Mahfud MD: Harus Ada Perppu Atur Sengketa Pilkada

Sekitar 50 persen pilkada diprediksi akan dibawa ke MK.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 03 Okt 2015, 22:57 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2015, 22:57 WIB
Mantan Ketua MK Mahfud MD Tiba-tiba Datangi KPK
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menyambangi Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/2/2015). Mahfud datang untuk bertemu pimpinan KPK. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Bengkulu - Pemerintah harus menyiapkan Peraturan Perundang-undangan (Perppu) pengadilan sengketa pilkada dan menjadikannya sebagai prioritas untuk menyelamatkan sengketa. Sebab, jika tidak segera dibuat, maka dinilai akan menimbulkan kekacauan.

"Harus ada Perppu yang mengatur peradilan sengketa Pemilukada agar tak menimbulkan kekacauan akibat banyaknya sengketa Pemilukada yang muncul," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam Seminar Nasional bertema Pilkada serentak yang digelar Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Sabtu (3/10/2015).

Mahfud mengatakan, hal tersebut berdasarkan pengalamannya memimpin Mahkamah Konstitusi (MK) pada periode sebelumnya. Saat memimpin MK, ia menangani 396 gugatan sengketa pilkada sepanjang 5 tahun. Jumlah tersebut mencapai 80 persen dari seluruh Pilkada di Indonesia.

"Saya memprediksi dari 269 Pemilukada serentak ini sekitar 50 persen hingga 60 persennya berperkara di MK apalagi harus diselesaikan hanya dalam 14 hari maka kemungkinan tidak cermatnya MK dalam menangani kasus-kasus tersebut mungkin terjadi," kata Mahfud MD.

Dia mengatakan, hampir 100 persen Pilkada di Indonesia bermasalah, namun tidak semua berperkara di MK. Meski pun, terbukti ada pelanggaran dapat membatalkan penetapan calon kepala daerah terpilih.

"Seluruh sengketa yang berperkara di MK itu terbukti tapi, tak semua yang terbukti melanggar itu dapat membatalkan hasil Pemilukada karena ada beberapa pertimbangan di antaranya signifikan hasil suara yang diperkarakan atau ditemukan tindakan yang terstruktur, sistematis dan massif," lanjut Mahfud.

Sementara itu Ketua KPU Husni Kamil Malik menyebutkan, dari proposal yang diajukan MK dalam putusan perkara Pilkada, diajukan penanganan perkara selama 45 hari berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jenis Pelanggaran Pilkada

Mantan Ketua MK Mahfud MD menyebutkan, terdapat beberapa jenis pelanggaran Pilkada yang banyak diperkarakan. Pelanggaran pertama, soal politik uang. Yakni berupa pemberian uang atau benda-benda lain yang bisa disertai sejumlah uang kepada pemilih atau oknum penyelenggara pilkada.

Kedua, penghadangan, pemaksaan, atau teror kepada pemilih agar memilih atau tidak memilih calon tertentu. Ketiga, pemalsuan dokumen pemilihan, termasuk kartu-kartu pemilih yang diselundupkan secara borongan kepada seorang pemilih.

"Bahkan banyak petugas TPS melakukan pencoblosan sendiri secara besar-besaran, mengunakan kartu pemilih yang tidak hadir," ucap Mahfud.

Keempat, penyalahgunaan jabatan. Hal ini dilakukan oleh aparat, terutama calon petahana. Sering terjadi petahana menggunakan anggaran daerah yang dikaitkan dengan kepentingannya sebagai bakal calon dan calon.

"Ada juga menggunakan mutasi yang tidak wajar pada PNS atau aparat birokrasi yang tak mendukung petahana," tambah dia. Terakhir pelanggaran dilakukan oleh KPU, KPU provinsi dan kabupaten/kota yang terang-terangan memihak calon.

Mahfud menyatakan, hampir 100 persen pilkada di Indonesia bermasalah namun tidak semua yang berperkara di MK meski terbukti ada pelanggaran dapat membatalkan penetapan calon kepala daerah terpilih.

"Seluruh sengketa yang berperkara di MK itu terbukti tapi tidak semua yang terbukti melanggar itu dapat membatalkan hasil Pemilukada karena ada beberapa pertimbangan di antaranya signifikan hasil suara yang diperkarakan atau ditemukan tindakan yang terstruktur, sistematis, dan massif," demikian Mahfud MD. (Mvi/Ron)
   

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya