Terungkap! Gibran dan Bobby Nasution Maju Pilkada 2020 karena Keinginan Jokowi

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Syaiful Hidayat mengeklaim partainya antidinasti politik. Hal itu menurutnya tercermin dalam aturan partai.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 30 Okt 2023, 21:01 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2023, 21:01 WIB
Potret Kebersamaan Gibran, Kaesang dan Bobby Nasution, Putra dan Menantu Jokowi
Potret kebersamaan Presiden Jokowi bersama Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, Kaesang Pangarep, beserta menantunya, Bobby Nasution dan Selvi Ananda. Sumber: IG @bobbynst @kaesangp @bobbynst

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Syaiful Hidayat mengeklaim partainya antidinasti politik. Hal itu menurutnya tercermin dalam aturan partai.

"Di dalam aturan partai, itu juga dirumuskan. PDI Perjuangan itu anti loh membikin dinasti politik itu," kata Djarot Syaiful HIdayat kepada wartawan di kawasan Matraman, Jakarta, Senin (30/10/2023).

Djarot membantah tudingan bahwa Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang merupakan anak dari Presiden pertama RI Soekarno juga merupakan bagian dari dinasti politik.

Menurut Djarot, Megawati merintis karier politik dari bawah dan juga saat ayahnya sudah meninggal dunia.

"Saya katakan enggak benar. Betul bahwa Ibu Mega itu (anak) Bung Karno, tapi beliau melalui proses penggemblengan di dalam politik itu dari bawah. Dan ketika Bung Karno sudah wafat, puluhan tahun," jelas Djarot.

Terkait tudingan politik dinasti yang dilakukan Puan Maharani, Djarot menyebut Puan merintis karier dari bawah, dan bukan saat Megawati menjabat presiden.

"Mbak Puan juga dari bawah. Mbak Puan dicalonkan sebagai anggota DPR RI itu ketika Ibu Mega sudah bukan Presiden, tidak lagi berkuasa ya kan. Jadi itu by process juga," kata Djarot.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas membandingkan dengan yang terjadi pada keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana Gibran Rakabuming Raka maju menjadi cawapres pada saat Jokowi masih menjabat.

"Sekarang ini di masyarakat berkembang 'ini Pak Jokowi bangun dinasti'. Ya ketika dia berkuasa loh ya, ketika dia berkuasa. Betul di dalam proses demokrasi itu semua orang punya hak untuk dipilih dan memilih, boleh semuanya. Tapi ada etikanya, ada batas-batasnya," kata Djarot.

Djarot lantas mengungkapkan fakta bahwa Gibran Rakabuming Raka maju Pilkada Solo pada 2020 atas permintaan dari Jokowi. Atas permintaan Jokowi itu, PDIP pun memfasilitasi.

"Bukan apa-apa, saya buka aja di sini. Itu Mas Gibran menjadi wali kota karena memang Pak Jokowi kader partai, ketika menginginkan anaknya untuk maju, 'izin maju', ya tentu dibantu. Bukan hanya anaknya, menantunya juga," ungkap Djarot.

Namun, meski difasilitasi, PDIP tetap menerapkan aturan di mana Gibran tetap harus mengikuti proses dari awal seperti menjadi anggota dan ikut sekolah partai.

"Tapi melalui proses juga, saya sampaikan, Mas Gibran misalkan, ketika mencalonkan wali kota, dia melalui proses, jadi anggota partai, bahkan ikut sekolah partai. Baru dia diajukan, diusungkan, dan terpilih. Itu pun melawan independen ya," pungkas Djarot.

Djarot Mengaku Gagal karena Gibran Membangkak dan Tidak Loyal

Gibran Rakabuming Raka
Putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dikabarkan pindah ke Partai Golkar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Syaiful Hidayat, mengaku gagal dalam menjaga ideologi para kadernya, sehingga beberapa kader membelot atau melakukan pembangkangan.

Diketahui, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka semula adalah kader PDIP, namun kini keluar dan menjadi cawapres Prabowo Subianto pada pemilu 2024.

"Saya gagal, saya bersalah, karena saya ini kan Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi, tugas saya adalah membangun ideologi, membangun kaderisasi, menyiapkan kaderisasi melalui sekolah partai," kata Djarot Syaiful Hidayat dalam diskusi di kawasan Matraman, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).

