Liputan6.com, Jakarta Calon Presiden nomor urut satu, Anies Baswedan, menjamin tidak akan memberikan privilege atau hak istimewa kepada anak-anaknya. Ia mencontohkan, ketika masih menjadi menteri pendidikan dan anaknya masih SMA.
"Jadi saya mau ceritakan saja. Saya pernah bertugas sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan, dan anak saya berada di sekolah. Artinya di bawah Kemendikbud. Tidak pernah sedikit pun saya terlibat di dalam urusan anak-anak saya di sekolah untuk urusan apa pun," ungkap Anies Baswedan dalam acara 'Desak Anies' di Lampung, Kamis (7/12/2023).
Baca Juga
Kata Anies, anak-anaknya mendaftar sekolah sendiri. Justru jabatan menteri pendidikan itu menjadi beban.
Advertisement
"Bahkan ketika mereka mendaftar ke sekolah, ya mereka daftar sendirian. Justru punya beban. Kalau saya ini rasanya risih. Risih ngontak kepala sekolah, risih ngontak rektor," kata Anies.
Capres yang diusung Partai Nasdem, PKB dan PKS itu menceritakan pada tahun 2016 anaknya tidak diterima melalui jalur SNMPTN untuk masuk kuliah. Mantan gubernur DKI Jakarta ini mengaku sama sekali tidak mengintervensi.
"Nah, anak saya termasuk yang tidak diterima. Ketika anak saya tidak diterima, justru jadi berita. Dan dia merasa juga, kenapa saya tidak diterima jadi berita, gitu loh. Dan itu merasa kan saya tidak melakukan salah," kata Anies.
Kemudian, anaknya itu mengikuti ujian tertulis untuk masuk kuliah. Akhirnya bisa diterima di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).
"Dia harus mengikuti ujian sendiri dengan tegang. Karena dia tahu bapaknya tidak akan ngebantuin. Dan anak-anak itu diterima di Fakultas Hukum UI. Dan, alhamdulillah tahun lalu, dua tahun lalu sudah selesai kuliah. Saya tidak ikut-ikut," kata Anies.
"Jadi, kira-kira gini, saya sudah ceritakan yang sudah saya kerjakan kemarin. Jadi kira-kira besok ya akan sama dengan kemarin. Bapaknya tidak akan memberikan fasilitas ekstra untuk anaknya," tegasnya.
Anies: Naik Jabatan Bukan karena Saudara atau Keponakan, tapi Prestasi
Sebelumnya, Anies Baswedan menyebut akan mengubah kultur penerimaan maupun mutasi jabatan di Indonesia. Dia menyebut jika terpilih menjadi presiden akan mengubah kultur lama menjadi meritokrasi.
Meritokrasi yakni sistem sosial di mana hasil seperti kekayaan, pekerjaan, dan kekuasaan diperoleh berdasarkan prestasi, yaitu kecerdasan dan usaha.
"Kultur itu satu saja, yaitu meritokrasi. Kita ingin merit sistem digunakan. Naik jenjang jabatan bukan karena anak ponakan atau saudara. Tapi karena prinsip Meritokrasi," ujar Anies Baswedan di Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut), Minggu (3/12/2023).
Anies menyebut, meritokrasi juga akan diberlakukan untuk kenaikan pangkat maupun jabatan di Polri, TNI, hingga ASN. Anies tak mau di masa kepemimpinannya ada unsur nepotisme dalam jabatan.
"Begitu juga di kepolisian meritokrasi, di TNI meritokrasi, di ASN meritokrasi. Begitu Meritokrasi menjadi sistem budaya maka kita tahu yamg menjadi pimpinan adalah orang-orang yang paling terseleksi di antara yang ada," kata Anies.
Anies menyebut, serupa dengan olimpiade, mereka yang dikirim untuk lomba adalah yang benar-benar mumpuni dalam bidangnya agar bisa memenangkannya. Begitu juga dengan jabatan, jika diisi oleh orang yang tak mumpuni, maka hasilnya tak akan memuaskan.
"Meritokrasi mengantarkan pada prestasi. Kita ingat mengirimkan anak-anak pada lomba olimpiade dunia dan anak Indonesia hebat di sana, kenapa? Karena mereka terpilih lewat meritokrasi, mereka bukan anak-anak titipan, bukan karena anak pejabat lalu ikut olimpiade, karena mereka terbukti berprestasi, ikut olimpiade," kata dia.
"Indonesia kalau menggunakan meritokrasi maka prestasi akan muncul satu persatu dari negeri ini," Anies menandaskan.
Advertisement
Anies Tegaskan Anti Nepotisme Harus Dicontohkan
Capres Anies Baswedan mengatakan, pilar penting dalam demokrasi adalah trust atau kepercayaan. Masalahnya, kata dia, saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum menurun.
Hal ini disampaikan Anies Baswedan dalam sesi tanya jawab di acara 'Dialog Pers dan Capres Bersama PWI di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
"Percakapan dominan saat ini adalah tentang netralitas negara dan lembaga negara. Itu artinya ada masalah. Ada trust yang semakin menurun," kata Anies.
Terlebih, kata Anies belakangan publik dihebohkan dengan peristiwa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK). Terutama, ujar Anies, usai putusan MK yang memutuskan mantan Ketua MK Anwar Usman melanggar etik.
"Kemarin kita diramaikan lagi dengan data KPU yang bocor. Ini semua akan membuat penurunan trust kepada institusi pemerintahan," jelas Anies.
Lantas, Anies menyampaikan ingin menambah tingkat kepercayaan publik pada lembaga-lembaga pemerintah, serta memulihkan kualitas demokrasi. Sehingga, praktik KKN bisa diberantas.
"Khusus lembaga penegak hukum kita, cara mengembalikan trust itu tadi (lembaga penegak hukum) ya harus independen dan diisi oleh orang-orang berintegritas," ujar Anies.
Lebih lanjut, komitmen negara dalam menghadang tumbuhnya kembali praktik nepotisme harus menjadi fokus serius penyelenggara negara. Anti nepotisme, ujar Anies harus dicontohkan bukan diceramahkan.
"Nah ini harus kita contohkan bersama-sama. Apalagi KPK, lembaga ini harus kita jaga. Jangan sampai KPK dijadikan alat politik oleh beberapa pihak, apalagi digunakan untuk kepentingan pribadi oknum yang ada di dalamnya. Kami ingin memastikan KPK ini bersih dari intervensi," kata Anies.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com