasusnya, transformasi digital terlihat akan mempengaruhi semua aspek IT seiring dengan perkembangan teknologi generasi baru yang mencakup platform keputusan real-time, sistem kognitif, dan Internet of Things (IoT). Akan tetapi, menerapkan strategi transformasi digital membutuhkan kesiapan dan kemampuan besar.

Red Hat membagi perjalanan transformasi digital menjadi tiga pilar yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan untuk membantu mereka merangkul transformasi digital.

1. Infrastruktur yang Lincah

Dengan kondisi dan teknologi yang terus berkembang, perusahaan skala enterprise harus memiliki kemampuan untuk merangkul pendekatan baru yang dapat membantu menghadapi tantangan pasar kompetitif.

Sampai tahun 2017, Gartner memprediksikan 75 persen organisasi TI akan memiliki kemampuan bimodal, yaitu cara untuk mengelola dua mode TI yang berbeda tetapi koheren, satu fokus pada stabilitas, dan lainnya pada kelincahan .

TI Hibrid--infrastruktur yang terdiri dari hardware hingga cloud pribadi dan publik--adalah kemampan yang sangat penting.

Ketika perusahaan-perusahaan berupaya memoderenisasi aplikasi bisnis utama dan menerapkan TI yang lincah, infrastruktur TI hibrid yang tanpa batas akan membantu mengurangi kompleksitas dan menyederhanakan infrastruktur aplikasi.

2. Integrasi, Otomatisasi, dan Integrasi Mobile

Transformasi digital berawal dari arsitektur integrasi yang sehat dan dapat diperluas. Strategi integrasi yang tepat dapat membantu perusahaan menjadi perusahaan yang tekoneksi dan berkembang di lingkungan yang semakin kompleks dan penuh tantangan saat ini.

Pendekatan mudah dan modular terhadap integrasi dapat membantu menyederhanakan koneksi antara bisnis dan aset TI yang berada di lingkungan perusahaan, perangkat mobile, dan lingkungan cloud, sehingga membebaskan perusahaan dari keterbatasan aristektur monolitik, dan memberikan fleksibilias dan kelincahan untuk inovasi yang tepat.

Selain itu, menempatkan perangkat mobile sebagai komponen utama dalam arsitektur aplikasi akan memerlukan pengembangan mobile dan platform yang kaya, kuat, dan komprehensif untuk mendukung perubahan yang cepat.

Survei Accenture pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa hanya 42 persen konsumen yang merasa mampu dengan mudah melakukan pembelian menggunakan perangkat mobile.

3. DevOps dengan Performa yang Cepat

Tantangan bagi banyak perusahaan adalah untuk mentransformasi cara mereka menangkap kebutuhan bisnis, memulai mengembangkan software, menguji, dan merilis software tersebut untuk diproduksi dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya, dengan bug sesedikit mungkin dan sesuai dengan tuntutan bisnis.

Dengan DevOps, perusahaan-perusahaan dapat mempercepat performa TI dengan merangkul budaya keterbukaan. DevOps menerapkan prinsip open source berupa transparansi dan kolaborasi pada budaya, otomasi, dan desain platform, hingga memberikan nilai bisnis dan daya respon yang lebih tinggi melalui layanan TI yang cepat, berulang, dan berkualitas tinggi.

Untuk bertransformasi secara penuh, perusahaan-perusahaan perlu untuk lebih dari sekadar membeli perangkat baru dan meningkatkan pengalaman konsumen.

Transformasi digital hanya sebagai enabler, tetapi perubahan nyata hanya dapat terjadi ketika seluruh aspek dari perusahan, mulai dari budaya hingga gaya kepemimpinan, merangkul proses tersebut.

Seiring dengan teknologi platform ketiga yang terus terintegrasi dengan dunia kita, hal ini dapat memberikan kesempatan unik bagi perusahaan untuk meraih efisiensi yang lebih besar, penghematan anggaran, dan kolaborasi yang lebih baik.

Dengan tiga pilar penting ini, perusahaan-perusahaan dapat merangkul potensi transformasi digital.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya