Liputan6.com, Jakarta - Toyota Indonesia membuat kejutan saat pembukaan IIMS 2022 dengan menampilkan Toyota Kijang Innova Battery Electric Vehicle (BEV) sebagai study concept car. Padahal, banyak kalangan memperkirakan model yang bakal ditampilkan merupakan mobil hybrid.
Perkiraan itu didasari pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang menyebut Toyota telah berkomitmen untuk memproduksi beberapa jenis kendaraan elektrifikasi yang akan diawali oleh produksi Kijang hybrid.
Baca Juga
Namun dengan munculnya Toyota Kijang Innova BEV ini tentunya semakin menguatkan kesiapan Toyota berkaitan dengan kendaraan elektrifikasi.
Advertisement
"Konsep Toyota itu multi path way, bahwa kami menyediakan full range technology mulai dari flexy engine, hybrid, plug-in hybrid, baterai, dan hidrogen," terang Bob Azam, Direktur Eksternal Affairs PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada wartawan belum lama ini.
Sayangnya, model yang diperkenalkan masih dalam tahap riset. Bob pun tidak menjelaskan secara rinci kapan mobil listrik tersebut akan diproduksi ataupun dipasarkan.
Meski demikian, dirinya menegaskan jika model hybrid yang diproduksi secara lokal tetap dipersiapkan.
"Hybrid tetap ada. Prinsipnya di semua model harus disediakan semua teknologi, entah itu hybrid, ataupun baterai (full listrik). Hybrid-nya iya (sedang disiapkan), tapi apakah mereknya Innova atau bukan, kami tidak bisa sampaikan sekarang," kata Bob.
Namun yang pasti, Toyota Indonesia akan menggunakan platform TNGA untuk produk hybrid-nya di masa mendatang.
Bicara soal kesiapan fasilitas perakitan untuk kendaraan elektrifikasi, pabrik TMMIN sebenarnya sudah siap. Fasilitas yang digunakan untuk memproduksi mobil konvensional masih tetap bisa digunakan.
"Sebenarnya, pabrik tidak terlalu berubah, yang berubah adalah supply chain-nya. Kalau pabrik umumnya, begitu ganti model dia bisa langsung sesuaikan," ujar Bob.
Meski begitu, investasi untuk memenuhi kebutuhan proses produksi mobil listrik tetap dilakukan. "Investasi tetap ada karena ada equipment yang harus dipasang tapi tidak perlu ganti pabrik," tegasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ekosistem BEV Beda dengan Model Konvensional
Terkait kendaraan elektrifikasi, Bob menyebut ekosistem mobil ramah lingkungan ini sangat berbeda dengan produk mesin pembakaran internal atau internal combustion engine (ICE).
"Mobil listrik ini product driven. Demand-nya harus diciptakan," sahutnya.
"Ekosistem BEV beda sama sekali dengan ICE. Produk BEV itu harganya mahal, financing-nya juga beda dengan konvensional," tambahnya.
Dari segi aftermarket juga berbeda. Menurutnya, mobil listrik akan menemui fase penggantian unit baterai. Dan ini tidak bisa dilakukan seperti halnya model sepeda motor listrik.
"Misal baterainya rusak, jangan dibayangkan swap baterai (seperti sepeda motor) karena baterainya ditanam di sasisnya. Jadi mungkin (bongkarnya) bukan ke bengkel tapi ke pabrik, kalau begitu aftermarket-nya berarti ganti unit, misalnya," jelasnya.
Menurut Bob, jika sudah masuk pabrik kemungkinan unit tersebut tidak akan kembali ke konsumen melainkan keluar sebagai produk refurbish.
"Karena harganya mahal jadi BEV ini harus di monetisasi dengan macam-macam, bisa refurbishment, leasing, bahkan share car," katanya.
"Jadi membayangkan mobil BEV itu dunianya beda dengan konvensional mulai dari financing, after sales marketing, sampai used car-nya. Ini ekosistem tersendiri dan oleh karena itu harus kerja sama. Bahkan di antara brand tidak ada kata-kata persaingan karena kita harus kerja sama untuk membangun ekosistem," pungkas Bob.
Advertisement