Masyarakat Diminta Tak Perlu Takut Jelang Pemilu 2019

Pengamat Politik Senior LIPI, Indria Samego mengatakan, Pemilu adalah pesta rakyat.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Apr 2019, 07:11 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2019, 07:11 WIB
Indria Samego
Pengamat Indria Samego pada diskusi publik bertajuk Prediksi Dinamika Pemilu Serentak 2019 Dalam Perspektif Sosial Politik Dan Keamanan di Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Dewi Larasati)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Pemilu serentak beberapa hari lagi. Menjelang hari pencoblosan kondisi sosial masyarakat dan ruang publik hampir dipenuhi hal-hal negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, intimidasi maupun teror psikologis yang dapat mengancam pelaksanaan pesta demokrasi.

Pengamat Politik Senior LIPI, Indria Samego mengatakan, Pemilu adalah pesta rakyat. Namun pesta ini tak mencerminkan pesta sebenarnya. Dia juga menyinggung adanya salah satu Capres yang menggebrak meja saat kampanye.

"Kemarin kita misalnya mendengar calon presiden menggebrak-gebrak meja, itu emosi sesaat. Cuma penafsiran publik bisa bermacam-macam. Apalagi dengan adanya media sosial yang memberikan kesempatan kita menilai," ujar Indria pada diskusi publik bertajuk "Prediksi Dinamika Pemilu Serentak 2019 Dalam Perspektif Sosial Politik Dan Keamanan" di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa 9 April 2019.

Selain itu, Indria menyinggung pernyataan Amien Rais yang mengatakan akan menggerakkan people power jika ada kecurangan pada Pilpres ini. Dia juga mengatakan adanya pernyataan perang total yang pernah disampaikan Moeldoko.

"Saya melihat ini sangat mempengaruhi rasa aman masyarakat. Harapan kita dari Pemilu ke Pemilu demokrasi naik kelas," katanya.

Sejalan dengan Indira, Direktur Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo mengatakan hal serupa. Menurut dia, Pemilu 2019 masih banyak menyisakan masalah. Dia mengatakan ada ribuan pelanggaran Pemilu yang dilaporkan ke Bawaslu.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Marak Hoaks

Indria Samego
Pengamat Indria Samego pada diskusi publik bertajuk Prediksi Dinamika Pemilu Serentak 2019 Dalam Perspektif Sosial Politik Dan Keamanan di Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Dewi Larasati)

Disebutkan Karyono, hoaks juga cukup meningkat. Dia mengutip data dari Kominfo. Disebutkan, bahwa ada 771 konten hoaks dan dari 771 itu ada 181 konten hoaks yang terkait dengan hoaks politik. Karyono juga mengutip data PoliticaWafe dan Masyarakat Anti Fitnah (MAFINDO). Jika dilihat dari tren hoaks yang kian dijadikan bisnis, menurutnya hoaks tidak akan berhenti sampai pada Pemilu 2019 ini saja.

"Apalagi saya melihat gejala hoaks sudah menjadi industri," ujarnya.

Selain hoaks, Karyono juga menyoroti beberapa peristiwa lain yang menjadi acaman dalam Pemilu. Dia menyebut soal pembakaran sepeda motor dan mobil di Solo dan Temanggung.

"Kenapa terjadi di Jateng dan Jatim karena itu merupakan basis kandidat Capres terentu. Peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri tapi memiliki korelasi kuat dengan agenda Pemilu," katanya.

Karyono menambahkan pernyataannya soal hasil Pemilu Amerika Serikat yang dimenangkan Donald Trump. Oleh banyak kalangan, kemenangan Trump dari Hillary Clinten pada Pemilu Amerika karena mempratikkan propaganda ala Rusia. Proganda ala Rusia ini kemudian dianggap berlanjut di Brazil dan bisa saja dipraktikkan dalam Pemilu 2019 ini.

"Kalau nanti di Indonesia dipraktikkan dan berhasil maka akan jadi role model. Itu menjadi ancaman demokrasi dan peradaban," jelasnya.

Sementara itu, Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby mengatakan selisih elekbilitas pasangan Capres-Cawapres Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi cukup tinggi hingga doble digit di atas 15 persen. Hal ini disampaikan Adji berdasar hasil survei sejumlah lembaga survei kredibel.

"Saya melihat secara elektabilitas kedua capres yang selisihnya doble digit, di atas 15 persen," katanya.

Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta mengatakan jika perolehan suara salah satu kandiat secara nasional rendah maka bisa menjadi pintu masuk dan dimanfaatkan untuk membuat kegaduhan pihak-pihak tertentu.

"Kalau selisih perolehan suaranya tipis rawan gugatan ke MK," katanya.

Stainslaus menambahkan perihal penyebaran ujaran kebencian, hoaks, politik identitas yang mengandung SARA juga dapat menjadi pintu masuk kerawanan lainnya. Begitu pula dengan politik identitas yang membuat masyarakat terpolariasi. Belum lagi soal adanya narasi-narasi

"jika kalah berarti dicurangi yang dapat memicu kegaduhan," tambahnya.

Meski begitu, Stanislaus yakin ancaman Pemilu dapat diatasi. Karena, dia sudah melihat kesiapan TNI, Polri, dan BIN dalam pengamanan pesta demokrasi lima tahunan ini.

"Kekuatan ini cukup untuk mengamankan pemilu. Jadi tak perlu takut. Cegah golput, tingkatkan partisipasi, dan perlu ketegasan dari penyelenggara Pemilu untuk menjalankan aturan," katanya.

Reporter: Dewi Larasati

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya