Liputan6.com, Bandung - Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung pada 1955 akan selalu dikenang. Pasalnya, itulah KAA yang pertama kali dilaksanakan atas inisiatif dari Indonesia, Burma (sekarang Myanmar), Sri Lanka, India, dan Pakistan.
Saat itu, Kota yang diputuskan menjadi lokasi koferensi adalah Bandung, Ibu Kota Jawa Barat. Tak pelak, Bandung menjadi kota yang sangat sibuk untuk mempersiapkan diri menyambut konferensi monumental tersebut.
Pada 3 Januari 1955, dibentuklah panitia lokal yang diketuai oleh Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat kala itu. Berbagai hal dipersiapkan mereka, termasuk yang berkaitan dengan transportasi.
Advertisement
Jangan bayangkan sistem transportasi saat itu sudah semapan sekarang. Meskipun lalu lintas sudah cukup teratur, teknologi yang ada belum secanggih seperti saat ini.
Contoh kecilnya adalah lampu lalu lintas. Pada salah satu video yang diunggah Arsip Nasional ke Youtube, terlihat bagaimana lampu lalu lintas dalam penyelenggaraan KAA pertama sangat kuno, tetapi sekaligus unik.
Ia bahkan tidak bisa dinamakan lampu lalu lintas, sebab kenyataannya memang bukan lampu berwarna merah, kuning, dan hijau seperti yang kita kenal saat ini. Rambu jalan ini hanya menggunakan papan kecil bertuliskan "stop" dan "djalan".
Sebagaimana yang terlihat pada cuplikan video di atas, rambu ini diletakkan di tengah jalan. Ia dijaga oleh polisi. Polisi inilah yang akan mengatur rambu dengan cara memutarkannya.
Jadi, jika kendaraan pada ruas jalan tertentu harus berhenti, polisi tinggal memutar tiang rambu ini hingga papan di atasnya memperlihatkan tulisan "stop", begitu pula sebaliknya.
Dalam video tersebut, tidak dijelaskan apakah penggunaan rambu ini efektif atau tidak, apakah ia dipatuhi pengguna jalan atau tidak, sebagaimana lampu lalu lintas saat ini.
Meskipun begitu, yang jelas pengguna jalan harus benar-benar awas terhadap rambu. Sebab, seperti yang terlihat, papan penunjuk "stop" dan "djalan" cukup kecil sehingga agak sulit jika dilihat dari jarak jauh.
(rio/ian)