Liputan6.com, Jakarta - Korp Lalu Lintas Polri (Korlantas Polri) mengusulkan untuk menerapkan penghapusan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN2) dan pajak progresif kendaraan.
Usulan ini diungkapkan Dirregident Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus saat rapat anev pelayanan regident T.A. 2022 di Kuta, Bali, Kamis (25/8/2022). Menurut Yusri, usulan ini bertujuan untuk menertibkan data kepemilkan kendaraan dan menstimulus masyarakat agar semakin patuh membayar pajak.
“Kami usulkan agar balik nama ini dihilangkan. Kenapa? Biar masyarakat ini mau semua bayar pajak,” ucap Yusri.
Advertisement
Berdasarkan data yang dimiliki saat ini, salah satu alasan banyak pemilik kendaraan tidak mau membayar pajak kendaraannya adalah karena membeli kendaraan bekas. Pemilik ini merasa jika harus mengganti identitas kepemilikan nama kendaraan terhitung mahal.
Soal usulan penghapusan pajak progresif, Yusri menyebut banyak pemilik kendaraan memakai biodata orang lain untuk data kendaraannya. Ini digunakan untuk mengelabui aturan perpajakan progresif.
Hal lain yang dilakukan adalah dengan mendaftarkan kendaraan menggunakan nama perseroan terbatas alias sebagai kendaraan kantor. Ini juga menjadi salah satu cara untuk menghindari pajak progresif kendaraan.
Ini terkuak pada segmen mobil mewah. Sekitar 95 persen datanya memakai nama perusahaan yang membuat beban pajak progresif menjadi ringan yakni 2 persen. Tentu ini merugikan negara.
“Pajak untuk PT itu kecil sekali, rugi negara ini. Makanya kita usulkan pajak progresif dihilangkan saja. Ini agar orang yang punya mobil banyak itu senang, tidak usah pakai nama PT lagi cuma takut saja bayar pajak progresif,” ucap Yusri.
Usulan ini nantinya akan disampaikan pada kepala daerah, mulai dari Gubernur hingga Bupati. Langkah ini juga untuk meningkatkan pajak daerah.
Timbal baliknya, masyarakat akan merasakan fasilitas publik yang lebih baik diberikan oleh pemerintah akibat pemasukan yang meningkat.
“Pajak urusan Suspenda, tapi kami bersinergi di sana, terutama soal data,” ucap Yusri.
Penyebab Perbedaan Data
Soal data ini juga selama ini selalu menjadi masalah. Yusri mengungkapkan selalu ada perbedaan jumlah kendaraan bermotor antara Kepolisian, PT Jasa Raharja, dan juga Kemendagri.
Ini terjadi karena pemilik kendaraan tidak melaporkan kepemilikan kendaraannya, terutama kondisi terkini kendaraan. Misal kendaraannya hilang, rusak atau tidak bayar pajak sehingga datanya terhapus.
Perbedaan data kendaraan ini memengaruhi pada data kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan. Harapannya dengan adanya rapat koordinasi Samsat tingkat nasional yang dihadiri stakeholder terkait, masalah data ini bisa disamakan.
“Semua kendaraan bermotor yang terdaftar ke polisi itu datanya masih ada, lengkap. Kami sedang mengatur single data untuk menyatukan dan menyamakan semua data,” ucap Yusri.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah No.8/2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor rincian pajak progresif untuk perorangan adalah sebagai berikut:
Kendaraan pertama pajak 2 persen, kendaraan kedua pajak 2,5 persen, kendaraan ketiga pajak 3 persen, kendaraan keempat pajak 3,5 persen, kendaraan kelima pajak 4 persen, kendaraan keenam pajak 4,5 persen, kendaraan ketujuh pajak 5 persen, dan seterusnya hingga kepemilikan ke-17 dengan pajak 10 persen.
Sedangkan untuk beban pajak pada kendaraan atas nama perusahaan atau badan usaha hanya 2 persen. Celah ini yang kerap dimanfaatkan pemilik berkantong tebal untuk menghindari beban pajak dan merugikan negara.
Sumber: Oto.com
Advertisement