Liputan6.com, Jakarta - Pasar kendaraan listrik bakal menjadi masa depan yang tak terbantahkan. Berbagai negara di dunia, tengah bersiap untuk bisa menjadi pasar mobil dan motor nol emisi terbesar, tak terkecuali India
Melansir Reuters, Negeri Bollywood ini bahkan sudah berencana untuk memberikan insentif USD4,6 miliar atau setara dengan Rp 68,7 triliun bagi perusahaan yang ingin mendirikan fasilitas pembuatan baterai canggih secara lokal.
Hal ini, untuk terus mendorong penggunaan kendaraan listrik dan mengurangi ketergantungan penggunaan minyak.
Advertisement
Baca Juga
Proposal insentif ini sendiri, dirancang oleh NITI Aayog, lembaga pemikir federal yang diketuai oleh Perdana Menteri Narendra Modi. Bahkan, langkah penggunaan kendaraan listrik ini mampu memangkas tagihan impor minyak sebanyak USD$40 miliar pada 2023.
Namun, proposal ini kemungkinan akan ditinjau kembali oleh perdana menteri dalam beberapa pekan ke depan.
Sementara itu, salah satu lembaga di India merekomendasikan insentif ini berlaku pada 2030. Insentf ini akan diberikan secara detail yaitu berbentuk tunai dan nfrastruktur sebesar USD 122 juta.
"Saat ini, industri penyimpanan energi baterai termasuk industri yang baru di India. Itu membuat investor menjadi sedikit khawatir untuk berinvestasi di industri matahari terbit," tulis dalam proposal tersebut.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tarif pajak
Selain itu, India juga berencana untuk mempertahankan tarif pajak impor sebesar lima persen untuk jenis baterai tertentu, termasuk baterai untuk kendaraan listrik, hingga 2022.
Jumlah insentif ini bisa naik 15 persen setelahnya untuk mempromosikan manufaktur lokal, kata dokumen itu.
Meskipun ingin mengurangi ketergantungan minyak dan polusi, upaya India untuk mendorong pasar kendaraan listrik terhalang oleh kurangnya investasi di bidang manufaktur dan infrastruktur seperti stasiun pengisian daya.
Hanya 3.400 mobil listrik yang terjual di negara terpadat kedua di dunia selama tahun bisnis terakhir, dibandingkan dengan penjualan 1,7 juta mobil penumpang konvensional.
Advertisement