Padahal, kata Djarot, dalam pendidikan atau sekolah partai, semua kader telah digembleng terkait disiplin hingga loyalitas.

"Kader itu dididik betul untuk loyal. Loyal terhadap apa? Loyal terhadap ideologi, loyal terhadap tujuan negara, dan loyal kepada aturan partai. Loyal. Ketiga ikhlas. Jadi, disiplin, loyal, ikhlas," kata Djarot.

Djarot menegaskan, sikap Gibran Rakabuming Raka adalah bentuk pembangkangan dan ketidakloyalan dari seorang kader PDIP.

"Saya gagal. Di beberapa hal saya gagal. Termasuk misalnya pembangkangan Mas Gibran, misalnya," kata mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.

"Tidak ada loyalitas, tidak ada disiplin, tidak ada ikhlas, tidak ada semua. Saya merasa aduh, rasanya itu, gimana ya, tertusuk duri ya. Prihatin. Ternyata semua nilai yang kita tanamkan di sekolah partai, ya mau siapa yang seperti itu hanya demi kekuasaan semata," sambungnya.

Megawati Ketawa Lihat Manuver Politik Jokowi

Joko Widodo atau Jokowi dan Megawati
Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Djarot mengungkapkan bahwa Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri hanya tertawa dan menanggapi santai melihat manuver Presiden Jokowi dan keluarganya di pilpres 2024.

Menurut Djarot, Megawati tidak sedih ataupun kecewa. "Kalau Bu Mega ketawa-ketawa, enggak ada masalah, sudah biasa," kata Djarot.

Namun, Djarot mengakui bahwa banyak kader di akar rumput ataupun anak ranting yang kecewa melihat manuver politik Jokowi dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. Djarot menilai hal itu sangat manusiawi terjadi.

"Tapi kalau anak ranting, ranting yang berjuang kalau kecewa ya wajar dong," kata Djarot.

"Yo pasti manusiawi mereka kecewa, mereka yang berjuang. Tapi ada yang enggak percaya loh, masa sih? Masa sih?" sambungnya.

Meski kecewa, Djarot menyebut para kader justru semakin semangat memenangkan Ganjar-Mahfud Md di pemilu 2024.

"Tetapi bentuk kekecewaan yang saya senang itu dikonversi menjadi kegairahan menjadi semangat. Menjadi lebih semangat untuk memenangkan Pak Ganjar dan Pak Mahfud. Jadi yang positif, jadi senang sekali kita," kata dia.

Meski Kecewa, PDIP Tetap Kawal Pemerintahan Jokowi hingga Selesai

PDIP Usung Jokowi Jadi Capres 2019
Presiden Joko Widodo atau Jokowi berpose bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Rakernas PDIP III Tahun 2018 di Badung, Bali, Jumat (23/2). (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpress)

Selain itu, Djarot memastikan PDIP akan mengawal pemerintahan Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin hingga Oktober 2024.

Djarot menyebut pihaknya bukanlah partai yang "baperan" atau terbawa perasaan, sehingga pindah menjadi oposisi pasca-Jokowi dan keluarganya melakukan manuver politik.

"Iya dong (kawal). PDI Perjuangan itu bukan partai baperan. Sangat tidak baperan. Biasa. Saya bangga loh banyak kader kami itu diambil partai lain. Bahkan sudah dipecat pun diambil," kata Djarot.

Menurut Djarot, pasangan Ganjar-Mahfud justru akan menyukseskan dan melanjutkan program kerja Jokowi. Ia mengingatkan PDIP adalah pengusung utama Jokowi di pilpres 2014 dan 2019.

"Pak Ganjar dan Pak Mahfud akan lebih mempercepat lagi supaya Indonesia itu bisa unggul, mempercepat untuk Indonesia Emas. Jadi kita punya kepentingan untuk bisa menjaga, mengamankan, mengawal, menyukseskan, ya kan," kata dia.

"Karena apa? Karena PDI Perjuangan adalah pengusung utama Pak Jokowi," pungkasnya.

Infografis Tudingan Politik Dinasti dan Klarifikasi Gibran Rakabuming. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Tudingan Politik Dinasti dan Klarifikasi Gibran Rakabuming. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya