Liputan6.com, Malang - Tragedi di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, setelah pertandingan derby antara Arema dan Persebaya menjadi duka yang mendalam bagi sepak bola Indonesia. Sebanyak 129 orang meninggal akibat kejadian tersebut, dan belasan kendaraan rusak di malam nahas tersebut, 1 Oktober 2022.
Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta mengungkapkan, dari 13 unit kendaraan yang rusak, 10 di antaranya adalah mobil dinas polisi.
"Sebanyak 10 mobil dinas Polri, yang terdiri dari mobil brimob, K-9, dan tiga di antaranya mobil pribadi," ujar Nuco, dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Minggu (2/10/2022) pagi.
Advertisement
Sementara itu, berdasarkan data sementara per 2 Oktober 2022, pukul 17.30 WIB, hasil sinkronisasi dengan dinas kesehatan Kabupaten Malang, sebanyak 125 orang dinyatakan meninggal dunia. Sebelumnya, sempat ditemukan dobel pencatatan beberapa orang yang tadinya 129 meninggal.
Kerusuhan sendiri pecah setelah wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya usai. Kekalahan Arema FC di kandang sendiri, memicu sebagian suporter turun ke lapangan.
Kemudian, petugas keamanan yang melihat massa turun pun bereaksi dan berusaha menenangkan suporter dengan menembakkan gas air mata. Dari situlah situasi semakin tidak kondusif hingga menyebabkan ratusan nyawa melayang.
Tragedi Kanjuruhan, Semua Pihak Diminta Intropeksi Diri
Polri menaikkan status kasus kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Hal ini dilakukan usai polisi memeriksa 20 saksi.
"Dari hasil pemeriksaan saksi tersebut, tim melakukan gelar perkara. Dari hasil gelar perkara, meningkatkan status dari penyelidikan, sekarang statusnya sudah penyidikan," ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers tragedi Kanjuruhan, di Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022).
Menurut dia, kasus ini terkait dengan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang Kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa.
Dia mengatakan, Polri bekerja secara cepat dalam mengusur perkara ini sesuai dengan perintah Kapolri dan Presiden Jokowi. Namun, lanjut dia, Polri tetap berhati-hati dalam proses pembuktian.
"Kapolri perintahkan kerja secara cepat, namun demikian unsur ketelitian, kehati-hatian dan proses pembuktian secara ilmiah juga menjadi standar tim ini bekerja. Tim ini melakukan pemeriksaan terkait penerapan Pasal 359 dan 360 KUHP dengan melakukan pemeriksan 20 saksi," tutur Dedi.
Advertisement